"Viana." Arvis kembali memanggilnya lembut.

Tak ada jawaban. Arvis berjalan mendekati Carina yang bergelung di dalam selimutnya. Perlahan ia duduk di tepi kasur kecil itu dan langsung menangkap tubuh Carina lalu memeluknya erat.

"Maafkan aku." Lirihnya pelan seraya memeluk erat Carina dari luar selimut.

Gadis itu tersentak dan terdiam. Ia tak menyangka kalau laki-laki itu malah memeluknya.

"Maafkan aku." Ia kembali mendengar permintaan maaf dari mulut laki-laki itu yang kini membuatnya terdiam.

Tes.

Carina mulai terisak pelan, merasa lega bahwa sikap laki-laki itu masih sama seperti sebelumnya. Baik, lembut, selalu tersenyum dan selalu sabar setiap kali menghadapinya.

Carina sungguh tak ingin jika laki-laki itu berubah mengerikan seperti yang ia lihat di mimpinya. Sekarang ia mulai ragu kalau itu adalah kenyataan, ia yakin sosok mengerikan Arvis yang muncul diingatannya hanyalah mimpi semata dan itu tak nyata.

"Hey, jangan menangis. Maafkan aku. Sungguh maafkan aku, aku tak sengaja membentakmu." Arvis mulai panik dan menyingkirkan selimut yang menutupi tubuh Carina.

Arvis langsung menghapus air mata Carina ketika ia bisa melihat wajah gadis itu, "Maafkan aku." Ucapnya sekali lagi dengan ekspresi bersalah.

Carina mendongak dan menatap wajah Arvis dengan ragu, "Syukurlah. Aku takut hiks..." cicitnya pelan berusaha untuk melanjutkan kata-katanya sambil terisak.

"Aku takut kalau kau akan berubah seperti sosok mengerikan yang muncul di mimpiku. Di mimpiku, k-kau berusaha mencekikku dengan wajah dingin mengerikanmu." Lanjutnya pelan.

Deg!

Arvis berusaha menyembunyikan ekspresi wajahnya yang sangat terkejut.

Mungkinkah ingatannya mulai pulih? Batinnya cemas.

"Itu hanya mimpi, Viana. Tak perlu kau pikirkan." Katanya mencoba untuk menenangkan gadis yang berada di dekapannya tersebut dengan menepuk-nepuk pelan kepalanya.

***

Bandung, Indonesia.

"Hey! Jadi untuk apa kita kemari? Ini dimana?" Jiho menoleh ke sana kemari saat ia dan Alvis menggunakan teleportasi dari bandara Soetta ke sebuah kompleks perumahan di sebuah daerah yang sama sekali tak dikenalinya.

"Berisik! Nanti juga kau tahu sendiri!" Balas Milo kesal menggantikan Alvis yang hanya diam.

"Lagi pula, kenapa kita naik pesawat? Kenapa tak langsung kemari dengan kekuatanmu saja?" Keluhnya keheranan.

"Kau bodoh? Kau mempelajari apa selama ini di kelas? Setiap kekuatan itu pasti ada batasannya. Kekuatanku tak bisa digunakan untuk jarak sejauh itu." Sindir Alvis akhirnya, ia kesal mendengar rengekkan laki-laki manja dan menyebalkan itu.

Jiho terus bertanya pada Alvis tentang apa alasan sebenarnya Alvis mengajak dirinya ke Indonesia yaitu negara asal Carina. Jiho tak mungkin menolak jika itu berhubungan dengan gadis itu.

Alvis mulai berjalan ke sebuah rumah berpagar hitam yang berada tak jauh dari tempat mereka berdiri. Suara anjing menyalak tiba-tiba terdengar begitu mereka berdiri tepat di depan rumah tersebut.

"Itu! Anjing itu yang kulihat diingatan Carina!" Milo melompat turun dari pundak Jiho dan langsung berjalan masuk melewati sela-sela pagar.

"Ada apa Mike? Kenapa kau menyalak terus?!" Seorang wanita paruh baya keluar dari pintu depan menghampiri anjingnya.

HOLDER : Elsewhere (END)حيث تعيش القصص. اكتشف الآن