Ben's Cousin

67.6K 1.6K 101
                                    

Waktu sudah menunjukkan pukul setengah dua belas malam. Akhirnya, keluarga kecil itu memutuskan untuk pulang. Terlebih saat melihat wajah Angel yang sudah layu menahan kantuk. Dengan cepat mereka kembali ke mobil dan Ben segera memerintahkan Harry untuk mengemudikan mobil kembali ke apartemen.

Selama di perjalanan, tak ada yang membuka suara. Baik Ben maupun Evelyn, keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing. Evelyn tampak membuang pandangannya keluar jendela. Ingatan perempuan itu masih memutar ulang peristiwa saat Ben menyatakan perasaan padanya.

Sungguh, Evelyn benar-benar bingung dengan perasaannya. Ia menyadari bahwa kebersamaan mereka telah membuatnya mulai menyukai Ben. Tetapi, sebagian hatinya masih meneriakkan nama Billy. Ingin menunggu lelaki itu. Entahlah, Evelyn sungguh tidak mengerti. Bingung harus bagaimana dan berbuat apa. Bingung harus menetapkan hatinya pada siapa.

Sesampainya di rumah pun, mereka masih tetap diam. Ben mengangkat Angel yang telah tertidur ke kamarnya, sedangkan Evelyn segera ke dapur untuk mengambil minuman. Entah mengapa, sepanjang perjalanan tadi tenggorokannya terasa kering. Padahal ia sama sekali tak mengatakan apa-apa.

Evelyn nyaris saja akan melangkah menuju kamarnya, ketika Ben tiba-tiba muncul dan memanggilnya.

"Eve,"

Langkah Evelyn kontan terhenti. Ia menoleh menatap Ben. "Ada apa, Ben?"

"Besok... akan ada sepupuku yang datang ke rumah ini."

"Lalu?"

Ben menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal, tampak bingung mengeluarkan kalimat yang telah tersusun dalam pikirannya.

"Seminggu yang lalu orang tuanya pindah ke Perth, sementara dia ingin berlibur kesini. Jadi, aku menawarkannya untuk tinggal bersama kita untuk beberapa waktu. Maafkan aku, tetapi dia sudah seperti adik kandung bagiku. Aku tidak mungkin membiarkannya tinggal sendiri."

"Ya aku mengerti Ben, lalu kenapa?" tanya Evelyn, mulai gemas dengan pembicaraan Ben yang berputar-putar.

Ben menghela napas sejenak. Berusaha menentramkan debaran jantungnya.

"Seperti yang kau ketahui, hanya ada tiga kamar disini. Jadi, maukah kau merelakan kamarmu sementara untuknya?" tanya Ben dengan hati-hati. Perlahan ia menelusur wajah Evelyn, mengamati ekspresi perempuan itu.

"Tidak masalah, aku bisa tidur di sofa ruang tengah," sahut Evelyn dengan santai.

Ben segera menggerak-gerakkan kedua telapak tangannya. "Tidak, tidak, bukan begitu maksudku."

Melihat gelagat Ben, membuat Evelyn mengerutkan dahinya. "Lalu?"

"Eve, sepupuku ini tidak tahu kalau pernikahan kita hanya pura-pura. Jadi..." Ben berdehem sejenak, "Apakah kau keberatan kalau aku memintamu tidur di kamarku? Kau tidak perlu takut, aku tidak akan berbuat macam-macam. Kau bisa tidur di ranjangku dan aku akan tidur di sofa."

Evelyn menatap Ben. Lama sekali, hingga lelaki itu menjadi salah tingkah dan merasa serba salah.

"Baiklah," kata Evelyn akhirnya.

Ben seketika mendongak. "Apa?" tanyanya terkejut. Bahkan saking terkejutnya, ia tidak sadar telah memasang tampang bodoh yang membuat Evelyn terkikik geli.

"Baiklah, Ben. Aku akan tidur di kamarmu. Tetapi kau harus pegang kata-katamu untuk tidak berbuat macam-macam. Karena, kalau sampai kau melakukan itu...."

"Kau bisa tenang. Aku bukan lelaki semacam itu." Ben menyela dengan cepat. Segaris senyum terlukis di bibirnya. Senyum lega, senyum bahagia.

Evelyn segera melangkah menuju kamarnya, meninggalkan Ben. Sungguh, di dalam hatinya, Evelyn merasa ragu. Tidur di kamar Ben? Ya, dirinya pernah tidur di kamar itu. Tetapi, saat itu mereka tidur bertiga dengan Angel. Bukan berdua. Dan sekarang Ben meminta Evelyn tidur dengan hanya berdua di kamarnya. Evelyn tentu merasa risih. Ia tidak pernah tidur berdua di kamar yang sama dengan lelaki sebelumnya. Evelyn ingin menolak, tetapi kemudian ia menyadari satu hal.

Unexpected WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang