Singto menatap wajah Nana, "Lalu bagian mana yang membuatmu sakit? Ia yang mencintaiku,"

"Aku sadar bahwa aku sama sekali tidak memiliki kesempatan. Karena aku tahu sebenarnya kau sudah tahu dan mengharapkan bahwa apa yang kau pikirkan menjadi nyata." Singto terdiam kembali. Checkmate.

"Apa... Apa kau juga mencintainya?" Nana bertanya hati-hati.

"Tidak."

"Apa?"

Wajah Singto kembali datar, "Aku tidak tahu."

"Singto, the way you look at him.. it is same like how Krist look at you. Do you ever notice it? Maybe all this time."

"I know nothing. Mungkin yang kau katakan benar. Tapi bisa saja tidak."

"Singto, aku baru mengenalnya dan bisa langsung mengetahui dari cara ia memandangmu. He hides it very well, you know? He really loves you.."

Singto berpikir, "Besok. Besok kau harus membantuku."

"Apa yang ingin kau lakukan?"

"Let we see.."

***

Aku tidak tahu harus berkata apa lagi..

Apa aku mengaku saja?

"Baiklah, kau benar. Aku menyukai Singto. Aku mencintainya. Kau puas sekarang? Aku tidak mengerti mengapa kau mau bersusah payah menekanku untuk mengaku padamu," aku mencoba tersenyum walaupun gagal, mungkin aku harus mempersiapkan apa yang akan terjadi selanjutnya..

"Tidak ada pengaruhnya untukku. Sama sekali tidak ada. Tapi untuk orang ini jelas ada," setelah Nana selesai melesaikan ucapannya, perlahan seseorang muncul dari balik rak buku.

DEG!

"Apa benar yang kau katakan tadi, Krist?"

.

.

.

....Singto..?

VI. Abstain

"Apa benar yang kau katakan tadi, Krist?"

Demi alam semesta...

APA YANG IA LAKUKAN DI SINI?!

Dia...

Singto...

Aku tidak tahu harus menjawab apa. Kenangan hampir 3 tahun lamanya terputar di otakku. Bertahun lamanya aku memendam semua. Dan karena kecerobohanku, usahaku selama ini terbongkar begitu saja.

Kenapa harus sekarang?

Kenapa secepat ini?

Aku tidak bisa berbohong bahwa aku mulai merasa takut..

"Krist! Krist!" panggil Singto. EH? Kenapa hanya ada kami berdua? Ke mana perginya Nana? Ada yang pernah mengatakan bahwa kau harus berhati-hati terhadap wanita, ia bisa melakukan apa saja yang ia mau. Dan sekarang aku sangat setuju mengenai pepatah ini.

"Apa?"

"Aku butuh kejujuranmu, Krist! Jangan membuatku seperti orang bodoh!"

Aku menatap Singto sengit, "HA-HA! Aku merasakan seperti orang bodoh bertahun-tahun karenamu dan aku masih baik-baik saja sampai sekarang!"

Singto balas menatapku, "Benarkah? Benarkah, Krist? Benarkah, kau baik-baik saja?"

"...Tidak." Now or never, Krist!

The One I LoveOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz