#95 ; Who is She?

Depuis le début
                                    

"Kopi?" Rosé memecah hening karna jujur saja, belakangan ini ia merasa kurang berguna. "Ku buatkan satu, ya?"

"Tidak, terimakasih."

"Maaf, aku tidak bisa menghiburmu. Atau mungkin, tidak tahu cara menghiburmu."

Hoseok terkekeh sebentar, ayolah, temannya yang satu ini selalu bersikap lucu dengan naturalnya, jadi mungkin akan aneh juga kalau ia tiba-tiba ngelawak hanya untuk membuatnya tertawa. Hoseok mengelus lembut puncak kepala Rosé yang tadi empunya bentur ke atas meja, walau pelan masih mengundang ringisan pada pinggir bibirnya. "Santai saja,"

Satu hal yang dapat menghibur adalah kepercayaan, jadi Hoseok tidak menunggu keduanya datang, sepenuhnya mempercayakan gadis berambut merah─cantik sekali warnanya, seperti yang Jake bilang. Kalau ia percayakan butik sepenuhnya. Rosé langsung mengangguk semangat dengan kopi yang hampir tumpah dari wadah gelas karna pergerakkan mendadak dan hampir membasahi seluruh sketsa.

Oke, mungkin Yoongi ada benarnya. Setidaknya butik mereka tidak akan rubuh atau terbakar, ya 'kan?

.

.

.

Jemari Hoseok langsung memencet tombol off pada tape yang terhubung ke soundsystem, musik keras yang menguras tenaga itu berhenti dan tarikan napas terburu jadi satu-satunya suara yang menggema di practice room juga decitan sol sepatu yang menipis akibat pergesekan. Buliran sebesar biji jagung berlomba meluncuri permukaan pipi, kurva bibir dan berakhir keatas tali sepatu kala Hoseok menunduk dan tetesan keringat menggantung itu jatuh dari dagu.

Setidaknya untuk saat ini─hanya untuk beberapa detik yang berdenting mundur. Setidaknya untuk hari ini, Hoseok melepas sedikit saja pening anomali dari kepalanya. Namun semuanya dipatahkan kenyataan, kenyataan bahwa suara lain selain desah lelahnya bergema, suara lain dari telapak tangan yang bertepuk sugestif, suara lain dari sudut hatinya langsung berdenyut implus hingga lutut rasanya tak bertulang seketika itu juga.

Dan maniknya bersibobrok dengan kilatan mahoni, yang tanpa dosa dan tidak tahu diri selalu mendobrak angkasa miliknya sendiri, selalu lancang masuk tanpa tedeng aling-aling sampai-sampai Hoseok bertanya─apa ia terlalu idiot untuk menerima Kim Junmyeon masuk kedalam semestanya yang sempit, tidak pernah terdeteksi dan egois secepat ini.

Bahkan Hoseok masih bertanya─apa benar refleksi yang tercerminkan di mata Junmyeon adalah dirinya?

Lokomosi Hoseok mendadak macet, seperti tidak menerima rangsangan apapun atas pesan singkat dari otaknya, membiarkan Junmyeon dengan senyum memuakkan berhasil mengambil tiga langkah dari jarak yang hatinya jeritkan kalau itu batasan dimana Hoseok bisa pura-pura tetap tegar.

"Hei," Junmyeon mengisi spasi hening diantaranya, walau terkesan aneh. "Apa kabarmu?"

Dan sayang sekali, Hoseok benci basa-basi yang tidak jelas apa ujungnya.

"Jauh lebih baik saat aku tidak melihatmu." Denialnya pada pertanyaan Junmyeon dan juga tangan pria itu mulai sok akrab dengan anakkan rambut yang basah keringat. "Kenapa kesini?"

Junmyeon diam-diam meringis, dia tahu dengan jelas kalau ada banyak kekeliruan terjadi, dia tahu jelas hanya dari melihat cerkas mata Hoseok yang tak pernah bisa berbohong.

"Aku rindu, tarianmu."

Timberland di lepas paksa, dan satu lagi pada bagian kiri Junmyeon turun tangan, perlahan membuka simpul yang terikat asal-asalan sesekali bergumam bagaimana kalau lepas dan kau terkilir tapi untuk saat ini, tidak pernah Hoseok mencoba peduli segala nasehat baik. Cuman ada satu hal yang akan ia bicarakan pada Junmyeon, nanti.

Daily InstagramOù les histoires vivent. Découvrez maintenant