NUE L' ART

954 54 3
                                    

Satu hentakan nada di udara, satu leher menjemput dirinya dalam kegelapan abadi. Melodi yang begitu indah, mengantarkan segala duka ke dalam keheningan yang begitu intim. Tangan itu kembali menghentak, satu leher kembali terkulai ke tanah. Angin berembus melewati kaki-kaki yang menggantung dan sebuah jalan yang dipenuhi dedaunan yang gugur, menyambut kematian-kematian yang menari begitu gembira.

Sebuah buku di tangan, The Savage God, mengantarkan alunan piano dan gesekan biola melewati rumah-rumah yang mulai membuka pintunya bagi kebahagiaan yang begitu dalam. Kematian menyambut siapa pun yang ingin menari.

Maka menarilah siapa pun yang selama hidupnya menahan diri. Menuju jalanan yang dipenuhi remang lampu dan seorang laki-laki yang tengah menari dalam alunan piano dalam dirinya.

Kegelapan tertawa begitu lepas dan gagak-gagak bercanda dalam keriuhannya. Laki-laki itu berjalan, menghentakkan tangannya ke udara, di mana setiap getaran langkah kakinya, satu leher tersungkur dan segala yang sakit terbebaskan.

Laki-laki itu terus menari, tertawa lepas pada bayangannya yang jatuh pada kedua kakinya. Menutup kedua bola matanya, merasakan gairah akan sebentuk ketiadaan yang terasa dekat.
Alunan nada menghentak. Satu tangan terangkat ke udara. Satu leher jatuh ke atas tanah. Dan embusan udara yang mengalir begitu bebasnya, membawa nada-nada kebahagiaan itu ke celah-celah sempit sebuah kota yang tertidurkan oleh perasaan sepi.

Laki-laki itu terus menari dan terus menari. Mengikuti setiap nada yang memasukinya dirinya dengan begitu penuh. Menikmati setiap gerak tubuhnya. Merasakan keindahan yang datang dari rasa yang tertekan di dalam. Membebaskan dirinya sendiri dalam keterbatasan yang tak lagi kuat mengikuti kebahagiaannya.

Dia tersenyum lebar. Memuaskan dirinya pada kematian yang begitu membius. Pintu-pintu terbuka. Orang-orang berlarian ke kegelapan jalanan. Menari. Mengikuti gerak tubuh dan jemarinya yang melayang-layang di udara.

Satu orang. Seratus orang. Seribu orang. Dan ribuan lainnya berkumpul bersama dalam tarian yang begitu lembut. Menghambur keluar menyambut nada-nada yang memesona telinga dan perasaan mereka.

Laki-laki itu menari. Terus menari. Melewati kerumunan yang menari bersama dirinya. Angin mengembuskan daun-daun kering dan cahaya bulan mengintip di balik awan-awan yang melambung dalam kegembiraan yang terpancar di bawahnya.

Dalam nada terakhir yang menyentak. Tangan itu terangkat ke udara begitu tingginya. Kemudian menghentakkannya begitu kuat ke bawah, membawa seluruh tubuh-tubuh yang menari itu dalam kegairahan yang terakhir. Seluruh tubuh yang tersungkur bersama dalam rengkuhan malam yang sangat indah.

*

cerita ini terinspirasi oleh buku The Savage God: A Study of Suicide karya A. Alvarez dan lagu instrumental indah milik Fuat Alkan yang berjudul Lost Dreams. di cerita ini, aku tengah membayangkan seorang laki-laki yang menari dalam remang jalanan, di mana alunan nada Lost Dreams menyertainya. kedua tangannya menari-nari layaknya pingiring orkestra dan di saat tangan kanannya menghentak ke udara, satu orang mati dalam kebahagiaan yang paling dicarinya seumur hidup. dan dihentakan yang terakhir, ribuan orang yang ikut menari, menghentikan napas mereka seketika. Tersungkur bersama dalam kematian yang layaknya seni yang penuh kelembutan yang diselimuti kegembiraan.

DUNIA YANG BENAR-BENAR ANEHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang