Gugup (bagian 2)

16 2 0
                                    

Chapter 3

Di hari pertama masuk sekolah Arlan tidak bisa untuk sekedar menyapa sang idola. Dan tibalah ia di hari keduanya.

"Hari ini aku harus bisa mengucapkan setidaknya satu kata saja padanya." Arlan membulatkan tekadnya dalam hati saat duduk menunggu sang idola itu datang ke kelas.

Tidak seperti kemarin, kali ini sang idola datang sebelum guru masuk ke kelas. Langkah yang seakan terukur dari sang idola itu seperti menghembuskan angin dingin yang membuat Arlan membeku dan sulit untuk mengucapkan kata yang telah ia hapalkan sedemikian rupa sebelumnya. Lidahnya seakan terasa kaku meski getaran hatinya terus melawan agar kata yang sekedar sapaan selamat pagi bisa keluar dari mulutnya itu. Tapi... sang idola sudah terlanjur melewati tempat duduknya. Dan sang idola sudah duduk di bangkunya dengan santai dan nampak anggun.

Dengan segenap tenaga, Arlan meyakinkan diri untuk mengucapkan kata tersebut. Dia mulai berbalik dan akan memulai sapaannya.

"Sel..."

Tapi perkataannya terhenti oleh suara nyaring dari bel di dalam kelas.

Dengan segera Arlan kembali merubah arah pandang yang sempat terarah ke bangku di sampingnya. Tempat sang idola itu duduk.

"Hehh."

Arlan menghela nafas sembari mencaci maki dirinya sendiri dalam hati.

Kejadian itu terus berulang hingga jam pelajaran terakhir. Mulai gangguan dari teman sekelasnya yang menyapa Arlan dan gangguan-gangguan lain yang terus datang hingga sepatah kata itu tetap tidak keluar dari mulutnya.

Tidak berhasil di sekolah, Arlan memutuskan untuk mencari kesempatan di luar sekolah. Dengan berpura-pura mengambil jalan searah, Arlan berjalan di belakang sang idola. Rasa bersalah terus muncul di benaknya. Arlan yakin bahwa sikapnya itu mungkin sudah termasuk kategori penguntit. Tapi tekadnya untuk bisa dekat dengan sang idola begitu kuat. Dia mengkesampingkan pemikiran itu. Lagi pula Arlan tidak berniat jahat.

Sang idola memasuki jalan yang terdapat beberapa kios di sampingnya. Jalan yang begitu ramai hingga Arlan sulit untuk terus mengikuti rambut hitam dari sang idola karena desakan dari beberapa pengguna jalan lain. Ia mulai berjalan cepat supaya bisa tetap melihat rambut hitam panjang itu. Tapi karena lalu lalang dari pengguna jalan itu membuat Arlan kehilangan pandangan dari rambut hitam dari sang idola. Arlan terus mencari, menambah kecepatan dan luas jarak pandangnya. Ia yakin bahwa tidak akan ada yang memiliki rambut indah itu selain sang idola. Jika sekilas saja ia melihatnya, ia pasti akan langsung mengenalinya.

*****

Di sekolah ia selalu gagal karena beberapa gangguan dan di luar pun sama. Arlan mengakhiri misi di hari keduanya dengan helaan nafas yang begitu panjang setelah yakin bahwa ia benar-benar kehilangan jejak dari sang idola.

Arlan berhenti di depan toko bunga. Ia berniat untuk membeli sebuah bunga untuk sang ibu yang sudah menunggunya di rumah. Sang ibu sangat menyukai bunga.

Setelah membeli beberapa tangkai bunga mawar merah tak berduri, Arlan memutuskan untuk segera pulang ke rumahnya. Di malam hari ia harus bekerja, Arlan harus menyempatkan diri untuk istirahat meski itu hanya sekedar rebahan di lantai atau di atas futon.

Pandangannya mengarah pada bunga yang ia pegang. Arlan sudah membayangkan wajah bahagia sang ibu saat menerima bunga itu. Sudah lama Arlan tidak memberikan bunga kesukaannya. Tapi karena tidak memperhatikan jalan, Arlan menabrak seseorang.

Has llegado al final de las partes publicadas.

⏰ Última actualización: Apr 30, 2018 ⏰

¡Añade esta historia a tu biblioteca para recibir notificaciones sobre nuevas partes!

Anata Dake (Hanya Kamu)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora