4. Jaehyun menjadi satu-satunya yang bisa kulihat

Depuis le début
                                        

Taeyong bersyukur Jaehyun melakukannya. Taeyong sempat berharap, Jaehyun sadar Taeyong tak ingin dilihat saat tengah menangis, sehingga Jaehyun lebih memilih bersandar pada tiang besi di dalam kereta. Kalau benar begitu, Taeyong benar-benar ingin mengucapkan terima kasih pada Jaehyun karena telah mengerti.
.
.
.

Pengumuman pemberhentian stasiun selanjutnya terdengar, Taeyong ingat itu adalah stasiun tempat Jaehyun seharusnya turun. Taeyong melongok karena Jaehyun diam saja meski pintu kereta sudah terbuka.

"Jaehyun? Kau tidak turun?" Tak ada jawaban, hanya Jaehyun yang sedang tertidur yang bisa Taeyong lihat. "Masa dia tidur sambil berdiri, sih?"

"Jaehyun." Taeyong mulai menusuk-nusuk lengan Jaehyun dengan jarinya. "Jaehyun!!"

"Pintu akan segera ditutup." pengumuman dari kereta terdengar lagi. 'Waa!'
Dicolek tak berhasil, Taeyong mulai menepuk-nepuk punggung Jaehyun dengan telapak tangannya. "Bangun! Pintunya sebentar lagi akan ditutup!"

Ditepuk tidak berhasil, Taeyong gencar melancarkan pukulan dengan kepalan tangannya, masih pada punggung Jaehyun. Dan... pintu pun ditutup. 'Aah!' Jaehyun belum juga bangun.

Barulah setelah kereta mulai berjalan lagi, Jaehyun terlihat membuka matanya dan mendengar pengumuman stasiun selanjutnya. "Ah, sial. Aku tidur terlalu lama."

"Maaf, aku mencoba membangunkanmu."
Jaehyun menoleh pada Taeyong. "Oh? Kau melakukannya? Terima kasih."

"Maaf, tidak bisa membantu-"

"Karena aku melewatkan pemberhentianku. Aku akan mengantarmu pulang."

"Eh!!? Kau tidak perlu..." Taeyong terkejut, benar-benar terkejut dengan keinginan Jaehyun itu. Wajahnya pasti sudah memerah sekarang. Tapi Jaehyun melanjutkan dengan santai. "Kalau kau bertumpu padaku, akan lebih mudah bagimu untuk berjalan 'kan? Lagipula pemberhentianku sudah lewat. Jadi, sekalian saja."

"...baiklah."

Taeyong masih tidak percaya, Jaehyun, yang biasanya hanya bisa dikaguminya bersama teman-temannya itu akan mengantarkannya sampai rumah! Mungkinkah ini mimpi?!
.
.
.

Perjalanan dengan durasi tak kurang dari sepuluh menit itu hampir seluruhnya diisi dengan keheningan. Baik Jaehyun maupun Taeyong tidak memiliki sesuatu untuk dibicarakan. Taeyong bahkan hanya menyentuh sedikit bahu Jaehyun untuk dijadikannya tumpuan saat berjalan. Terlalu canggung baginya untuk bertumpu sepenuhnya pada Jaehyun.

Jaehyun yang menyadari kecanggungan Taeyong, mengambil tangan Taeyong yang menyentuh bahunya dan membawanya berpegangan pada bahunya dengan lebih erat. "Tidak apa kalau kau lebih menekannya. Aku tidak apa-apa."

Perbuatan Jaehyun itu berhasil membuat Taeyong memerah sempurna dan memekik dalam hati 'Aku yang tidak tidak apa-apa!!'

Jaehyun sepertinya sadar wajah Taeyong sudah super memerah sekarang, meskipun Taeyong hanya menunduk selagi merasakan debaran jantungnya yang tak karuan. Jaehyun menyadari perbuatannya tadi pasti membuat Taeyong tak nyaman. "Ah, maaf, aku tidak bermaksud."

"Tak apa..."

Wajah Taeyong berangsur kembali ke warnanya semula, tapi tidak dengan jantungnya. Benda itu masih berdebar kencang, tanpa bisa dikontrolnya.
Dan perjalanan mereka pun kembali diisi keheningan.
.
.
.

"Terima kasih sudah mengantarku sampai rumah." Taeyong telah sampai di depan pagar rumahnya. "Bahumu pasti pegal ya?"

Jaehyun menyentuh bahunya. "Yaah... Aku tak menyangka kau yang bertumpu padaku seberat itu." Jaehyun mulai memijit-mijit bahunya pelan.

"Eh..! M-maafkan aku!!" Taeyong panik sendiri.

"...Itu...hanya bercanda."

"Ish, Yaa!" Taeyong siap melayangkan kepalan tangannya karena telah dikerjai, tapi Jaehyun berhasil menghindar dengan gesit. Senyum jahil terlukis di wajahnya.

STROBE EDGE (JAEYONG version)Où les histoires vivent. Découvrez maintenant