Hey, I! - Chapter 10

102 9 0
                                    

: Chapter 10 – Rencana Berujung Luka :

"Aku tahu jika aku licik. Aku tahu jika aku bukan manusia yang memiliki hati baik. Aku hanya ingin mereka merasakan apa yang aku rasakan dulu, bagaimana tersiksanya aku karena masa lalu. Walau pada akhirnya... luka itu justru kembali menganga."

***

Traumanya di masa lalu mungkin membuat Arini menjadi takut untuk berdekatan dengan sosok laki-laki. Tapi, tidak dengan hatinya yang masih menyimpan dendam—masih ingat bagaimana dengan kejinya laki-laki yang disayang dan ia cintai menjadikan dirinya taruhan, membiarkan tubuh Arini dijamah oleh tangan-tangan nakal yang haus menyentuh tubuh seorang perempuan.

Arini mengernyit, merasa jijik ketika ingatan itu kembali menerpanya. Ia mereka ulang bagaimana hal itu bisa terjadi, dan sampai sekarang, Arini tidak mengetahui alasan yang sebenarnya. Arini hanya mengingat bagaimana cowok itu menyentuhnya, mengingat bagaimana cowok itu memaksanya untuk membuka seluruh kain yang membalut tubuhnya dengan kasar, mengingat bagaimana cowok itu menampar dirinya ketika ia memberontak. Arini mengingat semuanya, merasakan semua sentuhan menjijikan itu hingga membuat tulangnya terasa ngilu karena saking menjijikan sentuhan itu. Bahkan, Arini mengingat bagaimana cowok itu meminta teman-teman brengseknya untuk memegangi tubuh Arini agar ia dengan mudah membuka seluruh kain yang membalut tubuh Arini.

Arini tersenyum begitu tipis, senyuman yang sangat sinis terpampang di wajahnya. Mengingat kejadian itu, membuat sisi lain dirinya tiba-tiba saja muncul. Arini ingin sekali membalaskan dendamnya, melampiaskan kemarahannya dan rasa kecewanya pada kaum laki-laki karena sudah membuatnya hancur, sudah membuatnya terpuruk.

"Kamu kenapa?" pertanyaan itu membuat Arini mengerjap, cewek itu mengarahkan pandangannya pada Jimbrun yang masih duduk di hadapannya.

Entah kenapa, tiba-tiba saja pikiran licik terputar di kepalanya. Pikiran tentang membalaskan dendamnya, mengarah pada sosok Jimbrun yang kini sedang menatapnya bingung.

Arini tahu ini gila, tapi ia akan melakukannya.

Arini akan membuat Jimbrun jatuh pada dirinya, lalu menghempaskan cowok itu hingga terpuruk pada lubang yang ia sendiri tidak tahu di mana jalan untuk keluar.

"Aku nggak papa," jawab Arini sembari tersenyum tipis.

Jimbrun mengangkat sebelah alisnya. "Kamu yakin? Ada yang sakit? Muka kamu... pucat," ucap cowok itu sembari memerhatikan wajah Arini yang terlihat pucat, guratan lelah pun terlihat di wajahnya.

"Mungkin cuman kecapekan," gumam Arini sembari kembali melanjutkan makannya.

Jimbrun hanya mengangguk paham. Cowok itu pun melanjutkan makannya, tanpa pandangan yang lepas dari Arini.

Merasa jika dirinya diperhatikan, Arini mendongak. Cewek itu mengangkat sebelah alisnya, menatap bingung pada Jimbrun. "Ada yang salah dari aku?" tanyanya.

Jimbrun menggeleng. "Nggak ada... kalau kamu capek, kita pulang sekarang aja," katanya. Cowok itu sudah ingin bangkit dari duduknya, namun dengan cepat Arini menahannya hingga ia kembali duduk di tempatnya.

"Nggak," Arini menggeleng pelan. "Aku masih belum mau pulang, malas sendirian di kost," lanjut cewek itu sembari melepas genggaman tangannya pada pergelangan tangan Jimbrun. Setelah mengatakan itu, Arini kembali melanjutkan makannya dalam diam, membuat Jimbrun menatapnya bingung.

"Tapi, kamu capek," ucap Jimbrun sembari terus memandangi wajah Arini.

Arini tidak langsung menjawab, cewek itu memilih untuk menghabiskan makanannya terlebih dahulu sebelum akhirnya menatap lurus pada Jimbrun. "Temanin aku," ucapnya.

Hey, I!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang