About Time Part 3

151 2 0
                                    

"AAAhhh." Aku terbangun dan menyadari jika semalam aku tertidur, bahkan masker diwajahku masih tertempel meskipun sudah belepotan. Mataku memandang ke sisi sebelah cermin. "Astaghfirullah! Jam tujuh!!" Aku bergegas ke kamar mandi untuk mencuci wajah dan menggosok gigi, dalam keadaan seperti ini mandi adalah hal yang bisa dikesampingkan. Andai saja hari ini tidak ada ulangan oleh Bapak Agus, mungkin aku lebih memilih untuk bolos sekolah.

"Wajahku kenapa?" Ini kedua kalinya aku merasa terkejut. Jujur aku sangat panik saat itu, sudah terlambat ditambah lagi wajahku memerah entah karena apa. Ingin sekali aku menangis, tapi tidak ada waktu untuk itu, aku harus segera ke sekolah.

Alhamdulillah sudah sampai. Aku memang sudah sampai di sekolah, namun tidak berada di kelas melainkan berakhir di lapangan basket. Seorang diri dengan kertas ulangan. Wajahku sudah memerah, kini ditambah lagi dengan sinar matahari yang cukup membuat keringatku bercucuran karena sebelumnya aku sempat berlari di sepanjang koridor kelas. Mengapa aku sial sekali hari ini.

Karena terlambat, bapak Agus tidak mengijinkanku masuk sampai istirahat pertama selesai. Aku duduk bersimpuh, menunduk, dan membenamkan kepalaku ke dalamnya. Kenapa semuanya jadi gini? Andai saja- "AHhh, dingin." Kata- kata yang ada di pikiranku berhenti ketika tiba- tiba aku merasakan sesuatu yang dingin. Aku mengangkat wajahku. Air minum. Setelah mendongak ke atas kudapati Rahma sudah berdiri di sana. Aku tersenyum. "Rahma, kamu nggak marah kan sama aku?"

Rahma merendahkan badannya kemudian duduk di sampingku, namun sebelumnya dengan isyarat, Rahma menyuruhku untuk meminum air yang telah ia bawa sebelumnya. "Marah lah. Aku telfon kamu, malah di-reject, ditelfon lagi udah nggak aktif sampai akhirnya aku telfon ke Mama mu dan katanya kamu lagi ada di rumah Meta. Aku nggak nyangka kamu lebih memilih Meta daripada aku. Padahal kemarin aku berniat mengundangmu ke acara syukuran ulang tahunku."

Astaghfirullah!! Aku sampai lupa jika kemarin Rahma ulang tahun. "Yahh, Rahmaa. Aku minta maaf yaa, aku lupa. Hari ini aku traktir deh. Aku benar- benar nggak bermaksud buat gitu. Kemarin aku hanya belajar kok di rumah Meta. Aku nggak mengajakmu karena kupikir ada sesuatu yang harus kamu kerjakan di rumah."

"Sebegitu pengennya ya kamu jadi Meta?"

Aku terdiam karena terkejut dengan ucapan Rahma. Aku tidak ingin menjadi Meta, hanya ingin seperti dirinya. Apa aku terlalu berlebihan? Apa selama ini aku telah salah?

"Nih." Rahma menyodorkan ponselnya ke arahku, di layarnya terlihat sebuah pengumuman pemenang lomba karya novel dan yang ada di posisi ketiga adalah

"Delisa Purbaningrum?" ucapku mengikuti tulisan yang ada di layar ponsel Rahma. Itu adalah namaku, tapi aku tidak pernah mengirim satupun karyaku untuk mengikuti perlombaan. "Tapi, bagaimana bisa? Ah kamu bercanda ya, mungkin itu nama yang mirip denganku."

"Laptopmu kan masih ada di aku. Jadi tiga hari yang lalu aku nggak sengaja nemuin folder yang isinya cerita- cerita kamu, terus aku baca. Banyak yang ngebosenin sih tapi ada juga yang bagus, terus yang bagus aku kirim kesana."

Mataku berkaca- kaca, sebegitu perhatiannya gadis itu padaku. Bahkan dia rela membaca semua ceritaku. Tanpa pikir panjang aku langsung memeluknya. "Makasih Ma, dan aku minta maaf."

Rahma membalas pelukanku. "Iya Sa. Satu hal yang harus kamu ingat, jadilah diri sendiri."

Seperti yang pernah aku baca, kita tidak bisa menilai mana yang lebih terang antara matahari dan bulan karena keduanya memiliki waktu tersendiri untuk menunjukkan sinarnya masing- masing, begitu pula dengan kita.



Selesaiii... semoga ada pelajaran yang bisa kita ambil dari sini :))

Kumpulan cerpenWhere stories live. Discover now