Bab 6: Alur Yang Sempurna

Start from the beginning
                                    

"Luka lecet? Jadi, apa ...."

"Kita masih harus menunggu hasil tes DNA-nya, Ken," sergah Laura sebelum Kendra mulai berasumsi. "Untuk memastikan, apakah potongan kaki ini memang benar milik korban," lanjutnya. "Kemungkinan besok baru keluar atau bisa jadi malam ini.

"Kami juga belum melakukan pembedahan lebih lanjut pada jasad korban. Sepertinya kita harus meminta persetujuan dulu dari Komandan Abraham sebelum melakukan itu."

Kendra berdecak kesal. "Masalahnya dia tidak bisa dihubungi sampai sekarang."

"Apa dia sudah tahu kalau putrinya meninggal?"

"Entahlah." Kendra tidak yakin apa komandannya itu sudah membuka pesan suara darinya atau belum.

Inggrit yang merasa dirinya bagai sesosok hantu tak kasatmata di ruangan itu, segera memecah perdebatan mereka. "Aku sedikit heran sebenarnya. Kalau memang benar potongan kaki ini cocok dengan DNA korban, kenapa hanya kakinya saja yang dimutilasi?"

Dalam beberapa kasus yang pernah Inggrit tangani sebelumnya, umumnya para pelaku memutilasi seluruh bagian tubuh korban. Saat eksekusi selesai dilakukan, pelaku kemudian memasukkan potongan-potongan tubuh tersebut ke dalam koper, kardus, atau kantong hitam, lalu membuangnya di tempat-tempat tertentu yang tak banyak diketahui orang. Tujuannya sudah jelas, untuk menyulitkan proses penyelidikan. Namun, dalam kasus ini semua seolah terlihat sangat mudah.

"Benar juga," gumam Laura yang setuju dengan ucapan Inggrit. “Apa pelaku hendak menyampaikan pesan dengan melakukan ini?”

Mereka terdiam dalam pikiran masing-masing.

Kendra, dengan raut wajah serius, turut berpikir keras. Ada sesuatu yang janggal dalam kasus ini, pikirnya. Bahkan, sejak awal, sejak sidik jari yang tertinggal pada kaca mobil itu terkonfirmasi. Dia merasa Alfian Narendra seakan sengaja menunjukkan identitasnya. Tapi, untuk apa?

"Inggrit," panggil Kendra kemudian, yang serta merta membuat Inggrit menoleh padanya. "Aku ingin kau mencari berkas kasus di ruang arsip Sektor Sekupang."

Merasa tertarik, Inggrit segera melompat dari kursinya. "Kasus apa?"

"Kasus serupa, tepatnya tujuh tahun lalu. Oh, jangan lupa kumpulkan informasi tentang Alfian Naredra juga."

"Gampang." Inggrit menyanggupinya dengan anggukan.

Kendra beralih pada Laura. "Bagus. Oh, ya, di mana koper mahal itu?"

"Sudah dibawa oleh Iptu Rangga ke Labkrim."

"Hm, baiklah, aku akan menemuinya sekarang." Kendra menatap kedua wanita hebat itu bergantian, lantas berkata, "Kabari aku secepatnya."

Kasus ini harus segera diselesaikan.

______________________________

Rangga sedang memeriksa kelengkapan berkas di atas meja saat pintu ruangannya diketuk dari luar. Dia berseru, “Masuk!”. Pintu membuka. Tak lama sosok Kendra muncul dari balik pintu.

Rangga membetulkan letak kacamatanya.

Kendra menyapa, “Apa kau sibuk?”

Dia menutup pintu, lalu mengedar pandang sejenak. Labkrim sedang sepi saat itu. Di dalam ruangan, hanya tersisa Rangga dan seorang polisi wanita berseragam yang saat ini tengah sibuk mengetik sesuatu di balik komputer. Kendra berpikir, barangkali anggota lain dikerahkan untuk menangani kasus baru.

Rangga menanggapi sapaan Kendra dengan senyum. "Nggak sibuk-sibuk banget," jawabnya. "Aku bahkan belum menghubungimu, tapi kau sudah ada di sini sekarang."

CIRCLE [Revisi]Where stories live. Discover now