Bab 8: Titik Acuan

Bắt đầu từ đầu
                                    

“Ini. Akhirnya aku berhasil mendapatkan berkas kasus lama AF setelah membongkar banyak sekali berkas di ruang arsip,” ucapnya lagi seraya menaruh sejumlah map yang sedari tadi dipegangnya ke atas meja.

Kris menaikkan sebelah alis, merasa penasaran. “Berkas AF?”

Inggrit mengangguk. “Iya, sesuai permintaan Kendra.”

“Ini berkas kasus tahun 2010, kan?” tanya Kris. Suaranya gugup bukan main.

Kris menelan ludah. Tiba-tiba dia merasakan aliran darahnya menderas lalu membeku di titik pusat. Jantungnya berdentam kencang. Tanpa ragu, segera diraihnya salah satu map itu, lalu dibukanya pelan-pelan.

Isinya berupa berkas kasus pembunuhan seorang siswi SMA, berikut rincian penyelidikan kasus yang menjelaskan tentang motif, modus operandi, transkip interogasi tersangka dan para saksi, sampai profil pelaku.

Kris membaca singkat keterangan dalam profil korban. Secarik foto berisi potret seorang gadis remaja terselip di sana. Gadis itu, Shakira Hanif, namanya. Terlihat sangat menawan dengan sepasang lesung pipi yang menghias senyumnya.

Berlama-lama memandangi wajah gadis itu, ternyata mampu membuat sorot mata Kris menjadi keruh. Dia berkaca-kaca. Mendung meriak di wajah pemuda itu. Inggrit yang diam-diam mencermatinya pun mendadak berkerut kening dibuatnya.

“Ada apa?” tanyanya bingung.

Kris buru-buru meraup wajah. “Tidak—aku cuma ... belum terbiasa dengan kasus pembunuhan seperti ini. Tubuh korban dimutilasi sampai ...,” ujar Kris beralasan. Bibirnya terkatup rapat. Sungguh, dia tidak sanggup menyelesaikan kalimatnya.

Inggrit tersenyum kecil, lalu menepuk punggung tangan pemuda itu. “Bukan cuma kau, Kris, semua juga begitu pada awalnya.” –dia menghibur— “Aku yakin, lama-lama kau juga akan terbiasa menghadapinya.”

Kris melipat bibir. Dicengkramnya erat-erat kedua sisi berkas itu. Benaknya tiba-tiba menyerukan sebuah penyangkalan, mungkin, selamanya aku tidak akan pernah bisa terbiasa dengan ini. Lalu dia menundukkan kepala, kembali menekuni berkas kasus itu.

Inggrit menjatuhkan pandangan ke sisi kiri ruangan. Di sana, berdiri papan linimasa yang telah penuh dengan rangkuman kasus pembunuhan Dewi Arini. Foto AF ditempel menggunakan pin magnet tepat di tengah-tengah papan linimasa. Kemudian, pada bagian atasnya tertulis kata “tersangka” yang dilingkari dengan spidol berwarna merah.

“Oh, ya, soal potongan kaki kiri yang ditemukan dalam koper itu, apa hasil tes DNA-nya sudah keluar?” tanya Inggrit penasaran.

“Sudah dan hasilnya cocok,” jawab Kris kemudian, yang lantas memantik semangat Inggrit untuk berdiri dari kursinya.

Wanita itu mendekat ke linimasa. Dia tampak menimbang-nimbang saat membaca petunjuk berikut keterangan yang tertulis di sana. Kasus ini sedikit menarik jika dibandingkan dengan kasus pembunuhan yang AF lakukan sebelumnya—tujuh tahun lalu. Inggrit telah membaca berkas kasus lama milik AF dan dia menemukan beberapa hal yang mesti digarisbawahi. Terutama dalam kasus pembunuhan Dewi Arini. AF tampak begitu ceroboh. Dia seperti pembunuh amatir yang—entah sengaja atau tidak—meninggalkan jejaknya di mana-mana.

“Menurutmu, apa yang membedakan kasus AF yang dulu dengan yang sekarang?”

“Entahlah. Yang jelas dia sama-sama mengepak potongan kaki kiri korban ke dalam koper, lalu membuangnya di padang ilalang,” sahut Kris yang masih berusaha mempelajari berkas kasus di tangannya.

“Menurutku, koper itu memang sengaja dibuang AF di padang ilalang. Seperti ... sebuah peringatan, yang mungkin ditujukan untuk seseorang,” sela Wirya yang entah sejak kapan sudah berdiri di ambang pintu.

CIRCLE [Revisi]Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ