Bab 9: Melawan Arus

Start from the beginning
                                    

Kris tersentak saat tiba-tiba Wirya mengangkat wajahnya. Dia terdiam selama beberapa saat. Kemudian merespons tatapan Wirya dengan senyum canggung. Pemuda itu berjalan mendekati Wirya dengan langkah lebar. Dia tahu benar arti dari tatapan Wirya. Pria itu pasti sedang menagih informasi darinya.

"Aku sudah menanyai teman-teman Arini, dan ...."

Wirya menarik kursi ke dekatnya, kemudian meminta Kris untuk duduk. Ditempatkannya jari telunjuk ke depan bibir, sebagai isyarat agar Kris buru-buru memelankan suara. Komandan Roy tengah berada di ruangan saat ini. Wirya merasa muak jika harus beradu mulut lagi dengan pria galak itu.

"Dan...?" tagihnya pada Kris yang terpelongo melihat tingkahnya.

Wirya menjetikkan jemari tepat di depan wajah Kris, membuat pemuda itu lekas tersadar kemudian.

Meninggalkan basa-basi tak penting di belakang, Kris pun segera melaporkan apa yang dia dapat pada Wirya.

"Dua hari yang lalu, Arini dan teman-temannya memang berencana berlibur ke Pulau Bintan. Mereka bilang akan bertemu di Pelabuhan Telaga Punggur sekitar pukul sembilan pagi. Namun, entah bagaimana Arini tiba-tiba membatalkannya lewat SMS tanpa alasan yang jelas. Dugaanku dia diculik saat itu. Sebab saat teman-temannya berusaha menghubungi, ponselnya mati."

Wirya tampak berpikir.

"Jarak menuju Sekupang ke pelabuhan itu kira-kira empat puluh lima menit, kan?" tanya Wirya memastikan, yang lekas mendapat anggukan dari Kris kemudian.

Kris menunggu perintah selanjutnya. Namun, Wirya masih terbungkam bahkan setelah beberapa menit berlalu. Kris tidak bisa menebak apa yang sedang Wirya pikirkan. Pria itu  bangkit berdiri sambil tersenyum miring, serta-merta Kris pun ikut berdiri, menyejajari tinggi badan Wirya yang tak terpaut jauh darinya.

"Aku harus pergi. Kau tetap stand by, tunggu perintah dari Kendra."

“Tapi,” cegah Kris saat Wirya hendak melangkah pergi. “Pak Kendra sedang tidak berada di tempat, Pak,” katanya kebingungan.

Wirya menoleh sebentar, lalu melongos pergi tanpa berniat menjawab pertanyaan yang Kris ajukan.
___________________________

Gelegak minyak di dalam kuali menjadi pengisi keheningan di dapur itu. Dengan cekatan Kendra mengiris daun bawang di atas talenan. Begitu selesai, diulak-aliknya tempe goreng di dalam kuali agar mereka matang dengan sempurna. Lalu dia menyambinya dengan membereskan meja makan yang tampak diselimuti debu. Siang itu dapur Abraham dikuasainya sesuka hati. Kendati pria paruh baya itu berkata ‘tidak sedang berselera makan’, Kendra berinisiatif memasakkan sesuatu untuknya.

Sembari menunggu tempe di atas penggorengan matang, Kendra beranjak untuk memeriksa isi di dalam kulkas. Dilihatnya bahan makanan yang tersisa di dalam sana nyaris tidak ada. Sepertinya Abraham tidak sempat berbelanja. Tadi, saat diperiksanya tong sampah, banyak sekali bungkus mie instan yang terjejal di dalamnya. Beberapa hari ini, agaknya Abraham lebih sering memakan makanan yang tidak sehat. Kendra memutar otak, memikirkan apaa yang harus dimasaknya dengan bahan seadanya?

Kendra melongokkan kepala lebih dekat untuk mencari cabai merah di dalam wadah. Tidak ada. Di dalam salah satu jejeran wadah yang tersusun rapi, hanya tersisa sedikit cabai hijau yang terlihat masih segar saat dibukanya. Lalu dia menemukan sebutir telur, beberapa siung bawah merah dan bawang putih di dalam keranjang—dekat kompor gas.

Dengan bahan-bahan seadanya itu, Kendra memutuskan untuk membuat nasi goreng cabai hijau.
Usai meniriskan tempe dan mematikan api kompor, Kendra lekas meracik bumbu; bawang merah, bawang putih, dan cabai hijau digilingnya sampai halus. Bahan-bahan itu sebelumnya telah dia siangi dan dia cuci dengan bersih di bak pencuci piring.

CIRCLE [Revisi]Where stories live. Discover now