“Kau tahu apa,” jawab Renjun datar dan mutlak.

“Aku tidak,” Mark menelengkan kepala sedikit. Gestur yang terlihat biasa—harusnya. Namun di mata Renjun kecongkakkan dan tantangan yang ditebar Mark sangat jelas. “Use your word.”

“Kau tahu!” pekik Renjun tertahan. “Semua ini—”

“—semua. Kenapa tiba-tiba kau bersikap seperti ini padaku? Kenapa kau bersikap seperti itu di restoran tadi? Mark Lee apa yang merasukimu? Apa terjadi sesuatu selama di Kanada?” kelakar Renjun berantai.

“Kenapa tiba-tiba kau datang ke resital dan mengiyakan ajakan Jaemin? Bukankah kau benci keramaian dan berkumpul seperti tadi? Kenapa—”

“Apa itu menjadi masalah untukmu?” potong Mark kalem.

“Iya!” balas Renjun cepat dan tanpa sadar berteriak. Ia mengutuk dirinya dalam hati. Diam-diam ia melirik Mark yang kini menundukkan pandangan mengamati tangan Renjun yang berada di genggamannya, seolah meneliti apakah ada luka yang terlewati.

“Kenapa itu menjadi masalah?”

Renjun tertegun. Dari segala pertanyaan mungkin inilah yang paling ia hindari. Kelihatannya sederhana namun ia tidak yakin dampak yang akan dibawa oleh jawabannya.

“Kenapa Renjun?”

“Orang bisa salah paham,” jawab Renjun lirih, matanya menghindari bertemu dengan sepasang mata lainnya. Memilih memandang lalu lalang kendaraan di sekitar. “Mereka akan berpikir kalau…”

“Kalau?”

“Kalau—kalau hyung—"

“Aku menaruh perasaan padamu?”

Renjun memejamkan mata sejenak. Frasa itu bagai bom bagi Renjun, namun Mark menjatuhkannya seringan kapas tepat di hadapannya begitu saja. Anggap Renjun pengecut tapi dia terlalu sensitif untuk hal yang seperti ini.

“Ya.”

Di sampingnya Mark tengah tersenyum miring. Ini terlalu menghiburnya. Dan sedikit banyak menggelitik sesuatu entah apa jauh di dalam jiwanya.

“Apa itu juga masalah untukmu?”

Kepala Renjun tersentak ke samping. Ia tidak bisa memutuskan apakah gelombang aneh yang membuatnya merinding berasal dari suara Mark yang kriptik atau jari-jari kasar yang mengelus pergelangan tangannya halus atau tiupan seringan bulu yang menerpa lukanya. Selama itu juga manik amber kembar itu menatapnya lurus-lurus.

“Apa?” Renjun bertanya bodoh.

“Bukan apa-apa,” jawab Mark cepat sebelum melepaskan tangannya. Renjun mengerjap bingung melihat Mark yang kini menautkan tangannya ke kemudi dan mulai menyalakan mesin yang menggerung pelan.

“Tunggu—apa maksudmu, hyung?”

“Seperti kataku di restoran tadi, aku akan mengantarmu pulang.”

Renjun tidak bodoh untuk tidak menyadari kalau Mark sedang mengalihkan topik sekarang. Pria itu kembali melaju dengan kecepatan sedang dan menyalakan radio cukup keras untuk meredam deru nafas mereka.

Race Of The Heart [COMP.]Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin