7

1.7K 139 6
                                    

Gudang senjata 01.30 WIB.

Angin berhembus semakin dingin, namun tidak mengusik kegiatan orang-orang berjaket hitam dalam gudang senjata di sebuah bangunan pabrik tua yang besar.

"Buat apa lo lakuin ini ?!," ekspresi wajah Irfan berubah. Dia berdiri dari kursi sambil menggebrak meja yang ada didepannya.

"Lo kagak percaya ama kami, hah ?!," lanjutnya dengan nada marah. Kedua matanya menatap tajam ke arah Tomy yang duduk dikursi.

"Tenang bro," Rahmad langsung berdiri lalu memegang pundak kanan Irfan.

"Kagak bisa bro. Kita sudah jauh-jauh dari jakarta buat bergabung di Organisasi ini, tapi dia memperlakukan kita seperti seseorang tahanan yang lagi diintrogasi !," protes Irfan pada Rahmad. Otot wajahnya mengeras. Kedua matanya memerah.

"Iya gue ngerti. Tapi kita bisa bicarakan baik-baik kan," kata Rahmad menirukan gaya bicara Irfan.

Kesabaran Rahmad diuji, dengan tingkah Irfan.

"Kita dengerin dulu, apa maksud Tomy ngelakuin ini," lanjut Rahmad.

Tomy hanya bisa melihat tingkah dua orang yang ada didepannya tanpa berbuat apapun, sesekali dia memperbaiki posisi kaca matanya.

"Kalian berdua tenanglah terlebih dahulu," ucapnya, sambil terus memainkan bolpoin yang sudah dia pegang dengan tangan kanannya.

"Aku hanya melakukan sebuah prosedur untuk anggota baru, kita tidak mau kecolongan seperti sebelumnya, kamu tahu kan tujuan kita semua berada disini," lanjutnya.

Namun Irfan masih tidak terima kalau diperlakukan seperti itu. Dia melangkah pergi dari kursi menuju sebuah jendela kaca transparan yang ada dibelakangnya. Tampak dengan jelas area gudang senjata yang ada dibawahnya, kedua matanya menyapu seluruh sudut gudang senjata itu, dan terhenti ketika melihat dua forklif keluar dari sebuah lorong besar yang terang. Kemudian dia menunduk, melipat sedikit karet jaket yang menutupi pergelangan tangan kirinya.

Tak lama kemudian Rahmad melangkah menghampiri Irfan, dan berdiri disamping kanannya. Mengetahui hal itu, Irfan memberi tanda kepada Rahmad dengan mengetuk pelan jam tangan dengan telunjuk kanannya. Rahmad melihat ke arah jam tangan dan paham dengan apa yang dimaksud Irfan.

"Sudahla bro, ayo kembali duduk. Lo kagak mau kan kalau kita ditolak bergabung di organisasi ini ?," tangan kiri Rahmad merangkul pundak Irfan sembari membujuknya untuk kembali ke kursi.

Tak butuh waktu lama.

"Ok, gue duduk, tapi kalo ada apa-apa lo yang nanggung !," kedua mata Irfan memandang sinis ke Rahmad yang berjalan sambil merangkul dirinya.

Masih dengan gayanya yang tenang Tomy terus memainkan bolpoin dengan tangan kanannya.

"Nah begitu dong, aku kan hanya ingin berbincang sedikit dengan kalian," ucapnya kemudian, ketika melihat mereka berdua sudah duduk lagi dikursi.

Irfan masih terlihat marah, kedua matanya yang merah terus menatap Tomy.

Namun Tomy tidak terpengaruh dengan itu.

"Baiklah, pertama-tama aku ingin mengulangi pertanyaan ku tadi waktu di bawah. Kenapa kalian baru bergabung hari ini ?," Tomy bertanya.

Kemudian dia membungkuk untuk mengambil sesuatu didalam laci mejanya yang terletak dideretan paling bawah.

"Siapa yang jawab ?," Rahmad balik bertanya sembari menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi.

Tomy masih terus membungkuk.

"Terserah," jawabnya singkat tanpa memperhatikan Rahmad.

"Baiklah, biar aku saja," kata Rahmad. Dia melihat ke Irfan yang kedua matanya masih merah karena marah.

THE DEATH CITY - Zombie ApocalypseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang