Without ❤ 8

32K 1.8K 46
                                    

Delvian

Rasanya aku akan segera masuk ke rumah sakit jiwa jika terus-terusan memiliki dua pekerjaan penting seperti ini. Jam kerjaku lebih dari dua belas jam sehari. Bahkan sejak bulan lalu aku lebih banyak menghabiskan waktu di perusahaan Papa daripada perusahaan yang kubangun dengan Zaroca dan Andien.

Aku tidak enak sebenarnya dengan mereka berdua, tetapi apa boleh buat. Kalaupun aku bisa memilih, rasanya aku juga pasti bingung harus memilih yang mana. Dua-duanya penting untukku.

Tok..Tok...Tok.

"Masuk."

"Maaf Pak, ada dokumen yang harus segera di tandatangani."

Aku menerima dokumen yang diberikan sekretarisku kemudian menelitinya sebelum menandatanganinya.

"Ada lagi?" tanyaku sambil menyerahkan dokumen yang sudah ditandatangani.

"Tidak ada, Pak. Saya permisi."

Aku mengangguk. Pintu ruanganku kembali tertutup. Aku agaknya harus bersyukur karena Sofia tidak lagi bersikap genit seperti saat SMA dulu. Kelihatannya sekarang ini dia sudah dewasa dan tahu bagaimana harus bersikap. Jadi, sejak dia jadi sekretarisku, dia benar-benar bersikap profesional.

Ngomong-ngomong soal gadis yang kucium waktu itu, aku sudah lama tidak bertemu dengannya. Bahkan dalam meeting baru-baru ini bersama Om Aro, gadis itu tidak kelihatan sama sekali. Aku jadi berpikir apakah dia menghindariku gara-gara kejadian waktu itu? Jujur saja, aku hanya refleks saat itu. Hanya ingin menggoda gadis itu saja. Penasaran dengan reaksinya yang ternyata sesuai dugaanku.

"Papa, Mama?" Aku mencium punggung tangan kedua orang tuaku. Aku agak sedikit heran melihat keberadaan kedua orang tuaku di rumah saat ini, mengingat sibuknya mereka berdua dan tidak pedulinya mereka berdua padaku atau Lerian sejak dulu. Aneh rasanya melihat mereka seperti sengaja menungguku pulang. Pasti ada sesuatu.

"Sepertinya kamu nggak senang melihat kedatangan kami di rumah?" ucap Papa melihat ekspresi heran yang muncul dalam raut wajahku.

"Aku hanya heran saja melihat kalian berdua ada di rumah mengingat kesibukan kalian yang luar biasa. Pasti ada hal yang penting bukan, sampai kalian berdua repot-repot menungguku pulang seperti sekarang ini?" Aku sejak dulu memang tidak bisa berbasa-basi pada kedua orang tuaku. Bukannya aku tidak menghormati mereka, tetapi aku sedikit kecewa menerima kenyataan bahwa mereka lebih mementingkan pekerjaan daripada anak-anak mereka sendiri. Membiarkanku dan Lerian tumbuh dewasa tanpa kasih sayang yang cukup.

"Ya tentu saja ada hal penting. Nanti malam kami juga akan segera kembali ke Bandung."

Tebakanku benar, bukan? "Jadi, ada apa?" Aku benar-benar sudah tidak mau berbasa-basi lagi.

"Papa dengar kamu masih bekerja di perusahaan temanmu itu. Benar begitu?"

Aku sudah bisa menebak ke mana arah pembicaraan ini. "Ya benar. Ada masalah?"

"Kamu masih berani bertanya ada masalah?" Kedua alis Papa terangkat. "Dengan kamu bekerja disana, kamu bisa membuat perusahaan Papa kacau balau karena fokusmu akan terpecah belah."

"Lalu?"

"Berhenti dari perusahaan itu dan fokuslah pada perusahaan kita."

"Kalau aku tidak mau?"

"Kau pasti tahu apa risikonya Delvian!" Nada suara Papa semakin meninggi.

Aku tidak takut. Hanya saja khawatir. Memikirkan risiko yang akan ditanggung perusahaan Zaroca jika aku masih bersikeras bertahan. Papa pasti melakukan segala cara agar aku mau keluar dari sana.

Without HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang