4

3.8K 643 29
                                    


.
.
.

Seongwu melirik ponselnya yang tergeletak manis di samping buku tebal yang sedang dia buka tanpa fokus dibaca. Ponsel yang tak menunjukkan tanda-tanda kehidupan, persis seperti jenisnya benda mati.

Helaan napas lelah keluar dari bilah bibirnya. Sudah lima hari ini ponsel berlogo apel digigit itu tak menampilkan notifikasi pesan dari seseorang. Siapa lagi selain Daniel. Hanya pemuda itu yang tak pernah bosan mengiriminya pesan kecuali lima hari ini.

Di bar pun Seongwu tak melihat kehadirannya. Hampir setiap hari Seongwu mampir ke bar dan hanya bertemu anggota gang teknik lainnya. Bertanya pada mereka pun hanya akan menimbulkan kecurigaan.

Jika Seongwu sedang mengendarai mobilnya dan melewati fakultas teknik, refleks laju mobilnya melambat. Matanya akan mencari sosok Daniel yang perawakannya sudah Seongwu hapal bahkan jarak jauh sekalipun.

Tidak. Seongwu tidak merindukan Daniel, Seongwu hanya penasaran. Apa Daniel sangat sibuk?

"Kekasihmu tak menghubungimu? Syukurlah, sepertinya dia baru sadar kalau waktunya terbuang percuma jika bersama denganmu."

Seongwu mengerjap.

Daniel sudah menemukan orang lain?

Sungwoon?

Atau Daniel baru sadar kalau perasaannya pada Seongwu itu hanya sekedar rasa tanggung jawab? Bukan perasaan suka seperti yang dia katakan pada Seongwu.

Seongwu menampar pipinya. Untuk apa dia memikirkan perkataan Minhyun. Lagipula Seongwu seharusnya bersyukur dia bisa kembali ke kehidupan semula tanpa ada Daniel.

Seharusnya. Tapi kenapa Seongwu merasa takut?

Seongwu menghela napas. Kepalanya dia taruh di atas buku dengan pipi kiri yang menyentuh kertas. Merogoh saku hoodienya dan mengeluarkan dua batang lolipop.

Seongwu bukan penyuka makanan manis, terlebih permen. Bisa dikatakan dia anti. Tapi setelah Daniel mengatakan dengan semangat dan matanya memancarkan kesungguhan bahwa dia akan berhenti merokok, Seongwu tiba-tiba menstok beberapa bungkus permen di lemari makanannya.

Sial. Seongwu jadi ingin melihat senyuman Daniel tiap kali pemuda itu mengucapkan terima kasih karena Seongwu memberinya permen.








.
.
.









Seongwu mengedarkan pandangannya, mencari sosok Minhyun yang sudah terlebih dulu datang. Minhyun memang cocok mendapat predikat teman terbaik karena meninggalkan temannya sendirian kesulitan mengerjakan tugas hanya karena pesta. Akhirnya matanya menemukan Minhyun yang melambaikan tangan dari pojok ruangan.

Langkah Seongwu berhenti saat matanya menangkap sosok Daniel tengah menenggak segelas alkohol dengan seorang wanita bergelayut di lengannya tak jauh dari tempat Minhyun. Teman-temannya yang lain terlihat tak peduli, mereka asik minum sambil bercanda.

Cih. Tentu saja itu bukanlah pemandangan baru lagi.

"Lama sekali. Tugasmu sudah selesai?"

Seongwu mendelik pada Minhyun lalu merebut gelas di tangan pemuda itu. Mengabaikan tatapan protes dari si pemilik gelas Seongwu langsung menghabiskan isinya.

"Aw!"

"Baru juga datang seenaknya rebut gelas orang!"

Seongwu nyengir, memeluk Minhyun dari samping dan meletakkan dagunya di pundak pemuda itu. "Karena Minyonie menyebalkan."

Minhyun memutar bola matanya jengah. Berusaha mendorong Seongwu menjauh namun yang ada Seongwu malah semakin menempel. Menyerah Minhyun memilih mengisi kembali gelasnya lalu meminumnya sedikit.

Teman-teman dari fakultas fisip lain yang menyaksikan adegan tersebut malah tertawa kencang. Mereka sudah terbiasa melihatnya.

"Seongwu."

"Oh, kak Jinyoung!"

Seongwu melepaskan pelukannya pada Minhyun dan memaksa Minhyun untuk bergeser. Jinyoung tersenyum lalu mendudukkan dirinya pada space yang Seongwu sediakan.

"Berpesta, huh?" Jinyoung melirik meja yang penuh.

"Merayakan kepindahan Jaehwan di apartemen baru, Kak." Seungcheol menjawab, Jinyoung paling hapal juniornya itu karena mereka pernah menyelenggarakan acara amal bersama.

"Oh, selamat, Jaehwan! Kenapa tak merayakannya di tempat barumu?"

"Dia tak akan mau membiarkan tempatnya kacau, Kak."

Jaehwan memukul kepala Sanggyun. Jinyoung mengangguk-angguk, dia bisa mengerti alasan Jaehwan karena Jinyoung sering merasakannya.

"Kalau ku tau kau akan ke sini, aku bisa menjemputmu, Seongwu."

"Aku memang terbiasa menghabiskan akhir pekan di sini, Kak. Mencari hiburan tersendiri." Seongwu nyengir. "Aku baru melihat kau di sini, Kak."

"Ah, temanku mengundangku minum di sini. Dan ini memang pertama kalinya aku ke sini."

Seongwu mengangguk-angguk paham.

"Kau bawa mobil, Seongwu?"

"Mobilku masih di bengkel."

"Kau bisa ikut denganku pulang nanti."

"Tak perlu, Kak. Aku akan menumpang di mobil Minhyun."

"Santai saja. Lagipula kita searah." Jinyoung berdiri, mengusak surai kelam Seongwu. "Aku harus pergi. Hubungi aku saja jika kau ingin pulang, Seongwu."

"Tak perlu repot. Aku akan mengantarnya pulang."

"Oh, Daniel?"

Daniel mengalihkan tatapan dinginnya dari Jinyoung pada Seongwu yang menatapnya dengan mata yang terbuka lebar. Diraihnya tangan Seongwu hingga pemuda itu berdiri di belakangnya.

Seongwu melirik Minhyun yang menatapnya seolah-olah bicara 'kau berhutang cerita, sialan'. Seongwu meneguk ludah. Dipastikan besok Minhyun akan mencercanya dengan puluhan pertanyaan.

"Aku akan mengantarnya pulang sekarang juga dengan selamat. Permisi."

Tanpa menunggu tanggapan akan ucapannya, Daniel menarik tangan Seongwu ke luar bar.

.
.
.

Sorry for typos.
Vomment?

C u on the last chap!❤️

Are you crazy? [OngNiel] ✅Where stories live. Discover now