Ls ~ 1

10 0 0
                                    

Suasana Cafe tempat aku membuat janji dengan Ica terlihat lega

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suasana Cafe tempat aku membuat janji dengan Ica terlihat lega. Tidak banyak pengunjung yang menempati meja yang tersusun dalam cafe. Mengedarkan pandangan mencari sosok teman yang kurang lebih sepuluh tahun ini setia menemani. Kisah suka duka bila diceritakan awal dan runtut sepertinya bisa menyaingi ketebalan kamus bahasa. Sosok wanita berambut bob terlihat khusu memandang ponsel. Secangkir kopi hitam pekat ada diatas mejanya. Entah apa yang membuat Ica begitu menyukai kopi pahit itu. "Idup gua itu udah manis, jadi gua lagi belajar rasa pahit dari kopi." Aneh? Memang. 

"Dari tadi Ca?" Tas yang kubawa kuletakkan atas meja. 

"Lumutan gua nungguin lu." Mata bulatnya terbuka sempurna. jangan pernah berfikir tingkah ica ini terlihat menyeramkan, karena nyatanya hal ini malah terlihat menggemaskan. "Oke sorry, gua pesan dulu. sebagai gantinya gua traktir lu cheese cake. Oke?" 

"Oke pake banget." 

Cafe tepat langgananku dan Ica ini memang mengharuskan kita untuk memesan langsung ke meja kasir. Mencatat apa yang kita inginkan, membayar dan menunggu sebentar. Selesai pesanan kita jadi, nama kita akan dipanggil dan kita bisa membawa pesanan kita langsung kemeja. 

"Napa serius banget sih liat hp nya?" milk shake coklat ukuran besar memang paling pas untuk jadi teman di suasana panas hari ini. 

"Lagi heran gua, liat sosmed isi postingan kalo ga pacaran, tunangan kalo ga nikahan. ini malah ada yang gembar-gembor perkembangan anak. yang ngepost pada ga berpri kejombloan. ga liat nasip jomblo kece kaya kita-kita kali ya?" Aku hanya tersenyum menanggapi. "Sekalinya liat akun gosip gua jadi tambah ngenes." 

"Kenapa emang?" 

"Lagi rame orang ganti sesuatu. Gua yang dari jaman lahir asli malah sedih, ngerasa gagal gua." 

"Gagal gimana?"

"ya gagal aja Ve, mereka yang katanya ganti bisa cantik paripurna, gua yang asli malah biasa aja." 

aku hanya tertawa mendengar jawaban konyol Ica. "Lu ngerasa terintimidasi gitu Ca?" 

"Hehe, dikit Ve." 

"Tapi emang cantik sih." jujur tidak bisa bohong, mereka yang diisukan berganti ini memang punya kecantikan yang luar biasa. Bila tidak percaya coba saja cari diberbagai media sosial. sudah banyak yang membahas. 

Kita disini tidak bisa terlalu banyak berkomentar karena itu pilihan yang mereka putuskan. tapi bukankah sesuatu yang sudah digariskan sejak awal adalah sebuah hal yang baik untuk kita. Bila memang awal terasa tidak nyaman, dan menginginkan sebuah perubahan maka bisa dilakukan selagi tidak melanggar norma entah di mata Tuhan maupun manusia. 

"Oh ya, jadi kenapa di waktu yang bisa dibilang siang engga sore engga gini lu ngajak ketemuan." Ica meletakkan hp yang sedari tadi menjadi fokusnya. 

"Emm gua mau cerita."

"Cerita apaan?" Disesapnya kopi hitam dalam cangkir putihnya. Tangan bercat merah itu mulai bergerak menyentuh cheese cake yang aku bawakan. 

"Gua dilamar." kutunjukkan tangan kiriku yang bertengger cincin di jari manis. Mata Ica terbuka sempurna. Memperhatikan diriku dan cincin bertahta berlian. 

"Gila. Sejak kapan????!"


* * * 

Sebuah mobil berwarna putih terparkir tepat dibelakang mobil Bapak. 

"Ngeliatin mobilnya biasa aja kali Mba. Tau aja kalo itu mobil mahal." Suara Alvin berhaasil memecahkan lamunanku tentang mobil putih. 

"Punya anak temen Bapak, Mba." Tanpa ditanya Alvin menjelaskan. "Ade yakin Mba bakal lebih bengong kalo liat orangnya." Si bontot yang sering berlaga tua ini berkomentar. 

"Napa bisa mikir gitu De?"

"Orangnya ganteng banget Mba. Aku aja langsung ngeFans. pokoknya lebih kece, tampan dan gagah dia dari pada idola Mba itu deh si Ehun-Ehun cadel itu." 

"Alvinnnn, jangan sekali-kali ngejek pacar Mba ya kalo kamu masih mau dapet tambahan uang jajan." Ini anak satu memang sekali-kali harus diberi pelajaran.

"Ia deh Mba Veve yang cantik jelita, baik hati tidak sombong yang suka halu mikirin Sehun EXO,"

"ALVIN!" 

"Ia Mba maaf." Dengan senyum Alvin berjalan masuk kedalam rumah.

* * * 

"Mba, Bapa mau ngomong sama kamu." Suara dalam penuh wibawa Bapa membuat mataku teralih dari sinetron kesukaan Ibu. Sudah jadi kebiasaan setelah makan malam kita sekeluarga akan berkumpul diruang tengah. Menonton televisi sambil berbincang ringan membicarakan apapun. Alvin yang berada dibawah dengan setoples keripik mulai ikut memperhatikan. 

"Kamu taukan kalau tadi Bapa ada tamu." aku mengangguk mengiakan. "Dia Ilham, anak teman Bapak. Sewaktu kuliah dulu Bapa dengan Ayah Ilham pernah berjanji untuk menikahkan anak kita," Bapa diam sebentar dan melihatku. Aku hanya diam memandang Ibu yang kini tersenyum. "dan seprti yang Mba pikirkan, Mba maukan bila menikah dengan Ilham?" 

Bingung. Itu yang aku rasakan kini. Apa yang harus aku lakukan? 

"Dia anak baik. Bapak kenal dia. Bapa tidak akan menawarkan hal ini bila Bapa tidak tahu tentang siapa dia, bagai mana keluarganya dan bagai mana tingkah lakunya. Bapa harap Mba mau menerima dengan lapang dada." 

* * * 

"Jadi  lu perwujudan Siti Nurbaya jaman now?" Aku hanya bisa mengangguk pasrah sedangkan Ica tertawa bahagia. 

"So bagai mana bentuk perwujudan sang Datuk Maringgih?" 

Perwujudan teman jaman sekarang. Tertawa diatas penderitaan orang. Tapi jangan pernah kalian samakan sosok Ica dengan sosok teman bermuka dua. Karena dia akan ada di garda depan untuk melindungi orang-orang yang ia sayangi termasuk aku. 

"Ve, " Suara dalam khas laki-laki dewasa membungkam tawa Ica. Mata bulatnya memperhatikan diriku dan sosok lelaki yang berdiri dengan senyum menawan. 

"Dia." ucapku lirih. 

mencondongkan tubuh Ica berkata pelan. "Kalo si Datuk bentuknya gini, gua juga mau kalo ada duplikatnya dodol." 


--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------


oke part awal kelar. 

moga ga ada istilah mandeg di jalan ya, 

LOVE ScenarioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang