"Aku serius--hei! Mau apa kau?"

Pergerakan pemuda jangkung yang tiba-tiba mendekat dengan agresif membuat Renjun sedikit waspada dan kelabakan. Ia bergerak panik saat Jaemin menunduk menarik ujung celananya yang longgar sampai sebatas lutut, menampilkan perban putih yang melilit manis kakinya. Disisan perih keluar dari mulutnya saat lukanya terkena kontak dengan tangan Jaemin tidak sengaja.

"Memangnya lemari seperti apa tempat penyimpanan cat itu?" selidik Jaemin sambil menatap lurus-lurus matanya dengan tajam. Ia merasa terintimidasi. Bibir bawahnya ia gigit, kebiasaan lama yang ia lakukan saat sedang berpikir keras.

"Bukan hal serius, aku hanya terjatuh dari sepeda--"

"Renjun..." Jaemin bergumam rendah, dan Renjun tahu ia tidak bisa mengelak.

"--aku memang terjatuh dari sepeda, oke? Saat itu jalanan licin dan aku tidak memperhatikan sekitar saat berbelok di tikungan," cerocos Renjun cepat.

"Kapan?"

"Kemarin lusa?"

"Oke jawab ini. Siapa yang perlu kuhabisi?"

Renjun mengernyit tidak paham akan ucapan Jaemin. "Maksudmu?"

"Kau tidak mungkin jatuh dengan sendirinya. Siapa yang menabrakmu?"

Laki-laki berpostur mungil itu tercenung mendengar penuturan Jaemin. Ini kabar buruk, kalau sudah seperti ini Jaemin benar-benar marah. Dan akhir kemarahan dari seorang Na Jaemin tidak pernah bagus. Terakhir Renjun terluka seseorang hampir sekarat kalau Renjun tidak menahannya.

"Tidak ada. Lagipula ini bukan salahnya," Renjun mendesah pelan.

"Salahnya. Jadi benar memang ada orang yang ikut andil ya," Jaemin tersenyum miring. Renjun mengutuk mulut bodohnya dalam diam.

"It's okay, Jaemin. Dia tidak sengaja, orang itu bahkan mengantarku ke rumah sakit," Renjun berujar lembut sambil menepuk lengan Jaemin untuk meresakan emosi pria jangkung tersebut.

"Tentu saja dia harus mengantarmu! Kalau tidak--"

"Kau akan membunuhnya?"

Sebuah suara rendah yang terdengar datar dan bosan menginterupsi perdebatan kecil mereka. Jaemin dan Renjun menolehkan kepala hampir bersamaan. Hal yang akan terlihat lucu jika mengabaikan ketegangan atmosfer yang tercipta.

"Siapa..."

Penyelundup itu mendengus mendengar Jaemin yang tidak menyelesaikan kalimatnya. Alih-alih ia mengamati dua wajah berbeda yang kini menatapnya. Jaemin terlihat bingung sekaligus terkejut, itu jelas. Dan kalau boleh menambahkan ia tampak sedikit gusar. Sedangkan Renjun, entah apa yang terlintas di benaknya sekarang. Ekspresinya tidak terbaca.

Sadar dari fase kososng yang sempat melandanya, Jaemin memperbaiki postur dan pembawaannya sebelum menyerang.

"Apa orang asing dapat seenaknya masuk ke studio?"

Renjun berjengit mendengar nada dingin di suara Jaemin. Diam-diam ia mengantisipasi respon orang yang masih berdiri di ambang pintu.

"Orang asing? Wow itu menyakiti hatiku," cibirnya tak kalah ketus.

"Kalau tidak berkepentingan lebih baik kau angkat kaki dari tempat ini. Lagipula apa yang Mark Lee lakukan di studio seni?"

Race Of The Heart [COMP.]Where stories live. Discover now