THE UNTOUCHED DEVIL PART 9

2.6K 249 21
                                    

Arabella marah sekadar marah. Ia mengamuk! Berani sekali iblis itu mengurungnya di ruang bawah tanah yang gelap, lembab,dan dingin ini. Terlebih lagi iblis itu mengikat kedua tangannya di belakang punggung dan merantainya di dinding. Hal itu membuat Arabella tidak dapat meraih azimatnya untuk membebaskan diri dari tempat itu. Seolah belum cukup, iblis itu juga membawa Annabelle bersamanya. Kalau sampai pria yang hendak ditolongnya ini mati, maka Arabella akan menyalahkan iblis sialan itu. Arabella mendelik ke arah punggung penjaganya.
“Hei, kau! Bilang pada tuanmu untuk membebaskanku atau dia akan menyesal!!” teriak Arabella. “Aku bersumpah akan membuat dia menyesal telah memperlakukanku seperti ini! Kuberitahu ya, aku tau semua hal yang ingin dia ketahui dan aku tidak akan sudi memberitahunya meskipun ia bersujud dan memohon padaku!!” teriak Arabella hingga suaranya naik sekian oktaf. Ia terengah setelahnya, tapi puas karena sudah mengeluarkan unek-uneknya. Meskipun balasan yang didapatkannya hanyalah keheningan lainnya. Tehrror bahkan tidak menoleh ke arahnya.
Arabella memikirkan cara lainnya untuk lepas dari ikatannya. Kali ini, jika ia sampai berhasil melarikan diri, ia akan membawa Annabelle bersamanya. Pemikiran itu hanya bertahan sesaat karena sekejap kemudian Arabella sudah sibuk mengutuki segala Aspek yang ada pada Aaron. Lihat saja nanti. Ia akan membalas semua perlakukan iblis itu padanya dua kali lipat daripada ini. Ia akan menyembunyikan Annabelle di tempat yang tak bisa dijangkau meskipun iblis itu memiliki kekuatan besar sekalipun. Biar iblis itu rasa!
Lamunan sadis Arabella berakhis ketika subjek kutukannya muncul. Arabella mendongak ketika mendengar gemerincing kunci dan sel tempatnya dikurung terbuka, dan di sanalah iblis itu berdiri dengan menjulang. Ia menatap Aaron dengan angkuh, tidak ingin menunjukkan kelemahan sedikit pun pada Aaron karena ia yakin kelemahannya hanya akan dijadikan sebagai sarana untuk melawannya. Arabella tidak berniat untuk menyerah, dan kalaupun ia terpaksa menyerah pada akhirnya, ia takkan membuatnya lebih mudah dari yang pantas didapatkan Aaron.
“Wah, akhirnya si Jahat memutuskan untuk mengecek keadaan tahanannya yang tak berdaya,” sindir Arabella sambil melemparkan senyum sinis ke arah Aaron yang berdiri menjulang di hadapannya.
Aaron tidak mengatakan apa-apa, hanya berdiri menjulang di atas Arabella yang mencoba tetap terlihat bermartabat meskipun tengah duduk di lantai yang lembab. Mereka hanya saling menatap untuk waktu yang cukup lama sampai Arabella habis kesabaran dan buka mulut duluan. Tampaknya wanita itu sama sekali tidak sabar menghadapi kebisuan yang hanya membuat geram tersebut.
“Apa? Kalau kau datang hanya untuk memelototiku saja, kuyakinkan kau itu tidak ada gunanya! Aku tidak takut dengan intimidasimu sama sekali!” sergah Arabella. Ia balas mendelikkan matanya pada Aaron.
Aaron mencondongkan tubuhnya ke depan hingga wajahnya sejajar dengan wajah Arabella yang merengut. Kemudian tangannya mencengkeram dagu Arabella dan mendongakkan kepala wanita itu dengan agak kasar. “Aku dapat membunuhmu sekarang juga, tidak peduli kau kakak Annabelle atau bukan,” ucap Aaron. “ Dengan sekali hentak aku dapat mematahkan lehermu ini,” tambahnya dengan suara sedingin es.
Meskipun dalam hatinya Arabella berjengit, ia tetap tidak menunjukkannya di wajahnya. Sebaliknya ia malah semakin memprovokasi Aaron. Menurut pengalamannya, semakin marah lawanmu, maka semakin mudah ia kehilangan kendali dan akan membuat kesalahan.
“Oh ya? Kau yakin ingin membunuhku? Yakiiiiinn???” tanya Arabella dengan nada semanis racun serangga. “Aku tau siapa yang menyebabkan semua kekacauan di rumahmu. Aku juga tau siapa yang mendalangi penyerangan Anna. Kau yakin ingin kehilangan informasi yang berharga seperti itu?”
Cengkeraman Aaron menguat dan Arabella meringis, tapi ia tidak menyerah begitu saja. Ia menunggu reaksi Aaron mendengar ucapannya. Ia tidak sepenuhnya berbohong. Sejauh ini ia tau siapa yang menyerang Annabelle, dan sisanya adalah tabakannya berdasarkan cerita yang ia dengar dari ayahnya sebelum meninggalkannya dalam asuhan Sang Oracle.
“Bisa saja kau berbohong,” balas Aaron.
“Hoo… masih tidak percaya? Mau kusebutkan beberapa hal menarik, hm?” gertak Arabella. “Misalnya saja soal penyerangan yang pertama? Yang kurang lebih membuat rumahmu yang ada di pedalaman gunung itu jadi berantakan?”
Arabella menatap Aaron dengan berani sementara dalam hati ia berharap Aaron akan memakan umpannya. Ia tidak ingin melewatkan sedikit pun reaksi Aaron atas ucapannya. Tidaka akan! Setelah semua perlakuan tidak adil yang diterimanya, ia tidak akan melewatkan kesempatan melihat pria itu mengaku kalah di hadapannya. Ia tidak perlu menambahkan apa-apa lagi karena tampaknya Aaron sedang memikirkan ucapannya. Tapi… tidak ada salahnya menabur lebih banyak umpan kan?
“Aku bahkan bisa lebih berguna dari penyihir peliharaanmu,” kata Arabella dengan suara lirih. “Dia sedang terluka bukan?” tambahnya memanasi. Tentu saja, Arabella hanya membual. Ia tidak mungkin dapat menyaingi seorang penyihir sungguhan. Tapi ia tidak akan sudi mengakuinya di hadapan musuhnya. Siapa tau, mungkin kali ini bakatnya akan berguna juga.
Aaron melepaskan Arabella dan menegakkan tubuhnya. Ia menatap Arabella dengan tatapan yang tak terbaca. Kedua tangannya bersedekap erat di dadanya yang bidang. Ia tau wanita di hadapannya ini tidak sepenuhnya bicara jujur, namun di lain pihak ia juga yakin wanita ini memiliki informasi yang berguna. Lihat saja ekspresinya yang menunjukkan bahwa dirinya sudah menang itu. Aaron tak sudi memberikan kesenangan pada wanita itu dengan mempercayai ucapannya muluk-muluk.
Aaron mempertimbangkan untung ruginya mendengarkan Arabella. Ia bisa menyingkirkan wanita ini dari hidupnya selamanya setelah ia mendapatkan semua informasi yang diinginkannya. Tidak ada salahnya memberikan sedikit kemenangan pada wanita licik ini sebelum ia menemui Sang Pencipta, atau siapapun yang mereka percayai ada di Surga sana. Tapi tentu saja Aaron tidak ingin membuat semuanya tampak mudah. Ia akan membuat wanita itu memohon padanya untuk tidak membunuhnya. Aaron tersenyum dingin pada pemikirannya sendiri. Coba kita lihat seberapa lama kilau kemenangan Arabella akan bertahan jika wanita itu mendengar dirinya akan dikurung di sel ini semalaman.
“Baiklah,” kata Aaron lambat-lambat. Ia membiarkan Arabella terlihat senang untuk sejenak, lalu melanjutkan ucapannya, yang langsung menghapuskan senyum Arabella. “Silahkan nikmati malammu di sini. Aku akan kembali besok pagi,” katanya.
Mulu Arabella terbuka tak percaya. Selama beberapa detik ia hanya tergagap tanpa sanggup mengucapkan balasan cerdas apapun. Kemudian jeritan marahnya menggema di seluruh ruangan itu. Sumpah serapah kasar meluncur tak terkendali dari bibirnya dan kakinya menendang-nendang tak terkendali, berusaha menjangkau Aaron yang berdiri di jarak yang aman dan mengamati Arabella dengan penuh kepuasan.
“Iblis sialan terkutuk! Brengsek kau! Aku tidak punya waktu semalaman untuk mendekam di sini!” jeritnya marah.
“Kalau begitu menyerahlah,” tandas Aaron.
Arabella menatap sengit ke arah Aaron yang berani-beraninya menyeringai ke arahnya. Kalau saja tangannya tidak terikat di belakang punggungnya, mungkin Arabella sudah akan menjambak rambutnya hingga lepas. Tidak, akan lebih baik kalau Arabella menjambak rambut Aaron dari kulit kepalanya hingga iblis itu botak seluruhnya. Lalu ia akan mencakar kedua bola matanya dan menjadikannya makanan ikan. Ia akan mencincang tubuh iblis itu hingga tak bersisa. Selama semenit penuh pikiran itu sanggup menghibur Arabella sebelum akhirnya ia kelelahan karena amukannya sendiri.
Pikiran lain mulai menyingkirkan pikiran penuh balas dendamnya dan semakin ia memikirkannya, semakin ia sadar kalau dirinya tidak punya pilihan selain menyerah. Tapi ide untuk menyerah kalah di bawah belas kasihan iblis meninggalkan rasa asam di tenggorokannya sehingga sekeras apapun ia memaksakan diri, ucapan itu tetap tidak terucap. Sebaliknya, ia malah memelototi Aaron, yang dibalas Aaron dengan menaikkan sebelah alisnya.
Arabella mengertakkan rahangnya. “Baiklah! Kau menang! Aku menyerah, puas?!” geramnya.
Salah satu sudut bibir Aaron terangkat oleh senyum kemenangan dan ia berjalan mendekat ke arah Arabelle. “Tapi kau harus membiarkanku membawa Annabelle. Aku tidak bisa melakukannya tanpa bantuan Annabelle,” lanjut Arabella.
“Tergantung apakah ceritamu menjawab pertanyaanku atau tidak,” balas Aaron.
“Kau harus berjanji padaku! Kalau tidak, aku tidak akan mengatakan yang sesungguhnya,” kata Arabella.
“Baiklah, aku berjanji,” kata Aaron. Dan neraka akan membeku sebelum ia menepati janji itu.
Arabella tentu saja tidak menaruh curiga pada Aaron karena ia sudah kehabisan akal untuk melawan Aaron. Ia hanya terpikir akan kondisi pria yang ditolongnya, apakah dia masih hidup atau tidak. Jika pria itu sudah mati, maka sia-sia saja usahanya. Kalau tidak, ia harus segera membawa Annabelle untuk menolong pria itu. Arabella sendiri tidak tau mengapa ia begitu peduli pada pria itu, padahal instingnya mengatakan kalau pria itu lebih bermasalahan daripada yang terlihat. Buktinya saja pria itu mencoba untuk membuntutinya. Bagaimana kalau ternyata pria itu ada hubungan dengan orang-orang yang mengincar Annabelle dan dirinya? Arabella menepiskan pikiran itu dari benaknya. Ia akan memikirkan hal itu nanti.
“Baiklah! Kalau begitu, bawa aku menemui Anna dan akan kuceritakan semua yang kuketahui,” kata Arabella.
Aaron berbalik dan memberi tanda kepada Tehrror untuk membawa Arabella. Ia memberikan perintah agar tidak melepaskan tangan Arabella dengan suara rendah sehingga Arabella tidak akan mendengarnya. Tehrror mengangguk samar dan melepaskan tahanan mereka. Ia bahkan membantu Arabella berdiri dan bersikap cukup sopan padanya.
“Tunggu, tanganku masih terikat,” kata Arabella ketika Tehrror mulai menggiringnya ke luar dari sel.
“Memang sengaja tidak dilepas,” jelas Tehrror. “Sebagai tindakan pencegahan siapa tau Nona mencoba untuk menyerang tuanku lagi,” lanjutnya.
Arabella mendengus. “Seharusnya aku yang waspada! Aku manusia sedangkan kalian ini iblis! Siapa tau kapan kalian memutuskan akan memakanku kan?”
“Kami sudah tidak memakan daging manusia selama ratusan tahun,” kata Tehrror.
“Mungkin saja kebiasaan itu belum hilang,” balas Arabella.
Tehrror mengabaikan Arabella selama sisa perjalanan dan terus menggiring wanita itu agar terus berjalan ketika Arabella mencoba untuk mengintip ke dalam ruangan-ruangan yang mereka lewati.
Akhirnya mereka sampai di sebuah ruang duduk yang hangat dan nyaman. Arabella gemetar karena kehangatan yang mulai meresap ke dalam tulang-tulangnya yang membeku. Ia bahkan menghembuskan napas lega dan tidak malu-malu ketika bergegas ke depan perapian yang menyala riang.
Annabelle yang sudah menunggu mereka sedari siang langsung menghampiri saudarinya dengan khawatir. “Arabella, kau baik-baik saja?” tanya Annabelle ketika ia memeriksa keadaan Arabella. Ia berniat langsung mengobati kakaknya kalau-kalau ia terluka, namun setelah pemeriksaan singkat yang ia lakukan, ia tidak menemukan adanya luka apapun. Annabelle menghembuskan napas lega sebelum ia menyadari tangan Arabella yang masih terikat di balik punggungnya.
“Mereka takut aku akan kabur,” gerutu Arabella ketika Annabelle bertanya kepadanya.
Annabelle baru akan meminta Tehrror untuk melepaskan Arabella ketika dilihatnya kernyitan Aaron. Annabelle ragu sesaat sebelum akhirnya ia menyerah dan duduk di sofa di sebelah Arabella, berhadapan dengan Aaron yang duduk di satu-satunya sofa tunggal di ruangan itu.
“Mulailah bercerita,” perintah Aaron.
Arabella menarik napas. “Baiklah. Kau mau aku mulai dari mana? Dari awal, pertengahan, atau bagian terbaru saja?”
“Kau pikir dirimu pintar ya?” sinis Aaron.
Arabella memamerkan senyum cemerlang. “Tentu saja,” balasnya.
“Dari awal,” perintah Aaron.
“Okeee… Semua ini adalah apa yang aku dengar dari ayahku sebelum ia menitipkanku pada Sang Oracle,” kata Arabella memulai cerita, Ia tersenyum ketika mmelihat alis Aaron terangkat mendengar kata Oracle. “Benar, Oracle yang itu. Nah, waktu itu usiaku masih sangat muda, tapi aku punya ingatan yang sangat baik. Tentu saja, karena kami masih memiliki pertalian darah dengan…” Arabella ragu sejenak sebelum melirik Annabelle. “… dengan manusia serigala, sebenarnya.
“Ayah kami dulunya adalah Alpha Male dalam kawanannya, namun ketika ia jatuh cinta pada ibu, dia meninggalkan kawanan dan hidup bersembunyi. Kata Ayah, itu untuk melindungi kami dan keturunan kami kelak. Ia tidak ingin Kawanan mengambil kami dan menggunakan kami sebagai alat untuk menghasilkan keturunan bagi Kawanan. Ketakutan Ayah semakin terbukti ketika ras manusia serigala semakin berkurang. Apalagi entah bagaimana kami berdua terlahir murni sebagai manusia, kecuali kami memiliki kemampuan supernatural yang tidak dimiliki oleh manusia biasa,” kata Arabella. Ia melirik Annabelle yang tampak tercengang mendengar penuturannya, tapi apa boleh buat. Annabelle memang tidak mengingat semua itu karena ia terlalu kecil saat itu. Terlebih lagi banyak ingatannya yang disegel oleh Oracle agar dia bisa hidup layaknya manusia biasa bersama keluarga ibu mereka.
“Ayah mendengar kabar kalau Kawanan menginginkan kemampuan kami. Oleh karena itu, ia membawa aku dan Annabelle pergi. Pertama ia menitipkanku pada Oracle agar melindungiku dan mengajariku semua yang kuperlukan untuk bertahan hidup. Ayah juga meminta Sang Oracle untuk meningkatkan kemampuan yang kumiliki. Aku tidak diberitau apa pengorbanan yang harus Ayah lakukan sebagai pertukaran dengan Oracle, yang aku tau, Ayah menyegel ingatan Annabelle dan memaksa bibi kami untuk menjaga Annabelle. Setelah hari itu, aku tidak pernah melihat Ayah lagi,” ungkap Arabella.
Hening sejenak ketika Arabella membiarkan cerita itu mengendap ke dalam pikiran Annabelle dan yang lainnya. Dan selanjutnya, ia akan berbicara sesuai dengan hipotesisnya sendiri. Ia tidak tau sejauh apa hipotesisnya mendekati kebenaran, akan tetapi itu lebih baik daripada tidak ada sama sekali.
“Lanjutkan,” perintah Aaron.
Arabella melirik Aaron dengan sebal, tapi ia tetap melanjutkannya. “Selama bertahun-tahun aku hidup dalam persembunyian dan hanya dapat mengawasi Annabelle dari cermin. Kemudian beberapa bulan lalu aku mendapatkan kilasan buruk yang melibatkan Annabelle. Aku melihat bayang-bayang kegelapan yang melingkupinya dan apa yang kemudian terjadi padanya. Tentu saja, aku berusaha untuk memberitahunya, namun aku tidak bisa keluar tanpa persetujuan. Dan lagi, belum saatnya aku mencari Annabelle. Lalu, ia bertemu denganmu. Kupikir suatu kebetulan yang luar biasa karena ia diselamatkan oleh iblis sepertimu. Dan kupikir pasti akan lebih aman bagi Anna jika dia berada di bawah atapmu. Iblis-iblis lain tentunya tidak akan berani mendekatinya,” kata Arabella. Namun matanya menyorotkan kejengkelan yang tidak ia tutupi ketika ia kembali melanjutkan ceritanya. “Tapi ternyata dugaanku salah. Anabelle tetap saja berada dalam bahaya. Karena itulah aku memohon agar diijinkan untuk bertemu dengan Annabelle. Aku datang untuk memperingatkannya agar berhati-hati dan menjaga jarak dari kalian!”
“Ara…”
“Sungguh menyebalkan karena tidak ada yang bisa kulakukan selain melihat saja. Tapi sekarang keadaan berubah. Tidak lama lagi mereka akan muncul. Aku tidak tau apa tujuan mereka mengincar Annabelle, tetapi aku yakin mereka akan melakukan apapun untuk mendapatkan Annabelle,” kata Arabella.
“Siapa yang menginginkan kalian?”
“Dugaanku? Mungkin saudara jauh Ayah memutuskan bahwa kami cukup berharga untuk kawanan. Ingat, mereka hanya tau kami adalah manusia biasa. Kalau kami manusia biasa, maka kami tidak akan berubah ketika bulan purnama. Dengan begitu kecil kemungkinan bayi-bayi yang kami kandung akan keguguran sehingga mereka bisa tetap mempertahankan keturunan mereka,” kata Arabella. “Aku haus, tidak bisakah aku diberi minum setelah aku bercerita panjang lebar?” tambahnya.
Annabelle yang bisanya pasti akan langsung menyiapkan minuman, akan tetapi kali ini ia hanya duduk terdiam dan mencerna semua cerita Arabella. Semuanya terdengar begitu fantastis sehingga sulit dipercaya. Dunia yang selama ini ia yakini ternyata tidak seperti yang ia bayangkan. Makhluk-makhluk yang selama ini hanya ia anggap mitos ternyata benar-benar ada dan mendiami dunia ini sama seperti manusia biasa.
Semuanya terlalu membingungkan bagi Annabelle hingga ia sulit untuk memercayainya. Jadi, ia hanya duduk termenung. Banyak hal yang tidak ia ingat dan itu membuatnya frustasi. Mungkin kenangannya yang hilang hanyalah kenangan masa kecilnya, tapi itu saja sudah sangat berharga baginya.
“Nah, sudah kukatakan semua yang kuketahui,” kata Arabella, memecahkan keheningan. Ia menatap Aaron. “Sekarang biarkan aku membawa Annabelle. Tenang saja, aku pasti mengembalikannya ke sini. Aku masih menganggapmu layak untuk menjaganya,” lanjut Arabella.
“Masih ada yang belum kau ceritakan,” kata Aaron.
“Hah? Apa lagi yang mau kau ketahui??” tanya Arabella.
“Kenapa kau ingin membawa Annabelle.”
“Oh… aku belum cerita ya?” sahut Arabella polos.
Aaron mengertakkan giginya dan memberikan tatapan memperingatkan ke arahnya, tetapi Arabella tidak peduli. Ia benar-benar enggan menceritakan alasan ia datang mencari Annabelle. Ia hanya ingin membawa Annabelle sebentar dan kembali tanpa perlu menceritakan semuanya, akan tetapi melihat Aaron terus diam dan menatap ke arahnya dengan tatapan keras, Arabella tau kesempatannya untuk merahasiakan sebagian alasannya kemari. Arabella mencebik dan menatap Aaron dengan jengkel.
“Singkat cerita, aku mengalami musibah dan ada seseorang yang terlibat. Yah, orang itu bisa dikatakan terluka karena menolongku dan sekarang berada dalam kondisi antara hidup dan mati,” kata Arabella. Ia melirik Annabelle. “Karena itulah aku memerlukan bantuan Annabelle…” ucapnya lagi.
Annabelle memajukan tubuhnya. “Tentu saja aku akan…”
Aaron langsung memotong ucapan Annabelle. “Kau akan diam di sini sampai aku memberi ijin padamu,” ketusnya. Ia lantas menatap Arabella seakan-akan wanita itu sudah gila. “Kau, di antara semua orang, seharusnya menjadi orang yang paling mengetahui akibatnya jika Annabelle menggunakan kemampuannya,” lanjutnya dengan nada keras dan gigi terkatup.
“Tentu saja aku tau,” tukas Arabella.
“Dan seharusnya kau tau apa akibatnya kalau dia menyembuhkan orang yang sedang sekarat, padahal sekadar menyembuhkan luka saja ia sudah kelelahan!”
Arabella mengernyit ke arah Aaron akan tetapi ia tidak menemukan bantahan yang baik tanpa menjadikan dirinya tampak tidak peduli pada Annabelle. Setelah lama terdiam, akhirnya Arabella bersuara.
“Aku tidak bermaksud meminta Annabelle untuk menyembuhkannya sampai benar-benar sehat, hanya membantu menutup luka dan melenyapkan racunnya saja,” gumam Arabella. “Dan kalau memang Anna terlihat tidak kuat, tentu saja aku akan menghentikannya,” lanjutnya.
Aaron menyilangkan kedua lengannya di depan tubuhnya. Ia tetap menatap Arabella tajam seolah-olah Arabella adalah penderita wabah pes yang harus segera disingkirkannya. “Dan bagaimana caranya kau mengetahui kapan dia mencapai batasnya?”
“Aku pasti akan tau,” sergah Arabella. Ia menatap sengit ke arah Aaron. “Dan kita benar-benar tidak punya waktu lagi! Selama kita bicara saat ini, pria ini mungkin saja sudah mati! Semakin lama kau menghalangiku, maka semakin sedikit waktu yang kita punya untuk menyelamatkannya,” lanjut Arabella.
“Aku ingin menolongnya,” kata Annabelle pelan. Sejauh ini ia membiarkan Arabella dan Aaron berbicara atas namanya, namun lama kelamaan pembicaraan mereka tidak juga mencapai kemajuan. Annabelle merasa mereka hanya berputar-putar di tempat yang sama sementara ada orang yang harus mereka tolong.
Aaron dan Arabella secara otomatis menoleh ke arah Annabelle. Keduanya memiliki ekspresi yang berbeda dan juga sahutan yang berbeda, akan tetapi kali ini Annabelle memutuskan untuk tidak menghiraukan mereka. Ia sudah mengambil keputusan dan ia harap keputusannya ini dapat menyelamatkan nyawa orang lain. Meskipun Annabelle masih belum bisa menyerap semua informasi yang didapatnya hari ini—tentang iblis, manusia serigala, dan yang lainnya—tapi Annabelle sudah menangkap inti dari kemunculan Arabella di rumah itu.
“Jika kemampuanku dapat membantu menyelamatkan nyawa orang lain, tentu saja aku ingin membantu. Aku tidak akan dapat tidur dengan nyenyak mengetahui ada seseorang yang meninggal padahal aku dapat menolongnya,” kata Annabelle.
Aaron memotong dengan pedas. “Bahkan kalaupun taruhannya adalah nyawamu?”
Annabelle menatap Aaron dengan teguh, meskipun kedua tangannya saling bertaut dengan erat di atas pangkuannya. “Ya, kalau perlu,” sahutnya.
“Tentu saja kau akan menjawab seperti itu,” gerutu Aaron dengan suara lirih. Entah bagaimana ia tidak suka membayangkan wanita itu terbaring lemas karena menggunakan semua kemampuan penyembuhannya untuk menolong orang asing yang sama sekali tidak dikenalnya. Aaron lebih tidak senang lagi kalau wanita itu sampai mati dalam prosesnya. Padahal seharusnya ia biarkan saja Arabella membawa Annabelle dan selesailah sudah semua masalahnya. Ia tidak perlu lagi berurusan dengan musuh yang tidak ia ketahui, rumahnya takkan lagi diserang di tengah malam, dan lagi ia tidak perlu merasakan dorongan konyol untuk melindungi wanita itu.
Aaron mendengus dalam hati. Ia adalah iblis yang tidak peduli pada orang lain, apalgi jika itu adalah manusia. Tujuan utamanya setelah lepas dari segel adalah mencari cara untuk lepas dari sisa kutukan yang mengekakng kekuatan aslinya dan bebas untuk selama-lamanya. Tapi di sinilah ia, menghadapi dua wanita yang sama sintingnya, dan ia belum dapat memutuskan langkah apa yang akan diambilnya. Kalau ada Ash atau Lexi di sini, ia yakin mereka akan menyuruhnya lepas tangan atau mengurusnya sampai selesai. Namun, mengingat Ash sudah jauh berubah akibat pengaruh Sherry, maka pendukungnya mungkin hanya tinggal Lexi seorang. Itupun jika sepupunya itu ada di saat ia memerlukannya.
Aaron mengamati kedua kakak beradik itu berbicara dengan suara pelan. Sudah pasti Annabelle sedang menanyakan bagaimana kondisi pria yang menolong Arabella dan Arabella sudah pasti berusaha meyakinkan Annabelle kalau semuanya akan baik-baik saja. Semakin lama ia memberi waktu pada kedua wanita itu, semakin kesal pula dirinya.
“Bawa dia ke sini,” kata Aaron.
Arabella menatap Aaron seakan di kepalanya tumbuh tanduk. “Bagaimana caranya?! Dia sekarat. Se-ka-rat. Sekarat! Kalau kupindahkan, kondisinya mungkin akan menjadi semakin parah! Biar kuberitau ya, dia kehilangan banyak darah dan racun sudah menyebar ke seluruh tubuhnya!” kata Arabella sengit.
“Bawa dia ke sini atau tidak sama sekali,” tegas Aaron.
Arabella membuka mulut untuk membantahnya tapi dibalas oleh Aaron dengan tatapan yang mematikan. Arabella urung mengemukakan pendapatnya karena apapun yang akan dia katakana sudah pasti akan diabaikan oleh Aaron. Ia bisa saja membawa pria itu ke sini dengan menggunakan portal seperti yang biasa ia lakukan. Akan tetapi, ia tidak yakin bisa membawanya dengan tenang. Mungkin akan ada benturan dan sejenisnya ketika mendarat. Arabella menggigit bibir bawahnya dan mempertimbangkan tindakannya.
“Baiklah. Tapi aku benar-benar tidak yakin pendaratan kami akan mulus seperti ketika kami berdiri di atas kedua kaki kami sendiri. Kita harus menyiapkan tempat tidur untuknya. Aku mungkin dapat memindahkan diri kami tepat ke tempat terakhir aku berada,” kata Arabella.
“Tehrror akan mengurusnya,” kata Aaron.
Arabella berdiri. Kemudian ia teringat kalau tangannya masih terikat. Ia memberi tanda untuk melepaskan tangannya pada Aaron. Aaron menjentikkan jari dan ikatan itu pun terlepas. Arabella memijat kedua pergelangan tangannya yang sakit dan sedikit memerah. Ia menggerutu panjang pendek mengenai iblis dan kebiasaan buruk mereka.
Beberapa saat kemudian mereka sudah siap. Arabella dengan enggan menggunakan azimatnya untuk berteleportasi di bawah tatapan mata tajam Aaron. Sedetik ia ada di dalam sebuah kamar kosong yang disiapkan untuknya, detik berikutnya ia menghilang. Suara terkesiap Annabelle menjadi suara terakhir yang terdengar sepeninggal Arabella.
Aaron memilih untuk duduk di kursi dekat jendela. Ia tidak menatap ke arah Annabelle yang jelas-jelas masih belum dapat memercayai penglihatannya. Dari luar ia tampak tenang, namun di dalam pikirannya ia mengulang semua informasi yang sejauh ini ia dapatkan. Semua kembali pada para Werewolf. Ras yang sudah hampir punah akibat kesembronoan mereka yang nekat menantang kaum Vampir demi memperjelas daerah kekuasaan. Jika mereka mengincar Annabelle karena menganggapnya sebagai Female yang tidak bertransformasi ketika bulan purnama, seharusnya mereka juga mengincar Arabella. Kedua wanita itu bisa dikatakan sebagai jalan terakhir untuk mempertahankan ras mereka.
Apabila mereka berhasil mendapatkan kedua wanita itu, entah apa yang akan mereka lakukan. Kemungkinan besar mereka akan memaksa Arabella atau Annabelle untuk berpasangan dan menghasilkan keturunan demi keturunan. Alis Aaron mengerut tak suka membayangkan anjing-anjing itu menyentuh Annabelle. Entah bagaimana, ia merasakan serbuan rasa posesif terhadap wanita itu, yang semakin dikekangnya justru membuatnya semakin terobsesi pada wanita itu.
Aaron menatap Annabelle yang kini mondar-mandir di samping tempat tidur, wajahnya yang ekspresif menunjukkan tingkat kegusarannya. Tidak ada yang istimewa dari wanita itu selain kemampuannya dalam menyembuhkan, atau tubuhnya yang padat berisi di tempat-tempat yang tepat. Tampaknya makan teratur dan istirahat yang cukup telah menaikkan berat badannya. Sekarang ia tidak lagi kurus dan tampak rapuh.
Tidak heran kalau mereka hanya akan menjadikan Annabelle sebagai alat semata.
Arabella kembali dengan seruan yang tidak anggun, memutus pikiran aaron. Sementara Arabella terguling ke lantai, pria yang dibawanya berhasil  mendarat dengan selamat meskipun sempat terguncang. Adanya erangan lirih dari pria itu pertanda dia masih bisa diselamatkan. Sayangnya reaksi Aaron menghadapi tamu barunya itu tidak sesuai dengan perkiraan siapapun yang ada di sana.
“Sialan, siapa bilang kau boleh membawa anjing busuk ini ke sini?!” kata Aaron sengit.
“Anjing apa…”
Aaron menunjuk ke arah tempat tidur. “Makhluk yang terbaring di sana adalah makhluk yang tidak sampai 10 menit yang lalu kau bicarakan,” kata Aaron datar.
Arabella menatap bergantian antara Aaron dan Liam. Mulutnya membuka dan menutup tanpa ada suara yang keluar. Ia tampak terkesima dengan ucapan Aaron. Sementara itu, Aaron hanya menatapnya sambil mengangkat alisnya tinggi-tinggi. Aaron sendiri mungkin akan dengan senang hati membiarkan Liam mati, akan tetapi hati nurani Arabella tak mengijinkannya untuk melakukan hal yang sama. Bukan karena Liam sudah menyelamatkan nyawanya, melainkan karena instingnya berkata Liam tidak boleh dibiarkan mati.
Meskipun pada akhirnya mungkin saja Liam merupakan bagian dari orang-orang yang ingin mencelakakan Annabelle, Arabella tetap memiliki perasaan kuat bahwa Liam harus hidup. Arabella memutuskan dalam hati apapun yang terjadi akan menjadi tanggung jawabnya. Jika seandainya nanti Liam berubah menjadi musuh mereka, Arabella sendiri yang akan membunuh pria itu. Pada saat ini, mereka tetap harus menolong Liam.
“Aku tetap akan menolongnya,” kata Arabella. “Belum saatnya dia mati,” tambah Arabella yakin.
“Jangan bilang aku tidak memperingatkanmu,” kata Aaron.
Arabella hanya membalasnya dengan lirikan matanya. Ia lalu mengangguk ke arah Annabelle. Menerima isyarat itu, Annabelle naik ke atas tempat tidur dan duduk di sebelah pria yang terbaring tak sadarkan diri itu.
“Aku tidak akan senang kalau kau sampai pingsan,” kata Aaron ketika Annabelle meletakkan tangannya di atas tubuh Liam.
Annabelle menatapnya. “Akan kuusahakan untuk tidak pingsan,” balasnya.
Aaron memberengut. Ia duduk di kursi dengan kedua tangan terlipat di depan dadanya, tatapannya tak pernah lepas dari Annabelle.
Arabella yang mengamati kejadian tersebut bersedekap. Ia berdiri di sebelah sofa yang diduduki Aaron. “Untuk seseorang yang menyatakan dirinya tidak peduli, ucapanmu barusan bisa saja disalahartikan,” kata Arabella pelan. Ia tidak ingin mengganggu konsentrasi Annabelle.
“Terserah kau saja,” sahut Aaron singkat.
Arabella mendengus halus. “Jangan berpikir dapat membohongiku. Sekeras apapun kau menyangkalnya, dalam hatimu kau tau kalau kau merasa tertarik pada kemurnian Anna. Semua iblis seperti itu. Tidak ada yang tidak akan terpikat pada kemurnian dan kepolosan Anna,” kata Arabella.
Aaron tidak menghiraukan Arabella. Ia tetap memfokuskan tatapannya pada Annabelle. Meskipun dari luar ia tampak terkendali, namun di dalam ia merasa terganggu luar biasa. Ia tampaknya tidak menyukai fakta Annabelle berada terlalu dekat dengan pria yang kemungkinan ingin membunuhnya. Ia terganggu dengan fakta bahwa Annabelle terlalu lembut hati untuk membiarkan makhluk menyedihkan manapun terluka, bahkan tak peduli kalau hal itu malah mempertaruhkan kesehatannya sendiri. Dan ia benci fakta bahwa dirinya merasakan sentakan rasa posesif terhadap wanita polos dan mengganggu itu.
Kernyitan Aaron begitu dalam hingga Arabella batal menggoda iblis itu lagi. Hmm… tampaknya memang terjadi sesuatu antara adiknya dan iblis ini. Arabella mungkin mengawasi Annabelle, tetapi di sebagian besar waktu ia kesulitan melihat karena rumah Aaron dikelilingi oleh mantra yang kuat sehingga Arabella tidak bisa menembusnya. Tentu saja demi keuntungannya ia tidak mengatakan hal tersebut kepada Aaron. Nanti iblis itu bisa menggunakannya sebagai senjata untuk menentangnya.
Arabella sendiri memang merasa keberatan jika Annabelle berhubungan dengan Aaron, selain karena pria itu adalah iblis, pria itu juga kemungkinan akan mematahkan hati Annabelle. Ia tidak ingin Annabelle merasa patah hati dengan iblis tak berhati itu. Tetapi… jika Annabelle ingin tetap bersama Aaron, Arabella takkan menghalanginya. Ia hanya perlu memastikan Annabelle mengetahui semua hal yang perlu diketahuinya.
Setelah itu mereka berdua menunggu dalam diam. Aaron diam karena dia memang senagaj mengabaikan Arabella, sementara Arabella sendiri sibuk dengan pikirannya. Entah berapa lama waktu yang berlalu sebelum akhirnya Annabelle menghembuskan napas panjang dan menjauh dari Liam.
“Bagaimana?” tanya Arabella. Ia bergegas maju untuk menopang Annabelle yang terhuyung ketika berdiri.
“Untuk sementara racunnya sudah hilang sepenuhnya. Tapi luka-lukanya masih membutuhkan waktu untuk pulih sepenuhnya. Setelah beristirahat beberapa menit, aku akan melanjutkannya,” kata Annabelle.
“Kau yakin kau baik-baik saja?” tanya Arabella khawatir karena melihat wajah Annabelle yang pucat. “Kita bisa menundanya sampai kau benar-benar sehat,” kata Arabella.
“Aku baik-baik saja. Hanya sedikit pusing,” kata Annabelle.
“Kau tidak akan menyembuhkannya sampai aku mengatakan boleh,” kata Aaron. Tiba-tiba sudah berada di sebelah Annabelle. Ia mengangkat tubuh wanita itu dan membawanya pergi. Tidak menghiraukan pekikan kaget Annabelle ataupun tatapan tercengang Arabella.
Aaron tidak menurunkan Annabelle sampai mereka sampai di kamar Annabelle. Annabelle sendiri terlalu lelah untuk memprotes tindakan Aaron. Lagipula, pelukan Aaron terasa hangat dan nyaman. Annabelle memberiarkan tubuhnya bergelung nyaman di pelukan Aaron sementara pria itu membopongnya ke kamar. Nanti, ketika pikirannya tidak lagi berkabut akibat rasa lelah, ia akan menanyakan alasan Aaron melakukan hal tersebut. Sekarang ia terlalu lelah dan mengantuk untuk dapat menyusun pertanyaan apapun.
Aaron menurunkan Annabelle di tempat tidur. Ia membiarkan wanita itu bergelung di balik selimut. Setelahnya ia berbalik dan berniat meninggalkan wanita itu. Gerakannya terhenti ketika ia merasakan cengkeraman di ujung pakaiannya. Ia setengah berbalik untuk menatap Annabelle.
“Kau tidak akan melakukan apa-apa terhadap pria itu kan?” tanya Annabelle.
Alis Aaron terangkat. “Aku akan melakukan apapun yang ingin kulakukan,” sahutnya datar.
“Tapi kau tidak akan mencelakainya?” tanya Annabelle lagi seraya menatap Aaron. Ia mencari-cari di mata yang begitu dalam itu sebelum akhirnya tersenyum simpul. “Tidak, kau pasti tidak akan melakukannya,” putus Annabelle.
Alis Aaron makin berkerut. Ia tidak mengatakan apa-apa dalam waktu yang cukup lama sebelum akhirnya mundur agar Annabelle melepaskan pegangannya. “Tidurlah,” perintahnya.
Annabelle mengamati kepergian Aaron. Namun ia tidak bisa tidak mengatakan pendapatnya ketika Aaron mencapai pintu. “Meski kau menyangkalnya, sebenarnya di dalam hatimu kau adalah orang yang baik.”
Aaron berhenti, namun tidak berbalik. “Tidak ada iblis yang memiliki hati,” ucapnya.
Kemudian pintu menutup di belakangnya sebelum Annabelle sempat membantah ucapannya. Annabelle menatap pintu yang tertutup di belakang Aaron selama semenit lamanya sebelum ia berbalik dan menyamankan dirinya untuk beristirahat. Hanya saja pikiran tentang Aaron tidak juga meninggalkan benaknya.
***
Beberapa jam kemudian…
“Kelihatannya kondisinya sudah mulai membaik,” gumam Arabella ketika ia berdiri di sisi tempat tidur dan mengamati Liam yang tertidur. Kali ini tidur pria itu tak terganggu oleh rasa sakit sehingga wajahnya tampak lebih damai. Walaupun sulit untuk menyebut wajah yang keras itu dengan sebutan ‘damai’. Arabella mengamati lebih dekat hingga bisa dibilang ia membayang di atas tubuh Liam. Hanya saja wanita itu tidak menyadari seberapa dekatnya ia mengawasi pria itu sampai sepasang mata kelabu itu membuka dan bersitatap dengannya.
“Waaa!!” seru Arabella seraya melompat mundur. Ia memegangi dadanya. “Ya Tuhan, kau membuatku terkejut setengah mati!”
Liam mengernyit karena kerasnya suara Arabella membuat kepalanya kembali berdentum sakit. Setelah sesaat barulah ia kembali membuka matanya. Ia mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan yang asing, lalu kembali menatap Arabella. Ingatannya sedikit kabur sehingga ia tidak dapat mengingat dengan jelas apa yang terjadi. Ia masih ingat ketika dirinya diserang monster di dalam hutan, kejadian setelahnyalah yang tidak dapat diingatnya.
“Nah, bagaimana perasaanmu? Apakah lukamu masih sakit?” tanya Arabella seraya kembali mendekati Liam.
“Di mana ini?” tanya Liam.
“Ah… yah, katakan saja kalau kita sudah berada di tempat yang aman,” kata Arabella.
Liam mencoba untuk bangkit, namun seluruh otot tubuhnya tak bisa diajak bekerja sama. Ia kembali terbaring seraya mengerang.
“Kusarankan untuk tidak banyak bergerak. Meskipun racun di tubuhmu sudah hilang, tetapi luka-lukamu masih belum sembuh,” kata Arabella. “Dan aku tidak mau membangunkan Anna untuk merawatmu kembali,” tambahnya.
“Apa yang terjadi padaku?” erang Liam.
“Singkat cerita, kau nyaris dibelah dua oleh monster. Kau ingat kita bertarung dengan beberapa monster di hutan kan? Nah, kurasa salah satu dari mereka mendapat jackpot dengan melukaimu cukup parah. Syukurlah kita berhasil lepas dari situasi itu,” kata Arabella.
Liam menatap Arabella dengan dahi berkerut. Berusaha mengingat kenapa ia bisa bersama wanita banyak omong ini. Ia ingat ketika dirinya mengikuti jejak Arabella, kemudian mereka diserang. Namun bagaimana wanita itu bisa membawanya ke tempat mereka sekarang masih menjadi pertanyaan dan Liam ragu kalau wanita itu akan langsung menjawab pertanyaannya. Bisa jadi wanita itu akan berbicara berputar-putar dan tak pernah sampai pada inti pertanyaan itu sendiri.
Pikiran Liam disela oleh kedatangan seseorang. Pintu ruangan itu terbuka dan seorang pria masuk ke dalamnya. Instingnya langsung dapat merasakan aura kegelapan yang begitu pekat di sekitar orang tersebut. Ditambah lagi, melihat reaksi wanita di sebelahnya membuktikan kalau wanita itu juga tidak terlalu menyukai keberadaan pria tersebut.
“Berapa kali kau akan mengecek kami? Apa Tuanmu yang picik itu tidak punya kerjaan selain mengurusi kami?” bentak Arabella.
“Aku hanya mengikuti perintah. Menurut Tuanku, kau mungkin saja akan kabur begitu urusanmu selesai,” kata Tehrror.
Arabella nyaris meledak. “Menurutmu bagaimana caranya?! Dia sudah merebut alat teleportasiku! Bagaimana bisa aku pergi tanpa benda itu!”
Tehrror angkat bahu. “Selalu ada cara,” sahutnya.
Arabella menggeram. Tehrror mengabaikannya dan mengalihkan tatapannya kepada pria yang kini sudah sadarkan diri itu. Ia mengamati rona di wajah pria itu yang sudah tidak sepucat ketika ia dibawa ke sana.
“Tuanku ingin bertemu denganmu begitu kau sanggup bangun dari tempat tidur,” kata Tehrror.
Setelah menyampaikan pesan itu, Tehrror pun meninggalkan ruangan tersebut.
Arabella mendesis. “Iblis brengsek itu…” gerutunya.
Liam bertopang pada sikunya. “Iblis apa maksudmu?” tanyanya waspada.
“Err…” Arabella mengalihkan pandangan keluar jendela. Haruskah dia menceritakannya? Tapi, bagaimana jika Liam langsung ingin pergi? Atau yang lebih buruk lagi, malah ingin bertarung dengan Aaron? Ugh… ini membuatnya dilema. Kalau saja Annabelle ada di sana, ia mungkin dapat memikirkan sesuatu untuk mengelak dari pertanyaan Liam. Namun si Iblis brengsek menyembunyikan Annabelle entah di mana dan Arabella tidak bisa leluasa mencarinya di rumah yang luas ini.
"Bagaimana kalau kita lewati dulu bagian itu sampai kau sembuh?" tawar Arabella. "Tidak? Yah... Sebut saja kalau ternyata tubuhmu tidak sekebal yang kau kira dan kau nyaris mati akibat serangan yang kau terima saat melindungiku. Lalu karena aku tidak dapat mengobatimu, aku meminta bantuan pada kenalanku untuk menyelamatkanmu. Jadi, saat ini kita sedang ada di kediamannya."
Liam mengernyit. Ia mencoba duduk sambil menahan sakit. Ia tidak membiarkan Arabella membantunya. "Ada hal yang lain bukan?" tuduhnya.
Arabella bersedekap. Tidak ada cara untuk memperlembut kenyataan yang akan diucapkannya dan Arabella juga bukan termasuk orang yang suka berbasa-basi. Jadi, ia memutuskan untuk mengatakannya apa adanya.
"Ya, intinya kita ada di sarang iblis. Secara harfiah," sahutnya.
Liam menatap Arabella seolah di kepala wanita itu tumbuh kepala yang lain. Akan tetapi, sekali lihat saja Liam tau kalau wanita itu tidak berbohong. Liam mengumpat.
"Jadi, maksudmu kita lepas dari satu iblis dan terjebak bersama iblis yang lainnya?!" geram Liam. Matanya menusuk Arabella dengan intensitas tatapannya.
Apalagi yang bisa Arabella katakan?
"Ya, begitulah," sahutnya apa adanya.
***

To be continue...

THE UNTOUCHED DEVILTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang