Bagian I : 10 tahun sebelum prolog

45.7K 4.9K 1.4K
                                    

As the eyes were opened wide, no doubt

I was the one you've never heard of

But, it was then

To close them again, no doubt

You'll be the one to figure out

In the deep one

Drabness, darkness

No doubt

DIA DATANG beberapa saat sebelum tahun baru

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

DIA DATANG beberapa saat sebelum tahun baru. Saat itu aku sedang corat-coret tidak jelas di halaman belakang buku latihan matematikaku.

Cekikikan sambil mengguratkan pensil, aku merasa lucu lantaran mengingat-ingat lagi bahwa Grey menyombong tentang dirinya yang akan memegang rekor menyalakan kembang api terlama, selama satu tahun, yang padahal cuma mulai dari 31 Desember ke 1 Januari. Padahal, aku bisa mendengarnya dari kamarku, memekik-mekik minta tolong agar 'percikan api' itu disingkirkan dari tangannya.

Apa yang kutulis tidak ada hubungannya dengan lamunan jenakaku tentang adik laki-lakiku. Namun, aku memang sudah biasa begini: apa yang sedang dilakukan dan apa yang tengah bergumul dalam otak sering kali tak sinkron.

Sesekali aku melirik pintu kamar, takut Mama masuk mendadak. Masalahnya, tadi aku sedang bergelung di dalam selimut dan mengabaikan teriakan Mama di halaman yang mengajakku melihat kembang api.

Setelahnya aku tidak bisa tidur lagi gara-gara suara bom-bom cantik tersebut, tetapi aku juga tidak keluar. Aku pun mengambil buku paling bersih dari dalam tas, duduk di bawah jendela, dan mulai menuliskan kata-kata.

Selama Grey masih teriak-teriak di luar, aku aman. Mama tidak akan masuk. Tidak ada siapa pun di dalam rumah.

Salah.

Rupanya, ada yang menemaniku merayakan pergantian tahun.

Sedari umur 5 tahun, aku sudah pintar berfantasi akan Peter Pan yang tersesat ke jendela kamarku, begitu mengidamkan seorang lelaki asing muncul bak maling di balkon. Aku ingin diajak terbang.

Saat umurku bertambah tiga tahun, aku berpikiran bahwa ada lelaki tampan datang padaku saja sudah cukup, tidak usah terbang.

Bertambah dua tahun, aku kembali berkompromi dan berpuas diri hanya dengan bayangan seorang anak lelaki berwajah standar berjalan masuk lewat pintu, mengajakku ngobrol selama dua atau tiga menit saja.

Bertambah dua tahun lagi, aku mulai sadar bahwa mungkin ada anak cowok random di sekolah saja yang mau melirikku sudah syukur.

Bertambah satu tahun lagi umurku, jadilah aku yang sekarang, Anila Jelita, 13 tahun, yang kembali berdoa akan ada pangeran terbang di balkon jendela, saking putus asanya karena fantasi paling rendahan pun tidak kunjung terwujud.

IndigenousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang