Tidak ada yang salah apanya? Jaket yang dikenakan Nao berwarna merah muda, belum lagi ada gambar muka kucing di bagian atas. Mungkin Orion akan terlihat manis, tapi itu sama sekali bukan gayanya. "Nggak usah, Nao. Pakai lagi jaketnya. Kamu juga pasti kedinginan." Orion membalut kembali tubuh mungil gadis itu dengan jaket tersebut.

"Tapi pulang, ya? Kamu kelihatan sakit banget."

Orion mengangguk pada akhirnya. Toh hanya menyisakan beberapa menit saja sampai jam pulang yang sebenarnya.

***

Andini menjatuhkan tubuhnya di tempat tidur. Apa yang dilihatnya tadi benar-benar membuat hatinya terluka. Meskipun sebelumnya Orion mengatakan kalau ada gadis lain yang disukainya, tapi saat melihat langsung laki-laki itu bersama kekasihnya jauh lebih sakit lagi.

Dengan jelas, Andini melihat tangan gadis itu melingkar di pinggang Orion. Wajah Orion yang sebagian tertutup oleh masker pun seolah tak dapat menyembunyikan raut bahagianya.

Lagi, hatinya patah.

Memang tidak mudah memupus perasaan yang lama tersimpan. Biarlah sekarang Andini berpasrah pada keadaan, bertumpu penuh pada waktu yang merangkak kian jauh. Berharap kelak, waktu pula yang akan menjadi penawar rasa sakitnya.

"Orion, orang bilang mencintai tanpa memiliki itu bohong. Tapi, memiliki orang yang tidak mencintai kita pun rasanya kosong. Sekarang aku mengerti alasan penolakan kamu hari itu. Satu yang pasti, kamu sangat menghargai dan tidak ingin melukaiku."

***

Orion terbatuk-batuk. Bahkan, penyakit itu seakan enggan memberinya jeda untuk sekadar menghela napas. Tubuhnya yang menggigil justru bermandikan keringat.

Demi meredam suara batuknya, Orion berkali-kali menenggelamkan wajahnya di atas bantal, meskipun rasa sesak pada akhirnya semakin mendominasi. Ia rela tersiksa karena cara seperti itu, asal adiknya tak sampai menyerbunya dengan berbagai pertanyaan. Orion hanya tidak ingin membuat sang adik terbebani. Alfa masih terlalu kecil untuk dipusingkan dengan banyak persoalan.

Dengan tangan yang sedikit gemetar laki-laki itu mengambil makanan penutupnya hari ini. Entah apa lagi yang akan terjadi usai ia menenggak obat-obatan itu. Orion pasrah. Setidaknya ia berusaha patuh akan anjuran dokter untuk tidak melewatkannya barang sehari pun.

Selesai obat itu ditelannya, tiba-tiba ponsel Orion berdering. Orion menyipitkan mata untuk melihat siapa yang menghubunginya selarut ini.

Nao.

Sambungan video call.

"Hallo," sambut Orion tatkala wajah cantik gadisnya mulai tampak di layar ponsel.

"Tuh kan feeling aku nggak pernah meleset. Aku tahu kamu belum tidur."

Orion menyeka sudut matanya yang berair karena terlalu sering batuk, kemudian memaksakan sebuah senyum. "Belum ngantuk. Kamu kenapa nggak tidur?"

"Kepikiran kamu."

Laki-laki itu membaringkan tubuhnya, lantas menyandarkan ponselnya pada guling agar bisa berdiri tegak. "Aku gak pa-pa. Tenang aja. Lebih baik kamu tidur."

"Abang!"

Orion tersentak. Ia yang semula berbaring kontan menegakkan tubuhnya, mengabaikan sejenak Nao yang terus bicara di seberang sana. "Ada apa, Al? Kamu kenapa?" tanyanya panik melihat Alfa yang kini berdiri tak jauh dari tempat tidurnya sembari memeluk sebuah bantal.

"Mau tidur di sini."

"Nggak bisa, Al. Kamu kan udah ada kamar sendiri, kenapa mau tidur sama Abang?"

"Biarin aja sih, Ri, nggak setiap hari juga Alfa tidur sama kamu."

Walaupun tidak begitu keras, tapi Alfa tahu kalau itu suara Nao. "Kak Nao aja bolehin, kenapa Abang nggak mau?"

"Ini kamar Abang, Al."

Alfa masih tetap dengan pendiriannya. Asal tahu saja, Nao yang memberinya usul untuk tidur bersama sang kakak. Sejak pulang dari tempat kerjanya tadi, Orion terus batuk, membuat Alfa panik sendiri. Maka dari itu Alfa menghubungi Nao untuk meminta solusi. "Ya udah. Nggak mau ngobrol sama Abang lagi kalau gak dibolehin."

"Ya udah iya."

Tanpa ba-bi-bu, Alfa melompat ke tempat tidur Orion, lalu berbaring di samping sang kakak. "Geseran, Bang," kata Alfa, "hallo Nona Sepeda."

Nao melambaikan tangan. "Hallo, Al. Tunben mau tidur sama Ori?"

"Abang kesepian, tidur sendiri terus. Jadi, aku temenin. Makanya Kak Nao buruan nikah sama Abang biar Abang nggak sendiri lagi."

"Doain aja."

Tentu saja bukan Nao yang menjawab, melainkan Orion. Dan Orion tak tampak sedang bercanda.

Yang paling senang di antara ketiganya sudah pasti Alfa. Selain kakaknya akan memiliki pendamping, ia juga bisa merasakan bahagianya mendapat figur ibu. Menurutnya, Nao yang cerewet dan kadang bertingkah abnormal punya sisi keibuan. Itulah mengapa sejak awal Alfa menginginkan Nao bersanding dengan Orion. "Jangan bikin baper anak orang doang, Bang. Buktikan!" tantangnya.

Bersambung ....

***

Hallo, akhirnya beneran update :")

YANG NUNGGUIN, MANA SUARANYA? Tinggalin jejak dong 😂😂

Oh iya, yang kalian rasain kalau lihat gebetan jalan sama cewek lain gimana?

ORINAMI; Tentang Hati Yang Menjadikannya Alasan « Selesai »Donde viven las historias. Descúbrelo ahora