Kembali ke Abah. Terlihat Abah asik mengobrol dengan beberapa orang, sebagian seumuran dengan Abah lihat aja rambut mereka kebanyakan beruban.

"Abah!"kataku setengah berteriak memeluk Abah dari belakang.

"Nih anak perempuan, nggak ada lembut-lembutnya sih. Abah belum budeg nduk." keluh Abah menggelengkan kepala dengan tangan mengusap dadanya kaget.

"Abah memang masih denger, tapi kan gengnya Abah sebagian udah,..."elakku tersenyum melihat teman-teman Abah.

"Hem, terserah kamu lah nduk."

"Pulang yuk Bah, bunda udah nungguin nih. Abah memang belum laper ya?"bujukku mengambil pancingan dari tangan Abah.

"Bentar, belum adzan dzuhur."Abah merebut kembali pancingan yang kupegang.

Allahuakbar,,,, Allahuakbar,,,,

"Tuh dan Adzan. Ayo pulang. Aki-aki yang ganteng-ganteng kayak Brad Pit udah dipanggil tuh, jangan sampai malaikat Izrail yang manggil,"kataku tersenyum menakut-nakuti mereka.

Mereka tampak menghela nafas parah, mendengar ocehanku.

"Kamu bisa aja sih Ka ngomongnya."sahut abah mengelus puncak kepalaku yang tertutup topi.

"Cucumu Ham memang pinter ngingetin kita-kita. Ngomongnya udah kayak ustadzah. Tapi, dirinya sendiri ... "ucap salah satu temen Abah menggantung yang aku tahu namanya aki Soleh.

"Belum menutup aurat."kompak geng AA GIM melanjutkannya, sukses buat bibirku maju lima senti.

"Tuh denger,"sahut Abah menyetujui perkataan temen-temennya.

"Iya aki-aki ganteng, Mehru nutupin aurat kalau udah ketemu jodoh."

"AAMIIN!"teriak mereka mengamini perkataanku.

Gaya omonganku memang mirip ustadzah di televisi kata orang kalau lagi ngomongin agama hehehe, tapi ya gini aku masih belum menutup aurat. Penampilanku juga menyerupai laki-laki. Celana jeans, atasan kaos ditambah kemeja yang sengaja nggak aku kancing plus memakai topi. Rambutku sebenarnya panjang tapi aku lebih suka menggulungnya ke dalam topi, kalaupun nggak ya paling aku kuncir satu kayak ekor kuda kemudian dimasukin ke lubang yang ada di topi. Istilah kerennya sih gaya aku tuh cewek tomboy, oh ya satu lagi aku ini hobi makan permen karet. Sebelas duabelas lah sama Lupus tapi aku versi cewek.

"Ya udah, A yem going home ya pren."pamit Abah menggunakan bahasa inggris seadanya. Aku hanya memegang jidat mendengar perkataan abah. sedangkan teman-temannya yang lain tertawa.

"Nih bawa,"kata Abah menyerahkan ember bekas cat berisi ikan hasil pancingan abah."Jangan dilepasin lagi ikannya."lanjut abah, tahu apa yang sedang aku pikirkan. Aku hanya nyengir kuda menampilkan deretan gigi putihku.

"Bunda udah masak kali bah, masa iya mau goreng ikan lagi buat lauk."

"Bukan buat lauk, tapi itu pesenan bundamu. Katanya ada pelanggannya yang minta dibikinin gurami asam manis."jelas Abah. Memang sih bunda kan punya usaha catering.

Aku hanya mengangguk, dan mengikuti abah berjalan keluar pemancingan.

"Ka, beneran nih apa yang tadi kamu bilang?"Tanya Abah penasaran.

"Bilang apa bah?"timpalku.

"Soal nutup aurat. Kalau syaratnya cuman jodoh sih abah bakalan serius nih nyariin kamu jodoh. Biar kamu kayak ustadzah-ustadzah gitu,"kata abah semangat, aku hanya bisa menelan ludah. Senjata makan tuan nih.

"Abahku yang ganteng,jodoh kan di tangan tuhan bukan di tangan abah. lagian mana ada yang mau sama Asheeqa, kayaknya Asheeqa juga nggak ada niatan mau nikah."

"Hush, nggak mau nikah. Emang mau jadi perawan tua?"kata Abah tiba-tiba berhenti berjalan dan menatapku tajam.

Aku hanya nyengir, dan menggelengkan kepala. Siapa juga yang mau jadi perawan tua. Satu alasan yang membuatku membahas soal jodoh dan nikah, ya soal wali.

"Lah ini malah bengong, lagi bayangin jadi perawan tua ya,"ujar Abah sukses membuatku manyun. Abah hanya tertawa melihatku.

"Abah pengin liat kamu bahagia, dan juga pengin liat kamu dapat dicintai sama seorang laki-laki selain abah. Soal nanti kamu nikah ya pasti harus ada walinya, abah yakin kok a ..."

"Stop! Nggak usah dibahas."kataku cepat memotong perkataan abah dengan wajah merah menahan emosi. Abah akhirnya memilih diam dan kembali melanjutkan perjalanan pulang kerumah.

Aku memilih berjalan mendahului abah, jujur kalau membahas soal ini mood ku langsung hancur. Hal yang paling sensitif untuk dibahas, apalagi membahas sosok yang nggak pernah ada. Sosok yang hanya tertulis di akta kelahiranku. Yang membuatku sulit berdamai dengan kehidupan. Dan membuatku menjadi pribadi yang tomboy.

Beberapa saat aku hanya diam dan menendang beberapa kerikil dihadapanku, Abah yang melihat reaksiku akhirnya memilih mempercepat jalannya agar menyamaiku. Dibelainya punggungku dan tersenyum padaku. Hanya belaian dan senyum lembut abah membuatku sedikit melupakan pembicaraan yang paling aku benci.

Dengan sedikit terpaksa aku membalas senyum abah, tapi tiba-tiba dari belakang seorang berlari dan menabrak bahuku. Nggak tahu apa ya? Aku kan masih emosi, main nabrak orang nggak minta maaf lagi.

Laki-laki yang menabrakku hanya menengok kebelakang dan mempercepat larinya. Ditangannya memegang tas perempuan.

Dari arah belakangku, beberapa orang ikut lari mengejar pria tadi, sesekali mereka teriak.

"Jambret! Jambret! Jambret!

"Sial ternyata jambret." batinku tambah emosi.

"Abah, Asheeqa pinjem embernya ya. Urusan bunda biar Asheeqa yang jelasin."pamitku pada Abah sebelum lari mengejar jambret.

Abah hanya mengangguk menjawab perkataanku.



Asheeqa (SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now