Topi itu dengan sempurna menyibakkaan rambut bagian depan Vanno yang mengasilkan pemandangan keningnya yang sempurna. Itu keren dan terlihat maskulin. Kenapa ia selalu cocok dengan segala hal?

Ck, kenapa Zee malah berfikiran konyol macam ini?

Zee menutup wajahnya dengan kedua tangan menyadari pikirannya yang melayang-layang membicarakan hal 'konyol'. Ia merasa tidak baik-baik saja sekarang. Zee pikir AC taksi ini mati. Ia benar-benar kehabisan udara untuk dihirup. Ia  harus segera keluar dari sini. Dari taksi ini dan tentunya kondisi ini.

"Pak, minta tolong saya diturunin di sini"

"Eh eh apaan. Gabisa lah. Jangan pak"

Zee hanya mengalihkan pandangannya ke arah Vanno. Menatap anak itu dengan ekpresi bingung bingung kesal. Bukankah anak itu diam saja lebih baik? Huh

"Iya mbak gabisa turun sembarangan. Ini jalanan lagi padat. Kalau mbak turun, nanti kita jadi macet macet in jalan."

"Ah nggak padat gini, ayolah Pak, sebentar doang juga"

"Gabisa mbak, kalau kita ditimpukin orang gimana?"

"Yaelah Pak, sebentar doang, 1 menit."

Ini lagi. Kenapa pak sopir malah mempersulit Zee sih. Apa Vanno sudah membayarnya lebih? Tolonglah, Zee hanya butuh keluar dari sini sekarang.

"Lo susah amat si diomongin orang tua"

"Bukan masalah susahnya, gue males kali di sini sama lo."

"Lagian lo ngapain di sini?"

"Ya naik taksi lah"

"Yaudah kan ya, tinggal diem juga. Minta aneh-aneh"

"Hishh, kalau gitu elo aja yang turun. Ini taksi sekarang punya gue"

"Ini taksi gue duluan yang naikin. Lo kenapa ngikut-ikut?"

"Ya trus kalau ini punya lo, ngapain lo suruh bapak sopir nawarin gue buat naik Alien? Heran deh"

"Ya emang kenapa kalau Pak sopir mau nambah penghasilan?"

"Yakali nambah penghasilan. Ini taksi kali, pakai argo. Bukan angkot"

"Ya itu lo tau"

Demi apapun, Zee benar-benar ingin mencakar wajah Vanno.

"Lo ga ada duit buat bayar ya?"

"Gila, berasa punya duit aja lo."

"Ya gue emang punya duit"

"Lo pikir gue gapunya?"

"Ya barangkali Bokap lo bangkrut"

"Bokap lo yang bangkrut"

"Bokap lo"

"Serah lo deh. Pagi-pagi juga, ngajak ribut"

Vanno kembali terfokus pada monitor laptop yang entah tengah menampilkan apa. Berbicara dengan Zee muatahil pendek. Anak itu akan terus berbicara dengan sangat tidak terkendali. Hanya karena mereka dalam satu taksi, kenapa hal ini tidak menjadi sepele? Benar-benar. Padahal anak itu seharusnya cukup diam dan berterimakasih dengan wajah yang tulus dan manis kepada Vanno. Coba saja Vanno tidak berbaik hati untuk meminta Pak Sopir mengajak turut Zee dalam perjalanannya, mungkin saat ini gadis itu masih akan berjalan di trotoar dengan penuh peluh menunggu bis ataupun angkot yang tidak akan pernah ia temui di sepanjang jalan. Ya bagaimana bisa, jalanan ini bukan jalur mereka tau. Ck, kenapa anak kucir ini ceroboh sekali.

Zee terdiam menahan mulutnya agar tak mengeluarkan segala kalimat yang sudah terbentuk di otaknya. Kini ia memilih duduk tersandar dan mencebikkan mulutnya menahan sebal. Ia benar-benar bingung dengan pola tingkah Vanno pagi ini. Laki-laki itu membiarkan Zee bertanya-tanya tentang motivasinya bersikap demikian.

My Ponytail GirlWhere stories live. Discover now