#2

9 2 0
                                    

"Tahu tidak toilet di mana?"

"Kurasa di lorong 03, bisa juga di lorong 04. Katanya mereka membangun toilet baru.  Tapi toiletnya belum jadi sih. Kau mau yang mana?"

"Kalau begitu, mendingan kau diam saja! Sudah jelas aku harus kemana!" Timpal Mere kesal pada Carl.

 Inilah hari pertama mereka sekolah, dan tentu saja butuh waktu bagi mereka untuk mulai terbiasa.

Terutama karena sekolah yang luas ini, membutuhkan denah agar tidak tersesat atau salah masuk ruangan. Namun denah ini hanya berada di dekat gerbang yang tak mungkin ditempuh mereka hanya untuk mencarikan toilet bagi Mere.

"Nathalie Edelweiss yang cantik dan cute, temenin aku dong ke toilet!"

Mere memohon dengan wajah memelas. Tak lupa ia menambahkan seribu kedipan matanya agar dapat memancarkan aura anak kucing yang malang.

"Oh Meredith Tanfreystocvh, tolong jangan ganggu aku dulu. Aku sedang belajar, kau lihat?!" Nathalie menjawab dengan mengerucutkan sedikit bibir merah mudanya.

"Ayolah Natha.. Apa kau tega kehilangan sahabatmu yang super gaul ini karena dimakan hantu lorong 03?"

Jason menatap Mere dengan tatapan tak percaya yang membuat Mere linglung sebentar. 

"Apa Josh?"

 Tapi berselang beberapa menit kemudian, ia mulai menyadari sesuatu yang membuatnya merutuk sendiri.

"Hantu? Yang benar saja Mere. Kalau kau memang mau membujukku, tidak perlu mengatasnamakan hantu segala. Kau mau mereka sampai tersinggung karena menyalahkan mereka?" Nathalie tertawa kecil.

"Kau tidak tahu ceritanya?" Jason menimpali seakan memperkuat kesalahan bicara oleh Mere.

Carl melipat kedua tangannya di dada, sedangkan Natha mengerutkan dahinya.

" Cerita tentang apa,Josh?" Carl memasang tampang "ingin tahu" yang beraksen pshycotic.

"Hei Josh, kau ini bicara apa?! Ayo, kita tinggalkan saja percakapan tak berbobot ini! But, please Nath, temenin aku. Please!!"Mere memohon dengan ekspresi serius.

"Are you okay, Mere?"Natha melihat gelagatnya yang aneh.

Tanpa menjawab Mere berjalan mendahului mereka. Melihat itu Natha berjalan sedikit lebih cepat untuk mengejar Mere dan berjalan beriringan dengannya.

Natha menggandeng tangan sobat perempuannya itu, namun tangan gadis berkepang kuda di sampingnya ini tampak dingin, seperti habis menggenggam beberapa ons ice cube. Dingin. Basah. Mere tampak sakit.

"Dia takut akan apa?"tanya Natha dalam hatinya.

"Hei, hei, hei. Kami ikut!" seru Josh tiba-tiba.

"Kau ini kenapa? Masa kau ikut mereka ke toilet sih."Carl kesal.

"Eh, kita hanya mengantarnya sampai melewati lorong itu saja. Lihat Mere, dia pucat. Kalau nanti dia tiba-tiba pingsan bagaimana? Natha, memangnya kamu kuat sendiri?"Lelaki berbadan atletis itu tampak gelisah.

"Oh, begitu. Bilang dong kalau hanya mengantar. Kupikir kau masih menyandang gelar 'Shitty Pervert Asshole' yang kau dapat dari anak-anak pemandu sorak waktu di JHS," tawa Carl memicu tawa Natha.

"Lupakan!"Josh memutar kedua bola matanya.

Tak butuh waktu lama, mereka mulai memasuki lorong 03. Lorong yang gelap, tanpa penerangan sama sekali.

"Aneh banget, kenapa tak ada lampu. Kupikir membeli beberapa bohlam lampu tak akan membuat sekolah ini bangkrut."Keluh Natha.

"Tapi Nath, kudengar sudah beberapa kali lorong ini dipasang penerang, tapi selalu saja rusak atau jatuh dari langit-langit. Mungkin fondasi di bagian sini agak rapuh, makanya bisa jatuh,"Carl menimpali.

The Third HallwayWhere stories live. Discover now