Jiho membuka tutup mulutnya. Sepertinya si tangan-dingin tahu Jiho ingin berbicara sesuatu, maka dari itu dia melepas cekikannya. Jiho terbatuk-batuk dan mereguk udara sebanyak-banyaknya. Paru-parunya kembali terisi.

"Kalian, vampir?" tanya Jiho dengan pelan.

Hening.

"Tanganmu." Ucap Jiho. "Dinginnya seperti mayat. Suhu ruangan ini tidak sedingin itu. Kalian vampir?" Jiho berpikir, tentu saja. Tentu saja mereka vampir. Apa yang Jiho pikirkan? Dasar dari penelitian ini adalah sebuah pengkhianatan. Pengkhianatan terhadap klan vampir. Penelitian ini merupakan penelitian yang dapat melemahkan kaum vampir, dan dibocorkan oleh kaum mereka sendiri. Masih untung kelemahan mereka masih belum disadari oleh banyak orang, tapi jika hal itu sampai terjadi... kaum vampir bisa musnah. Dan bukan itu yang mereka inginkan.

"Kalian mau apa menginterogasiku seperti ini?" tanya Jiho kemudian, adrenalin memenuhi tubuhnya ketika tahu dia benar. Toh, dia akan mati sebentar lagi. Kenapa tidak sekalian mengeluarkan unek-unek selama hampir separuh hidupnya saja. "Mau mencari pengkhianat? Kalau kalian membunuh mereka pun, tidak ada gunanya. Mau membunuh timku, tidak ada gunanya juga. Blue print kode besi sudah kucetak dan kuberikan kepada orang yang paling kupercayai, dan sebagai jaga-jaga hari ini, aku sudah menyuruhnya untuk memberikan hak paten Kode Besi ke perusahaan-perusahaan dunia tanpa syarat. Kematianku adalah trigger. Aku yakin kalian sudah memalsukan kematianku sekarang, terlibat kecelakaan fatal atau apalah, dan menggunakan mayat seseorang... dengan reputasiku sekarang, aku yakin kematianku sudah tersebar di televisi nasional. Dan blueprint itu sudah dikirim ke surel perusahaan besar dunia.

Semua yang kalian lakukan... sia-sia."

Tawa menggelembung dari kerongkongan Jiho. Rasa amarah dan kebahagiaan larut dalam tawa itu. dan benar saja, dia meledak, tertawa terbahak-bahak. Dia mungkin sudah gila. Dia akan mati. Kenapa tidak sekalian saja, pikir Jiho, persetan dengan semuanya.

"Sia-sia!" tawa Jiho, "Kalian para vampir sangat arogan. Kalian pikir manusia bodoh, apa? Kalian pikir aku bodoh, iya? Salah besar, tuan-tuan. Setelah apa yang kalian lakukan pada orangtuaku, kalian ingin membunuhku juga? Silahkan!" Jiho tersenyum tenang, namun jantungnya ingin meledak. Ekshilarasi memenuhi tubuhnya. Dia siap mati. Dia ingin memeluk kematian. Semua tujuan hidupnya sudah tercapai.

Dia akan bertemu ayah dan ibunya. Dia tidak memiliki rasa penyesalan.

"Wanita gila," seseorang berkata di belakang Jiho kemudian. Penutup mata Jiho terbuka. Ruangan itu segi empat besar, gelap. Jiho memandang sekelilingnya. Ada empat lelaki tersebar di depannya, dan satu di belakangnya. Mereka semua putih tidak bernoda seperti pualam.

Vampir.

Rasa benci yang sangat menggelegak di darahnya. Natural. Orang tua Jiho meninggal karena kaum mereka.

"Tunggu apalagi?" tanya Jiho kemudian. "Bunuh aku. apa aku harus mendemonstrasikan cara membunuhku? Pukul kepalaku ke dinding, lakukan dengan cepat. Atau tembak aku, tapi jangan di tempat vital. Atau buat aku koma, mati otak. Itu lebih baik. Tolong sumbangsihkan seluruh organku kepada yang memerlukan. Atau kalian perjual belikan di pasar gelap, tidak apa-apa. Aku ingin dari hidup sampai mati bermanfaat kepada kaumku."

"Kami tidak akan membunuhmu." Ucap salah seorang pria, bahkan di tengah kegelapan dan kechaosan ini, Jiho terpana melihat ketampanan wajah itu, "Tapi benar kami akan menyingkirkan pengkhianat yang sudah melakukan ini pada kami. Kami tidak takut dengan seluruh ancamanmu. Temanmu, Yoobin... dia di rumah sekarang, masih belum mengirimkan apapun ke surel. Dia sangat terpukul."

Mata Jiho melebar.

"Kalian!" bentak Jiho, "Jangan sentuh Yoobin! Dia tidak tahu apa-apa!!!"

"Kami tidak bisa percaya kau," ucap pria itu dingin. "Dia menaruh blueprint mu di google drive... sangat mudah dihack... orang kepercayaanmu sepertinya tidak sejenius dirimu, ya? blueprint itu sudah diekstraksi sekarang. Dan presentasi seminarmu tadi sangatlah hebat... sayang kami bergerak lebih cepat. Tidak akan ada perusahaan yang mau menerimamu. Timmu sudah diinaktivasi. Seluruh peralatan kalian dibekuk. Kaum kami tidak perlu lagi takut padamu." Jemari panjang meraih dagu Jiho membuat mereka berpandang-pandangan. Mata lelaki ini gelap... seperti sebuah permata akik berwarna malam...

"Tunduklah dibawah kekuasaan kami."

Jiho mengeratkan gigi. Rencananya yang sudah ia susun satu dekade... rasa marah yang ia simpan ketika dia menemukan surat itu... semuanya musnah. Pupus. Semuanya.

Pupus.

"Masih mau mati?" tanya pria itu kemudian.

Jiho tidak menjawab. Siapa Sudi. Siapa sudi menjawab lintah sialan ini.

"Dia bilang kita lintah sialan." Ucap suara di belakangnya. "Cewek ini benar-benar..."

Jiho mengerutkan dahi. Apa yang...? Pria di depannya tertawa. "Yah," ucap pria di depannya. "Kalau kami tahu kamu wanita yang mudah dibujuk, kami tidak akan jauh-jauh menunggu hari presentasimu dan melakukan hal sejauh ini. Kami tau kalau blueprint itu bukan buatanmu, Jiho, itu buatan orang tuamu. Tidak ada seseorang yang bisa menemukan suatu penelitian canggih dalam kurun waktu kurang dari enam tahun. Kamu hanya melanjutkan langkah terakhir dari penelitian ayah dan ibumu. Tapi tentu saja, kamu tetaplah seorang jenius. Kaum kami tidak akan merugi jika mengadopsimu."

Jiho mendongak. Apa maksud pria ini?

"Kami melakukan ini semua untuk merenggutmu secara bersih dari kaum manusia." Ucap pria di depannya dengan tenang. "Aku ingin kamu bekerja untuk kami. Kaum vampir."

.

.

.

.

.

.

.

.




LOCO (Takkan Diselesaikan)Where stories live. Discover now