Takdir dan Kutukan, itu Tipis

Start from the beginning
                                    

Hahh bagaimana ini? Apa benar gadis ini satu kelas bahasa indonesia dengan Vanno? rasa Vanno tidak. Hmmm selama ini ia tak terlalu memikirkan orang-orang di sekitarnya.

  " Hmm, gue Vanno." Ucap Vanno sembari mengulurkan tangannya. Sungguh, Vanno sendiri tidak tau hal yang ia lakukan ini. Gadis yang telah duduk di kursi samping Vanno itu terlihat sedikit kaget dengan tingkah si pusat perhatian ini, tapi kemudian dia tersenyum seraya menyambut uluran Vanno. Tapi belum sempat hal itu terjadi tiba-tiba...

"Loh Aulia? Lo ngapain disini?"

  Seorang gadis berpita merah yang juga tak dikenal Vanno kini tiba-tiba berada di samping tempat duduk kelompok Vanno. 'Apa ini?' bingung Vanno membatin.

"Kok lo tanyanya gitu? yaa gue duduk sama Vanno. Kita kelompok 9." Gadis pertama yang ternyata bernama panggilan Aulia itu menjawab dengan mantan

"Kok bisa? masa sih? Aku tau yang satu kelompok sama Stevanno. Lihat dong ini."

Gadis kedua yang berpita merah itu menunjukkan gulungan kertasnya dan benar, di sana tertera angka 9. Vanno memilih untuk diam dan menunggu hal apa yang akan terjadi. Sifat tak pedulinya kembali muncul.

  " Loh ngga bisa gitu dong, punya gue juga 9, punya Vanno juga. Punya lo kali salah" 

Protes Aulia itu seakan tak terima. Ia terlihat tidak mau jika kebahagiaannya yang sudah terbentuk menjadi sirna direnggut orang lain. Kedu gadis itu pun mulai mengeluarkan percekcokan yang lebih intens hingga mengganggu para penghuni kelas. Apalagi Vanno yang duduk disamping dua manusia itu. Hah menyebalkan.

    Tak berapa lama bu Silvia pun menghampiri dua gadis cerewet itu. Mencoba mencari pokok permasalahan keduanya.

"Coba saya lihat dulu punya kalian berdua." ucap bu Silvia lalu meniti gilungan kertas itu.

"Benar kok punya Audrey angka 9" tutur bu Silvia kemudian yang otomatis melambungkan hati gadis berpita merah itu. Bayangan kebahagiaan mengerjakan tugas bersama si most wanted sudah berada di depan mata. Gadis itu pun telah bersiap mengusir Aulia dari tempat duduk.

"Tapi punya kamu juga 9 Aulia. Dan nggak mungkin ada 3 orang dalam satu kelompok." Ucap guru itu lagi. Sepersekian detik kemudian, bu Silvia menarik angka Vanno yang tergeletak diatas meja.

"Vanno, angka kamu terbalik. Harusnya 6, bukan 9. Jadi kamu harusnya di kelompok 6"

"Nahh itu enam, Zeekiea Callypso" tungkas Bu Silvia setelah beberapa saat mengedarkan pandangan keseluruh isi kelas. Mungkin tadi ia tengah menghitung urutan kelompok.
Dan hal itulah yang kemudian membuat Vanno yang tadinya hanya diam kini terperangah mendengar perkataan gurunya itu.

'Hah dia lagi?' sekilas Vanno melihat kearah Zee. Gadis itu terlihat biasa saja. Tidak protes atau apapun. Dia pasti mendengar ucapan bu Silvia. Tapi kenapa, dia masih tetap memangku dagunya? Vanno rasa, sedari masuk kelas tadi, gadis itu tak merubah posisinya.

  "Hah bu? Ngga mungkin punya saya kebalik. Ibu cek lagi deh." protes Vanno.
Sesekali ia masih melirik ke arah tempat duduk Zee yang kini bukan hanya memangku dagunya dengan tangan, melainkan telah beralih dengan meja.

'Hey kuncir. Bantuin gue protes dong. Adem ayem banget lo!'

"Vanno itu tulisan tangan saya. Jadi saya tau mana angka 6/9." Jelas bu Silvia pada Vanno yang seolah tidak terima jika ia yang salah dan akhirnya harus satu kelompok lagi dengan Zee.

"Yah trus? masa saya sama dia lagi?? Ini udah ke .....ke seratus kalinya mungkin lo Bu" Lagi, Vanno protes lagi. Tanpa dia sadari sikap memprotesnya ini menunjukkan sisi lain dari dirinya. Ia terlihat seperti orang biasa. Tidak layaknya patung yang hanya beku tanpa ucap, seperti Vanno yang biasanya.

My Ponytail GirlWhere stories live. Discover now