Ulangan

65 14 0
                                    

Bogor.
Februari, 2017.

Beberapa minggu kemudian berlalu, situasi aku dengan orang tersebut masih sama, tidak pernah bercanda lagi atau pun mengobrol. Aku pun semakin di sibukkan dengan persiapan UNBK yang hanya menghitung beberapa bulan.

Sepertinya Pitri, Albi dan Dita sudah tahu aku menyukai Erlangga, belakangan ini mereka suka sekali meledekiku tentunya aku belaga tidak mengerti. Syuting pun sudah selesai, tinggal mengedit saja. Di sisi lain aku belajar mati-matian, di sisi lain juga aku memikirkan Erlangga yang perlahan berubah.

Maksudku, ini aku yang ke geeran saja atau memang dia yang menjauh?

Bahkan setelah perlombaan itu aku ada lomba lagi di sekolah lain, namun aku tidak mengikuti lomba tersebut, aku pikir Erlangga akan menyemangatiku lagi, ternyata tidak, dia hanya bersitatap denganku lalu dia membuang muka.

Semakin di pikir aku tidak mengerti apa salahku sama dia sampai jadi begini. Mungkin memang hanya sebatas peduli teman, maklum lah kalau aku salah tanggap, masalahnya dia lelaki pertama yang seperti itu kepadaku. Duh, kepolosan nih kayaknya, hahahaha.

Dia memang membawa dampak di kehiduoan nyataku, yang tadinya selalu semangat sekarang jadi biasa saja, bahkan sama sekali tidak semangat. Kalau terus-terusa begini juga aku jadi tidak ingin bertemu dengannya, apa pun caranya aku selalu berusaha agar tidak memperdulikannya, mau hanya sekedar menengok atau meminjamkannya label.

Bahkan kemarin aku sedang sakit, teman-temannya mengucapkanku supaya cepat sembuh, tentu ada Erlangga saat itu, tapi lelaki itu hanya diam dan menatapku, itu pun hanya sekilas.

Semakin ke sini juga insomniaku semakin parah, biasanya aku yang baru tidur jam tiga subuh, sekarang bahkan bisa nggak tidur sama sekali. Baru bisa tidur pun biasanya waktu sudah jam enam pagi, terus bangun jam setengah tujuh dan siap-siap ke sekolah. Gitu terus, sampai aku suka ketiduran saat jam istirahat.

Makanan yang biasanya selalu aku habiskan, sekarang tidak, selalu saja Marwan yang habiskan.

Ngeselinnya lagi gini, belum sempat belajar, di pusingin tugas, terus ulangan. Aku mengikuti perintah guruku untuk duduk di pojok kanan, ya... duduknya di acak, ngeselin emang.

Mataku menatap sekeliling, sosoknya belum ada. Ku pikir dia sudah duduk anteng dengan Albi, berhubung duduknya di acak melalui absen. Absen mereka berdua kan dekar, atas bawah.

Beruntunglah aku duduk sendiri, di belakang dan di pojok juga. Sebelahku juga ada Fisya, bisa nyontek lah hitung-hitung, walau Fisya juga nggak belajar sama sekali.

Begitu aku membuka lembaran soalnya... sip. Cuman beberapa soal yang bisa aku jawab, ah pasti kena remedial ini. Yaudah lah ya, wallahu alam.

"Eh, udah ulangan, Bu?"

Aku mengabaikan suara itu, suara Dino, lanjut mikir lagiiii.

"Bu, saya duduk sama siapa?"

Deg.

Aku lantas berhenti menulis, hanya tersisa dua kursi yang kosong. Satu di kursi Albi, dan satu lagi di sebelahku. Aku menatap ke depan, tolong... biarkan aku sama Dino aja, please... Kalau sama Dino bakal aku bantu jawab soal dia deh, asal jangan sama Erlangga. Mendingan Erlangga sama Albi saja daripada sama--

"Kamu sama Kanza aja," ucap guru itu.

SHIT.

DAMN.

ARGHHH! MAMPUS GUE!

Erlangga menatapku, sial kenapa harus duduk bersebalahan sama dia ketika situasi lagi seperti ini sih? Aku melanjutkan aktivitasku lagi. Tuh kannn, jadi nggak bisa mikir.

One Year Full Of MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang