Winchester

58 1 0
                                    


-Mimosa-


Suara ombak, teriakan dari semua orang diatas kapal, hingga derik-derik rantai di kaki kami, membuat semua suara ditengah laut seolah tertutup dengan keberadaan kami. The Queen Venicia, dibawah naungan kapten John Smith, menjadi salah satu kapal pengangkut budak yang terkenal hingga seluruh dataran Eropa. Hari ini aku berada didalam kapal tersebut, terantai, terluka dan menyerah. Bersama anak-anak yang lain, aku rasa diriku kurang beruntung bisa berada di dalam kapal ini.

Beberapa dari kru awak kapal mabuk kerap kali datang kepada kami. Tak jarang kami mendapatkan tindakan kasar pada mereka kecuali aku, ya, hanya padaku.

Bagi sang kapten, aku adalah barang bernilai tinggi dan hanya dia yang boleh menyentuhku. Meski begitu mungkin beberapa tamparan dan pukulan pernah melayang kearah tubuhku, aku tidak ingat.

Kepada kami, hanya ada satu kru yang berbaik hati. Namanya Martin, bisa kubilang jika ia adalah anak baru di kapal tersebut. Ia masih cukup belia, mungkin sekitar belasan tahun, tubuhnya putih dan perawakannya tidak terlalu tinggi. Tatapannya sayu sehingga terlihat sangat hangat. Tugasnya adalah menjaga dan memberi makan kami, tapi sesekali ia juga bertugas untuk menyiapkan bir yang dipesan oleh senior mereka. Ia selalu ramah pada kami.

Hari ini kami akan menuju Inggris. Setelah 30 hari berada terombang-ambing di tengah laut, menjarah beberapa kapal perompak lain, akhirnya kami akan tiba di Essex, kemudian menyebrang sedikit hingga akhirnya tiba di London. Beberapa calon pembeli kami sudah menunggu disana, hanya tinggal menunggu keberuntungan. Apakah kami akan dijadikan pelayan? Pegawai toko? Atau dijadikan seorang pelacur. 

Decit tali yang diikat pada tiang, suara jangkar di turunkan dan beberapa box di bagian lambung kapal pun dikeluarkan. Kami digiring bagaikan hewan, saling berpegang satu sama lain. Pakaian kami terlihat sangat lusuh, begitu lusuh hingga beberapa bagian tubuh kami terekspos keluar. Sebagian dari kami adalah laki-laki, dan sebagian laginya adalah perempuan. 

Entah bagaimana caranya, Kapten John Smith yang seorang perompak bisa memiliki hubungan dengan pemerintahan London dimana pada saat itu ultimatum tentang pemburuan perompak sedang gencar-gencarnya dilakukan. John Smith bisa berjalan bebas dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain. Perompak lain yang melihat benderanya langsung memilih berputar. Namun hanya ada satu bendera kapal yang ia takuti, bendera bergambar ular hitam dengan mata merah. Aku tidak tahu pasti, apakah itu kapal perompak juga?

"Berikan salamku pada Kapten Mori,"

"Jika itu adalah dirimu, aku memilih mati daripada menyampaikan perkataanmu, perompak sial"

"Sebegitu bencikah kau pada perompak? Padahal pendapatan mu berasal dari perompak yang bekerja sama dengan pemerintahan! Haha penjilat!"

"Berapa yang kau bawa?"

"Cukup banyak, sekitar 8 budak, semua berasal dari Asia. Dan sebagian lagi aku merebutnya dari kapal perompak lain."

"Sudah ada pemesan?"

"yang itu milik Lord Karius, aku dengar hari ini ia sedang berada di London dan kami akan melakukan transaksinya sekarang." sang kapten menunjuk padai Yin Hua, gadis yang ia temukan dari kapal perompak lain yang sempat berlabuh di Tiongkok.

"100 koin emas untuk transaksi"

Kapten sempat berbicara dengan anggota angkatan laut tersebut. Kami pun diseret masuk kedalam sebuah kereta kuda. Beberapa anggota kru kapal naik keatas kuda. Sebagian banyak dari mereka tertunduk dan berdoa, berharap seseorang akan membeli mereka untuk dibebaskan. 

Sehari pun berlalu, kami berada di tengah kota London. Alun-alun, kesitulah kereta kuda sang kapten membawa kami. Tatapan jijik dari orang-orang di sekitar alun-alun, dan beberapa dari mereka memandang tajam penuh nafsu. Mereka biasanya orang-orang pemilik bar atau tempat prostitusi tertutup lainnya. Sebagian dari kami memang akan dijual sebagai pelacur ke tempat itu. Dan bagi kami, mati adalah suatu hal yang lebih baik daripada itu.

MimosaWhere stories live. Discover now