Gumaman kecil yang hanya ia simpan dalam hatinya. Oh... Siapa sangka wanita itu begitu rapuh. Dia hanya bisa memendam semua kesakitan yang ia rasakan seorang diri.
Dengan airmata yang mengalir, Minyoung memejamkan matanya. Ia merasa lelah, kepalanya terasa berat sehingga ia memutuskan untuk istirahat.

.....

Tepat pukul 02.00 dini hari, Song Min-Young melangkahkan kakinya menuruni anak tangga. tenggorokannya terasa kering, mungkin akibat dari menangis semalaman. Ia berniat untuk mengambil air mineral di dapur. Namun langkahnya terhenti tepat disebuah pintu kamar. Tubuhnya mematung sempurna, kakinya terasa seperti di lem diatas marmer putih itu, air matanya kembali mengalir di pipi mulusnya. Suara itu, suara yang tidak asing lagi baginya. Suara erangan yang sangat nyaring dibalik pintu kamar itu. Minyoung memejamkan matanya, tangannya terkepal kuat. Hatinya perih, Minyoung meremas dadanya dengan telapak tangan kanannya, tubuhnya terkulai lemas diatas dinginnya marmer, dengan air mata yang terus membasahi pipinya.

'Tuhan... Kenapa rasanya harus sesakit ini?'

Apakah kau akan menjunjung tinggi janji yang pernah kau ucapkan untukku? Janji bahwa kau tidak akan meninggalkaku?

Minyoung menjerit dalam hati.

Mengapa hati ini menyimpan sejuta rasa untuknya? Mengapa hatinya harus berlabuh pada seorang pria yang bahkan melupakan semua janjinya dalam sekejap? Mengapa harus Minyoung yang merasakan sakit ini? Apa dosa terbesar yang pernah ia lakukan sehingga Tuhan harus membalasnya dengan cara seperti ini? Ya Tuhan... Ingin rasanya Minyoung menjerit dihadapan Sehun bahwa ia sakit. Ia tidak sanggup lagi. Ia ingin menyerah. Tapi apakah Sehun akan mendengarkan keluh kesahnya? Rasanya, tidak. Minyoung hanya bisa berharap semoga Tuhan berbaik hati memberikan kekuatan untuknya dalam menjalani hidup.

—Its Hurt—

Pagi yang cerah, suara kicauan burung yang terdengar merdu menambah kesan kesegaran dihari minggu ini. Muda mudi hilir mudik berjalan bergandengan tangan dengan senyuman yang mengembang.

Namun tidak untuk wanita yang tengah duduk disebuah kursi meja makan, wajah wanita itu terlihat murung dengan bibir yang pucat pasi. Wanita itu baru saja menyelesaikan acara memasaknya, setelah ia membersihkan seluruh ruangan kecuali satu ruangan di penthouse bergaya eropa itu. Ruangan yang tak lain adalah kamar suami dengan istri keduanya itu.

Wajah wanita itu terangkat saat mendengar suara derap langkah menghampiri tempatnya duduk. Ia hendak berdiri meninggalkan ruangan makan tersebut, namun langkahnya terhenti kala ia mendengar namanya dipanggil dengan suara yang menjijikan, menurutnya.

“Eoh... kau yang menyiapkan semua ini” suara seorang wanita yang tak lain adalah Han Na Mi, menggema diruangan itu. Tangan wanita itu menggandeng lengan Sehun. Tatapan tajamnya tak lepas dari wajah Minyoung, wanita itu menatap minyoung dengan mimik muka mengejek seolah mengatakan 'kau lihatkan? Kami terbangun bersama'
Minyoung hanya bisa menanggapinya dengan senyuman miris. Ia dapat melihat Wajah kedua insan itu terlihat segar sehabis mandi dengan rambut basah yang menambah kesan keromantisan selain dari kesegaran dipagi hari. Yakin, 'lah... siapa saja yang melihatnya pasti akan merasa iri. Sama halnya dengan Minyoung, wajahnya terasa panas, hatinya sakit harus menyaksikan kemesraan kedua insan dihadapannya.

Tak bisakah mereka untuk tidak mengumbar kemesraan dihapannya?

Tangannya terkepal kuat, gejolak hatinya berteriak ingin menumpahkan semua kesakitannya, Tapi siapa sangka, lagi-lagi wanita itu menyembunyikannya dibalik senyuman indahnya.

“Ya,” Jawaban singkat Minyoung membuat Han Nami terlihat geram. Namun Minyoung tak memperdulikannya. Wanita itu kembali melangkahkan kakinya menjauhi kedua insan itu— tanpa memperdulikan tatapan tajam suaminya. Hatinya terlalu sakit, ia tak tahan lagi bila harus dihadapkan dengan kedua pasangan itu.

ITS HURT (END)Where stories live. Discover now