P.5//Practice

116 13 5
                                    

Di pagi hari, aku membersihkan diriku sebelum sarapan pagi berasama tunangan Zayn yang memimpin Kerajaan ini untuk sementara.

Seusai kami sarapan. Ia menceritakan sedikit tentang pribadi Zayn. Ia bilang, Zayn adalah raja yang tegas dan bijaksana. Zayn tidak perlu menjanjikan apapun untuk rakyatnya. Ia melakukan apapun yang pantas ia lakukan.

Beberapa bulan terakhir, Kerajaan ini sangat kacau seperti mengalami krisis ekonomi. Zayn juga cerdas, ia memerintahkan para petani untuk menghasilkan Sayur-mayur dan buah-buahan yang berkualitas.

Zayn juga memisahkan wilayah kebun dengan cara mengelompokkan tanaman yang sejenis.

Zayn menemukan alat untuk mengairi sawah di musim kemarau. Ia bekerja keras membangun alat itu dengan 30 orang yang ia pilih untuk membantunya selama 3 bulan.

Alat itu sudah bekerja dengan baik selama 12 tahun terakhir, kemarau dengan baik. Namun, alat itu macet satu bulan yang lalu di saat Zayn sudah tidak sadarkan diri selama dua bulan dan tidak seorangpun yang mengerti cara memperbaikinya.

Kemarau sudah lama mendiami wilayah ini. Air tidak mencukupi untuk mengairi perkebunan.

Kualitas Sayur-sayuran dan Buah-buahan menurun karena kekurangan air. Tanaman terpaksa dipanen sebelum waktunya sebelum mati kekeringan.

Ketika dijual kepada kerajaan lain. Sayur dan Buah hanya dihargai setengah dari harga biasanya. Tentu saja ini sangat merugikan para petani.

Kondisi sangat buruk disini ketika Zayn tak sadarkan diri. Semua merindukan sosok raja yang cerdas serta bijaksana itu.

Entah mengapa, niatku membantu mereka bukan semata-mata menjatuhkan nama baik serta rahasia Ratuku.

Sekarang, aku sedang menunggu tamu kejutan untukku dari Elisa. Sudah beberapa menit aku menunggu, akhirnya pintu megah itu terbuka.

Tampaklah seorang lelaki dengan baju kerajaan yang tidak rapi dan celana robek-robek namun masih memberikan kesan keren pada lelaki itu.

"Maaf, aku terlambat, Elisa," ia memberi hormat kepada kami kemudian tersenyum tulus kepadaku.

"Tipikal-mu, Styles!" Elisa menggelengkan kepala nya kemudian berbicara lagi. "Perkenalkan Harry, ini Chloe, Ratu yang akan membantu kita. Chloe, ini Harry kepercayaan Zayn serta sepupuku."

"Senang bertemu denganmu, Yang Mulia" Ia mengecup tanganku, menjijikan.

"Panggil saja Chloe tanpa lanjutan!" Aku menyuruhnya tapi, Zee namaku. Bukan Chloe.

"Baik, Chloe. Ayo berlatih dengan pedang basik yang kau pilih," ia berjalan mendahuluiku menuju lapangan luas ditepi Danau.

******

Aku mengelap wajahku dengan handuk putih yang sudah disediakan untukku. Napasku memburu setelah berlatih pedang bersamanya.

Ia yang mengajariku tanpa henti selama setengah jam dan ia terus memberiku solusi agar aku dapat kesempatan menusuk lawanku nanti.

Aku tersenyum padanya kemudian meneguk teh hangat tanpa gula. Aku mengrenyit merasakan teh tawar ini. Tapi, ada sesuatu yang membuatku menikmatinya.

"Untuk sang Ratu, kau hebat dalam hal ini. Tapi, Kau tahu, kau harus lebih cepat dalam permainan ini. Ataupun, menggunakan taktik yang sulit ditebak," Harry duduk disampingku.

Aku hanya diam sembari melihatnya dengan tatapan mohon-lanjutkan.

"Ketika lawanmu menarik pedangnya kembali untuk menusukmu, Itulah kesempatanmu menusuknya. Disaat ia lengah, Chloe"

Sungguh sangat menjijikan dipanggil dengan nama itu. Ingin sekali aku berteriak didepannya jika namaku bukan Chloe. Namun, jika aku melakukannya aku bisa saja menjadi lelaki penghalus kayu itu.

"Siapa yang harus ku lawan nanti?" Tanyaku padanya.

"Eh, kau akan tahu nanti," ia menolehkan kepalanya kekanan menghadapku.

Ia menggaruk tengkuknya. Kemudian membetulkan Bandananya yang bermotif kuno.

He looks so perfect. Walaupun rambut panjangnya tergerai tak beraturan dibalik bandananya ia masih terlihat menawan.

"Sudah sejak kapan kau berlatih pedang?" Aku mengeluarkan pertanyaan bodoh untuk memecahkan kecanggungan.

"10 tahun yang lalu." ia menjawab tanpa menoleh. Ia mengambil pedang berganggang kayu dengan ukiran yang aku tak mengerti sama sekali. Ia meletakan pedang nya didepanku.

Aku menautkan kedua alisku melihat pedang dengan ukiran halus didepanku.

"Kau lihat? ukirannya sudah lama dibuat. Pedang ini diukir setelah 2 tahun aku berlatih. Pedang ini hanya cocok jika aku yang menggunakannya," Ia mulai menceritakan sesuatu yang tak penting menurutku.

Aku mengelus gagang pedang nya.

"Dan ini," ia menunjukan goresan pada badan pedangnya. "Bukti jika aku sudah pernah mengikuti perang 3 tahun yang lalu tepatnya aku 17 saat itu"

"kau memenangkannya?"

"Tentu," ia menangguk. "Terkadang jika kau sudah berlatih dengan keras namun kau tak yakin kau bisa, kau takkan bisa. Begitupun sebaliknya"

"Jika kau percaya walaupun kau tidak berlatih dengan keras, kau akan bisa." Aku menyambung ucapannya. Ucapan yang biasa Liam berikan kepadaku.

Liam tahu aku. Ia tahu jika aku mudah putus asa dan tidak percaya diri.

Lelaki disebelahku mengacak rambutku. "Kau benar. Aku yakin kau sudah pernah mendengar kata-kata itu disana. Ayo, berlatih lagi!"

Ia berdiri dari sampingku. Aku mengikutinya kemudian berdiri berhadapan dengannya dengan pedang sederhana yang kupilih kemarin.

"40 derajat lebih tinggi lagi, Chloe!" Ia mengingatiku akan posisi kuda-kuda pada tanganku yang sebelah kanan.

Aku membenarkan posisi tanganku dan kakiku. Aku membuat diriku senyamam mungkin.

Aku harus percaya jika aku bisa dan aku akan selamat.

_________________

Maaf ya kalo chap ini ga nyambung ataupun aneh sama singkat. Soalnya Plot Twist nya chap ini cuma latihan sama Harry.

Hohohohoho

Leave your Vomments!

5+ for the next chapter.

I Am Not// Z.MWhere stories live. Discover now