43 : nothing a reason

Start from the beginning
                                    

"Bercanda kamu keterlaluan, Na."
Ucap Guanlin seraya tersenyum hampa.

"Aku nggak bercanda, aku harap kamu terima semua ini." Timpal Nana, tanpa berani menatap manik mata Guanlin.

"Aku, bener-bener nggak ngerti. Beberapa hari yang lalu, aku lamar kamu dan kamu terima itu. Dan sejak 3 hari terakhir pula, kamu menghilang, setiap aku Dateng ke rumah, mereka bilang kamu nggak ada dirumah."
Jelas Guanlin.

Dirinya benar-benar diterpa kehampaan, juga rasa sakit.

"Ada apa sebenarnya, Na?" Tanya Guanlin lagi.

"Kamu nggak perlu tahu, cari wanita lain yang lebih sempurna dari aku, Lin."
Ucapnya mantap.

"Kamu bahkan terlalu sempurna buat kekurangan aku,"

"Lin, aku mohon. Terima keputusan aku, hubungan kita sampai disini aja, lupain aku dan cari perempuan yang lebih baik dari aku." Nana hampir terisak, namun dengan segenap tenaga ia tahan.

Keputusannya ini sudah ia pikirkan sejak beberapa hari terakhir. Ia tidak ragu. Namun, ia juga tidak tahu, apakah ini keputusan yang terbaik atau tidak.
Semoga saja ini yang terbaik, ia tidak ingin menyakiti hati lelaki itu lebih lama.

Ia tidak ingin membuat Guanlin kecewa.

"Aku bener-bener nggak ngerti,"
Lirih Guanlin. Suaranya bergetar.

Guanlin tidak pernah menyangka jika Nana akan membuat keputusan seperti ini dengan mudah, hanya dalam waktu 3 hari, bahkan tanpa ada sebuah masalah sebelumnya.

"Tolong jelasin, kenapa kamu tiba-tiba membuat keputusan seperti ini Na?"
Tanya Guanlin, namun jawaban Nana hanya gelengan pelan kepalanya.

"Na, hatiku...sudah kamu bawa jauh bertahun-tahun lamanya. Dan sekarang, kamu minta aku buat menjauh dan melupakan hubungan kita??"
Ujar Guanlin, suaranya terdengar penuh luka. Membuat Nana semakin bersalah padanya.

Guanlin memegang kedua bahu Nana yang bergetar, memaksa Nana agar memandang kedua manik matanya yang mulai memerah.

"Nana, jelasin semuanya!"
Pinta Guanlin, dengan nada sedikit menuntut.

Nana mulai menitikkan air matanya, ia kira, segenap tenaganya tadi mampu menahan tangisnya yang mungkin akan keluar. Namun gagal, ia mulai menitikkan air matanya, dan meninggalkan jejak di pipinya yang tidak segembung dulu.

"Kamu nggak akan ngerti."

"Jelas aku nggak bakal ngerti kalo kamu nggak jelasin apapun." Potong Guanlin cepat.

"Aku dijodohin, sekarang kamu puas?"
Ucap Nana sekenanya.

Bohong,

Dia berbohong.

"Apa?" Lirih Guanlin, cengkeraman nya pada bahu Nana mulai mengendur.

Tidak, Guanlin tidak langsung memercayai ucapan gadis dihadapannya.
Ia tahu betul, Nana tidak mungkin segera menerima keputusan orangtuanya begitu saja, mengingat dirinya yang keras kepala. Juga orangtuanya yang selalu menerima kehadiran Guanlin dalam keluarganya.

Always Lin [Lai Guanlin]Where stories live. Discover now