[ BAGIAN SATU ]

98 2 0
                                    

Suara yang melantun begitu indah terdengar jelas melalui headset berwarna gradasi biru muda dan merah muda ditelingaku, membuat diriku ingin menenggelamkan semua pikiran kedalam lagu tersebut, tetapi tiba-tiba...

"PASAR MINGGU PASAR MINGGU SAMPE!!!~"

Anjir ga selow abang keneknya, batinku.

Seusai turun dari kopaja, aku menarik napas panjang dan menghembuskannya, masih berat rasanya, harus meninggalkan kenangan putih biruku yang indah dengan membuka kenangan baru putih abu-abu.

Semoga disini, aku bisa mencapai yang aku harapkan, batinku.

Dengan suasana hati yang sudah enak, aku melangkah maju masuk ke depan gerbang sekolah yang bertuliskan "SMK Negeri Pancasila Jakarta". Aku memilih sekolah kejuruan karena aku ingin lebih memfokuskan diriku ke jurusan yang aku inginkan, yap, Administrasi Perkantoran. Aku sering sekali menulis surat dengan berbagai ragam jenis, juga sudah mulai belajar mengagendakan surat masuk dan keluar dan aku juga ingin sekali bekerja disuatu perusahaan dan menjabat menjadi Sekretaris.

Ah iya, aku lupa, namaku Mounira Aneska Nafiza, panggil saja aku Aneska atau Anes. Aku suka sekali dengan makanan, wifi, tempat tidur, dan ruangan dingin. Eits! Tapi aku tidak suka dengan cowok dingin, hihi. Walaupun aku sering makan, bahkan tidur, aku termasuk tipikal orang yang sulit sekali untuk gemuk. Bahkan teman-temanku iri dengan badan yang aku punya loh!

***

"Ayoo buat semua anak kelas 10 untuk segera baris sesuai jurusannya masing-masing ya! Sudah pada tahu kan? Sesuai warna name tag kalian ya, kakak ingatin lagi, untuk yang berwarna merah muda dijurusan Administrasi Perkantoran, untuk yang berwarna biru dijurusan Akuntansi, dan untuk yang berwarna kuning dijurusan Pemasaran. Nah, untuk jurusan Administrasi disebelah kanan ya tempatnya, Akuntansi ditengah, dan Pemasaran disebelah kiri." Kakak kelas berbadan tinggi dan kurus itu menjelaskan begitu detail sehingga anak kelas 10 langsung menurut dengannya. Hebat.

Suara ini begitu bising, lapangan penuh dengan anak-anak berwajah asing yang belum pernah kulihat. Sulit bagiku untuk beradaptasi dengan suasana baru, karena teman SMP-ku bahkan SD tidak ada yang satu sekolah denganku. Dan aku benci ini.

***

Hari-hari masa MOSPD pun berjalan begitu saja dengan berbagai tantangan, usilan, dan perkenalan dari kakak kelas. Ya, menurutku kakak kelas yang menjabat menjadi osis dan beberapa panitia pembantu acara MOSPD ini cukup baik dan ramah sampai saat ini. Herannya, menjalani MOSPD sampai hari keempat pun aku belum mengenal teman satu pun. Sebegitu sulitkah mencari teman dimasa putih abu-abu ini?

Hari terakhir pun tiba, hari kelima, hari yang aku tunggu dan sangat kutunggu. Hari dimana semua penderitaan semua anak kelas 10 usai. Kataya, dihari terakhir MOSPD, kakak kelas akan membuatkan beberapa makanan dan minuman untuk adik kelas dipenghujung acara. Dan itu juga sangat kutunggu, karena aku ingin segera menyantap masakan pada kakak kelas itu. Apakah rasanya enak? Kurang asin? Atau bahkan kemanisan? Ah, aku tidak sabar.

"Sebelum kita menutup acara MOSPD ini dengan makan-makan nikmat, kakak mau kasih tantangan buat adik-adik ini nih." Ucap kakak kelas berjilbab dengan wajah mungil dan manis ini menggunakan nada bicara usil.

"Yaelah kak, masih ae ada tantangan, waktunya pulang nih mau nongkrong!"

"Tantangan bae ya, ngopi apa ngopi."

"Jangan tantangan kak, aku tidak kuat, biar kakak saja yang menjalaninya, aku ridho, aku ikhlas."

Mendengar suasana riuh dan kekesalan anak-anak itu membuatku tertawa sendiri, hihi.

"Sudah-sudah gapapa untuk hari terakhir MOSPD bikin kakak kelasnya seneng gapapa ya." Lanjut kakak kelas berjilbab itu.

"Iye kak! Adek kelasnya tersiksa! Untung lo cakep kak, apa aja gue jabanin dah, hati gue buat lo juga gue jabanin kak." Celoteh anak jurusan Pemasaran yang diujung sana membuat suasana menjadi tertawa riang, termasuk aku.

Ada-ada aja deh ya tuh anak, heran gue, batinku.

"Iya adikku sayang, kamu masih kelas 10 udah pinter gombal ya, jadi sayang akunya. Hahaha.. Oke lanjut lagi, untuk tantangan terakhir, kakak minta kalian untuk meminta tanda tangan semua kakak kelas yang ada disini, mau itu anak osis atau pun panitia pembantu. Kalau sudah mendapatkan semua tanda tangan, kalian bisa langsung ke meja diujung sana untuk mengumpulkan kertas, dan kalian bisa menikmati makanan. Jangan lupa disertai nama dan jurusan kalian ya. Semangat adik-adik<3."

Semua anak kelas 10 langsung mengeluarkan secarik kertas dan bolpoin dan langsung menghampiri setiap kakak kelas yang ada.

Ada 20 jumlah kakak kelas yang ada, setiap kakak kelas sudah aku mintai tanda tangan, kertas yang kupegang juga sudah hampir penuh dengan tanda tangan kakak kelas, apalagi yang rakus tempat tanda tangan. Tetapi yang baru aku dapat baru ada 19 orang kakak kelas, hanya tinggal satu orang kakak kelas saja yang belum aku mintai tanda tangan. Aku melihat sekeliling lapangan sekolah, kulihat setiap wajah kakak kelas yang sudah aku mintai tanda tangan. Kemudian, mataku tersampai pada salah satu kakak kelas memakai jaket hitam didekat tangga sedang mengobrol dengan temannya. Seingatku, dia belum kumintai tanda tangan.

"Hmm,, maaf ka? Boleh saya minta tanda tangan kakak? Mmm.. Untuk tugas MOSPD." Ucapku gugup sekali sambil memberikan secarik kertas yang penuh tanda tangan kakak kelas. Jujur ketika aku sedang menuju tangga, ada beberapa anak perempuan yang habis meminta tanda tangan dengannya, sesudahnya mengucapkan "Gila ya tuh kakel mukanya emang ganteng sih, tapi sayang banget dingin sikapnya" dan "Kaku amat ama cewe tuh kakel, untung lumayan mukanya."

"Nih, nama antum siapa?" Ucap kakak kelas itu sambil mengembalikan kertas yang sudah ditanda tangani dan nada bicaranya itu loh, dingin sekali, memang benar anak-anak yang tadi kakak kelas ini dingin sekali bahkan berada didekatnya pun terasa dingin.

"Nama saya Aneska kak, bukan antum." Jawabku dengan polosnya, toh, memang benar kan namaku bukan antum, dan seenaknya kakak kelas itu memanggilku antum.

"Pffftt, hahahahaha ga bisa nahan ketawa anjir gue." Kakak kelas yang disamping kak dingin itu tertawa yang bahkan aku tidak tahu dia menertawai apa dan siapa. By the way, tidak salah kan aku menamainya kak dingin? Toh, dia memang benar dingin, dan dia juga seenak jidat menamaiku antum. Huh.

Dasar kakak kelas dingin bin kaku! Muka ganteng darimana nya!? Heran sama anak perempuan jaman sekarang ga bisa bedain yang namanya muka ganteng sama aneh kaya gitu apa ya, temennya juga sama lagi, dasar idiot! Batinku.

Dengan gugup, aku pun langsung menuju ke tempat pengumpulan kertas tanpa mengucapkan 'terima kasih' atau semacamkan. Dan langsung menyerbu makanan apa pun yang ada, dengan wajah yang mungkin sudah tidak bagus untuk dipandang, karena aku masih terbawa emosi dengan kakak kelas tadi dan seketika wajahku jadi cemberut tak karuan.

Mengungkapkan atau Diam?Where stories live. Discover now