5

1.3K 203 3
                                    

Sena melepas helm hitam yang tadi melekat di kepalanya dan sedikit merapihkan rambutnya yang agak berantakan lalu menaruh helm-nya di tempat yang memang sudah di sediakan untuk murid-murid meletakan benda itu.

Hendak melangkahkan kakinya, ia melihat (Namakamu) yang baru saja turun dari mobil bersama seorang laki-laki.

Sebenarnya, Sena bukan termasuk dalam kategori orang-orang yang tingkat keingintahuannya di atas. Tapi entah kenapa sekarang ia justru berhenti dan memperhatikan (Namakamu).

Dari kejauhan, Sena melihat (Namakamu)  sedang merapihkan rok sekolahnya yang agak kusut. Setelah itu, (Namakamu) terlibat perbincangan sebentar dengan laki-laki yang kelihatannya sedikit lebih tua di atasnya. Ya walaupun yang Sena liat tidak tua-tua amat.

(Namakamu) mengerucutkan bibirnya ketika laki-laki itu mengacak rambutnya dengan gemas membuat Sena semakin kebingungan.

"Pacarnya kali, ya?" Gumam Sena pada dirinya sendiri.

Ketika sadar laki-laki yang tadi bersama (Namakamu) sudah meninggalkan area sekolah, Sena menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tidak gatal sama sekali. Ia hanya heran dengan sikapnya yang tiba-tiba menjadi seperti mau tau aja urusan orang.

Benar-benar bukan dirinya.

***

Terik matahari siang ini membuat (Namakamu) ingin sekali kembali ke kelas. Tapi, guru olahraganya tidak mengizinkinkan muridnya kembali ke kelas sebelum jam pelajaran habis.

Hari ini adalah jadwal olahraga untuk kelas XI IPA 3. Sebenarnya, (Namakamu) tidak terlalu suka pelajaran olahraga. Apalagi jam olahraganya kedapatan di siang hari.

(Namakamu) melihat ke arah Adel dan Kanya yang sedang bermain basket bersama teman-temannya yang lain. Tadinya, ia juga ikut di ajak, tapi (Namakamu) terlalu malas untuk berpanas-panasan di tengah lapangan. Apalagi sekarang ia sedang halangan.

"Ngga ikut main?" Tanya seseorang yang baru saja ikut duduk di sampingnya.

(Namakamu) menggeleng sambil menoleh ke arah Iqbaal.

"Kenapa? Takut item ya?"

"Ngga juga."

"Terus?"

"Males aja." Jawab (Namakamu) seadanya. "Lo sendiri kenapa ngga gabung sama temen-temen lo?"

"Mau sama lo aja. Bosen sama mereka terus."

Jawaban santai dari Iqbaal sukses membuat (Namakamu) diam. Seharusnya tadi ia tidak usah bertanya.

"Lo pindahan dari mana deh?" Tanya Iqbaal. "Terus kenapa lo pindah kesini?"

(Namakamu) menarik nafas sejenak sebelum menjawab pertanyaan dari Iqbaal.

"Bandung. Orangtua-"

"Kaya Milea, dong? Tapi kalo Milea, dari Jakarta pindah ke Bandung." Selak Iqbaal dibarengi dengan cengirannya yang justru membuat (Namakamu) menjadi bingung.

"Hah?"

"Hehe jayus ya? Yaudah lanjutin.. jadi, orangtua lo?"

"Orangtua gue di pindah tugasnya ke Jakarta. Jadi, keluarga gue pindah deh."

Iqbaal mengangguk sebelum kembali bertanya, "Lo... udah punya cowok, (Nam)?"

Untuk kesekian kali, laki-laki yang sedang duduk bersama (Namakamu) membuat perempuan itu bingung sendiri. Pertanyaan macam apa ini ...

Melihat perubahan raut wajah (Namakamu), Iqbaal jadi merasa tidak enak. Ia berdehem sebentar. "Udah, udah. Ngga usah dijawab, (Nam), hehe."

(Namakamu) tersenyum lega karna ia juga sebenarnya bingung ingin menjawab apa.

"Oh iya Baal, jaket lo masih di cuci, jadi belom bisa di bawa." Ujar (Namakamu) berusaha kembali mencairkan suasana. "Mungkin besok."

"Iya ngga apa-apa. Santai aja kali."

"Yaudah kalo gitu. Gue susul Adel sama Kanya du--" (Namakamu) menghentikan ucapannya saat melihat tidak ada Kanya dan Adel di lapangan, "loh, mereka mana deh?"

Iqbaal ikut melihat ke arah lapangan. Benar saja, kedua perempuan yang (Namakamu) cari sudah tidak ada di tempat tadi mereka bermain.

"Ke kantin kali beli minum." Kata Iqbaal.

(Namakamu) membenarkan dalam hati, "Yaudah kalo gitu gue mau nyusul mereka dulu, Baal."

(Namakamu) beranjak dari duduknya hendak pergi ke kantin menyusul Adel dan Kanya. Saat ingin melangkah, tangannya di tahan oleh Iqbaal membuat ia menoleh ke arah laki-laki itu.

"Langsung ke kelas aja." Ajak Iqbaal.

"Loh, kenapa? Gue kan mau nyusul Adel sama Kanya, kalo emang lo mau--"

Iqbaal memutar tubuh (Namakamu) menghadap ke arah lantai 3 dimana kelasnya berada. Di sana, terlihat Adel dan Kanya yang asik mengobrol dan sesekali tertawa bersama teman kelasnya yang lain.

"Astaga, jadi gue di tinggal?"

Iqbaal terkekeh pelan. "Lupa kali mereka." Ujarnya kemudian mengajak (Namakamu) untuk ke kelas bersama.

***

"Kenapa sih, kalian tadi ngga ajak gue ke kelas bareng?" Tanya (Namakamu) sambil memasukan buku-bukunya ke dalam tas.

"Lupa gue kalo lo masih di lapangan, hehe." Jawab Adel.

Mendengar jawaban Adel, Kanya mendengus.

"Boong tuh, (Nam)."

"Maksudnya?"

"Tadi gue udah mau samperin lo, tapi, nih si Adel ngelarang. Katanya, biarin aja lo berduaan sama Iqbaal." Jelas Kanya.

(Namakamu) mengernyit bingung. "Tunggu, maksud lo apaan, Del?"

Yang ditanya hanya menunjukkan cengiran tidak berdosanya.

"Adel, apaan sih?" Tanya (Namakamu) lagi.

"Ya gue kan cuma mau kasih Iqbaal kesempatan aja. Soalnya, dia kan udah baik sama lo kemarin."

"Yaelah, soal jaket kemaren, si Iqbaal tuh cuma caper aja, Del." Sahut Kanya. Ia berani berbicara seperti itu karna keadaan kelas sudah sepi. Hanya tersisa mereka bertiga.

"Yee, lo mah emang buruk mulu pikirannya kalo udah soal Iqbaal."

"Karna emang tuh anak ngga pernah ada baik-baiknya, Adel."

"Ishhh, udah, udah." Ucap (Namakamu). "Ngga usah di omongin lagi. Kakak gue udah di parkiran, katanya."

"Yaudah sana duluan. Gue mau anterin Adel dulu nih ke perpus."

(Namakamu) mengangguk. Kemudian, ia berlalu meninggalkan kelas menuju ke parkiran.

Sampai di parkiran, ia langsung menghampiri Tama yang sedang bersandar di mobil sambil memainkan handphonenya.

"Tam," panggilnya saat sudah di depan Kakaknya.

Tama memasukan handphonenya ke dalam saku dan mengeluarkan kunci mobil sambil berkata, "lama, deh. Panas tau."

"Lah, lagian kenapa nunggu di luar? bukan di dalem mobil aja."

"Ya sekalian liat-liat. Ternyata, di sekolah lo banyak juga yang cantik-cantik."

"Najong. Udah ah, ayo balik." (Namakamu) masuk ke dalam mobil dan disusul oleh Tama.

Tanpa di sadari, Iqbaal dan Sena daritadi sudah memperhatikan (Namakamu) dan Tama dari jauh sambil terus bertanya-tanya, siapa lelaki itu.

Entah kenapa, ada kecemasan yang muncul dari diri Iqbaal yang ia sendiri tidak mengerti karna apa.

Changed EverythingWhere stories live. Discover now