"Alhamdulillah," ucap aku dan Rayan bersamaan.

"Lain kali hati-hati ya, jangan berkelahi lagi. Lebih baik kalau mau berkelahi lagi di Ring saja." Kata dokter mengingatkan sambil tersenyum. Dari awal aku memang berbohong kalau Rayan ini babak belur karena berkelahi dengan temannya.

Kalau di Ring mah bukan main hakim sendiri dok, tapi tanding satu lawan satu di temani wasit. Kalau ngomongin Ring, jadi kangen sama bang Igo. Bisa juga sih aku ajak Rayan buat latihan di sasana milik bang Igo. Kan dia bisa membela diri kalau di keroyok lagi. Tapi aku bukan membenarkan ya agar Rayan menjambret lagi. Latihan bela diri kan bisa buat jaga-jaga kalau sewaktu-waktu Rayan dihadapkan masalah ada orang yang mau jahat sama dia. Buat kesehatan juga.

"Ini resepnya, di tebus di apotek ya mbak. Dan satu lagi, untuk mengobati lebamnya bisa di kompres pakai air hangat ya." Lagi-lagi dokter berkumis tebal ini memberi masukan ke aku dan Rayan.

"Makasih dok."kataku dan Rayan kemudian bersalaman dengan dokter.

Aku dan Rayan berjalan menuju apotek.

"Mbak Mehru sekali lagi makasih ya."

"Ya elah ngomong makasih mulu sih, udah kayak penjaga minimarket aja. Kalau sekali lagi ngomong makasih, dapat hadiah piring cantik loh." ujarku meniru gaya seorang kasir minimarket.

Rayan ikut tertawa, walaupun akhirnya tertahan karena luka di bibirnya.

"Nggak usah ikut ketawa, kalau masih sakit. Sekarang pikirin aja soal Bila."

"Iya mbak, mungkin aku mau cari kerja lagi."

"Sip! Itu namanya adik gue." Ucapku memberikan dua jempol ke Rayan.

"Aku dah dianggap adik ya?"tanya Rayan, membuatku menurunkan kedua jempolku.

Aku memegang bahunya, dan mengangguk setuju.

"Aku ini anak tunggal, cuman tinggal bertiga sama abah dan bunda. Dari awal mendengar cerita lu, gue dah berkomitmen buat jadi kakak kalian."

"Makasih ya mbak Mehru,"ujar Rayan berkaca-kaca.

"Hore dapat piring cantik, silakan diambil di rak piring bunda hehehe."kataku girang bertepuk tangan kayak anak kecil.

Rayan hanya tersenyum dan menggaruk kepalanya malu.

"Soal kerjaan, kamu ikut kerja sama abah aja. Ya memang sih gajinya nggak seberapa. Tapi ya lumayan lah bisa buat makan dan nyekolahin dua adikmu."

"Kerja apa mbak?"

"Abah punya toko bangunan, kalau nggak salah kemarin ada salah satu karyawan abah yang keluar. Dari pada aku yang jadi karyawan abah buat angkut semen sama pasir, mending Lu aja. Kalau mau sih?"tawarku.

"Mau mbak, lagian aku juga cuman sekolah sampai kelas dua SMA." Rayan bersemangat.

"Nanti aku bilang abah. Tapi nggak apa-apa nih kerjaannya berat loh. Kalau nggak ya nanti jadi drivernya bunda aja nganterin cateringan."

"Kerja apa aja mbak yang penting halal. Lagian ini jadi ucapan terima kasihku sama abah dan bunda mau nolongin aku."

"Makasih lagi makasih lagi,,,, gatel kuping gue." Aku menggaruk kupingku, menatap malas ke Rayan.

Asheeqa (SUDAH TERBIT)Onde histórias criam vida. Descubra agora