Opa Dimakamkan di Situ

Start from the beginning
                                    

Rasa takutku sudah jauh berkurang di wilayah ini. Aku bahkan berani berhenti dan melongok ke tulisan-tulisan yang tertera di nisan yang bermacam-macam bentuknya.

"Van Duinen. Baartman. Molenaar. De Bruijn." Dengan susah payah kueja nama-nama yang susah dilafalkan itu sambil mencari-cari nama seperti nama belakang Papa, Willems.

Aku berhasil menemukan satu huruf W terukir indah di salah satu nisan, tapi kuurungkan niatku untuk mendekat mengingat waktu. Aku takut terlambat.

Itu juga karena kulihat seorang lelaki tua berwajah ramah memberiku tanda untuk pergi dengan lambaian tangannya.

Aku tersenyum dan melambai balik untuk berterima kasih.

Ia juga tersenyum ramah.

Sepertinya aku kenal kakek tadi.

Tapi perhatianku terpecah karena tak jauh dari belokan kuburan, kulihat Nia dan Dodi, teman-teman sekelasku. Aku memanggil mereka untuk berjalan bersama.

Aku menoleh, tapi kakek itu sudah tidak ada di sana.

Esok harinya aku kembali harus berjalan sendiri, melalui siksaan batin pagi hari sepanjang seratusan meter.

Wak Sikan tak terlihat. Syukurlah. Mungkin ia kembali ke alam malamnya.

Sisa hujan semalam meninggalkan genangan air becek di sana-sini. Langkah yang berat semakin berat dengan sepatu yang seakan lengket di tanah jalan di setiap jengkalnya.

Ayolah, cepat ! Batinku. Tiba-tiba aku merasa bulu kudukku berdiri. Tanpa berani melihat langsung, aku melirik melalui sudut mataku.

Astaga ! Apa itu ? Aku melirik lagi ke arah pohon kamboja besar tak jauh dariku. Sesosok bayangan hitam besar seperti menatapku.

Aku ingin menjerit tapi suaraku tercekat di kerongkongan. Tubuhku kaku.

Bayangan itu semakin dekat. Matanya merah menyala menakutkan.

Lalu entah darimana datangnya, kakek tua ramah yang kemarin kulihat di kerkhof melambai dan tersenyum padaku. Ia berjalan ringan dan santai.

Bayangan hitam yang tinggal beberapa meter dari hadapanku langsung menjauh dan menghilang di rimbunnya tanaman perdu di tengah kuburan.

Ketika kualihkan pandangan pada kakek tua tadi, ia sudah tidak di tempatnya lagi.

Ah, belum sempat aku berterima kasih ia sudah pergi lagi. Di mana rumahnya, ya ?

Kejadian seperti itu berulang beberapa kali. Jika aku merasa ketakutan, kakek tua itu muncul. Entah hanya dengan tersenyum atau melambai, tapi itu berhasil memupuk keberanianku.

Aku semakin bernyali. Bahkan ketika berhadapan dengan makhluk-makhluk aneh yang sering kulihat nyata. Aku tidak penakut lagi. Berkat kakek tua ramah itu.

Tapi semakin besar keberanianku, semakin jarang kakek itu muncul. Dan aku tidak lagi terlalu mempedulikan beragam makhluk yang sering muncul atau sekadar melintas di sekitar kuburan.

Aku tidak takut lagi.

Bahkan aku 'agak berteman' dengan gadis kecil berambut lurus bermata sebelah-yang sebelah lagi sudah tinggal lubang hitam menganga di wajahnya, seekor anjing hitam berekor empat dengan satu kaki hilang, seorang ibu berkebaya dengan cipratan darah yang selalu merintih sedih dan menanyakan suaminya, dan beberapa penghuni kuburan lainnya yang tidak ganas.

Papa dan Mama tidak pernah kuberitahu soal mereka. Aku takut mereka jadi resah. Toh aku baik-baik saja. Justru aku khawatir kalau mereka akan panik jika kuberitahu ada makhluk berbulu sangat jelek yang menghuni rumpun bambu di samping rumah.

Sampai aku saat aku lulus sekolah dasar. Papa naik jabatan tapi kami harus pindah ke lain pulau.

"Mau ke kuburan dulu, ya, Pa. Pamitan sama Opa."

Papa tersenyum pada Mama.

"Sayang, maaf kami selama ini membohongi kamu. Sebenarnya makam Opamu sudah lama dipindahkan ke kampung Oma."

Aku hanya ber-oh panjang. Aku tahu. Opa yang bilang. Kakek tua ramah di kerkhof yang menjagaku dari awal dan membuatku sadar bahwa aku punya kelebihan itu adalah Opa. Arwah Opa yang kadang datang bersama Oma menemaniku berjalan melintasi jalan kuburan.

Aku tak sabar makhluk apa lagi yang akan kutemui di tempat baru nanti !

Aku tak sabar makhluk apa lagi yang akan kutemui di tempat baru nanti !

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

 
Haiiii....

Gak terlalu serem juga kaan ?

Selamat baca yaakk.

Thank you. See you soon.

Deningcaya

Not So Scary Stories Where stories live. Discover now