Hey, I! - Chapter 9

74 7 0
                                    

: Chapter 9 – Dekat :

"Bukan maksud hati untuk memberi harapan, aku hanya ingin bersikap baik pada semua orang yang berusaha mendekatiku."

***

Arini baru menyelesaikan video call dengan Oky beberapa menit lalu. Baru saja Arini berniat untuk makan, ponselnya kembali berdering. Cewek itu melirik ponslenya, mendapati nomor tak dikenal yang meminta untuk sambungan video call. Mengerutkan kening, Arini menerima sambungan telepon itu.

Arini membeliak ketika melihat wajah Jimbrun yang terpampang di layar ponselnya. Cowok dengan brewok tipis itu tersenyum ke arahnya, dan memberikan sapaan manis. "Hai, selamat sore," katanya dari sebrang sana. Terdengar nada riang yang terselip di sana.

Arini mendengus mendengar itu. "Mau ngapain kamu telepon aku?" tanyanya langsung, tidak ingin berbasa-basi.

Terlihat Jimbrun menggedikkan bahunya. "Nggak papa, habisan lagi bosan. Jadi..., telepon kamu aja," ucapnya.

"Jadi, karena kamu lagi bosan, makanya telepon aku? Jadi, secara nggak langsung, kamu anggap aku ini sebagai pelampiasan rasa bosan kamu?" tanya Arini, terdengar sinis karena ucapan Jimbrun sebelumnya.

Jujur saja, Arini kadang suka kesal dengan cowok seperti Jimbrun ini. Mereka hanya datang saat sedang bosan, ketika mereka sudah merasa bahagia lagi, ia akan pergi begitu saja. Bukannya Arini berharap jika Jimbrun menghubunginya karena hal penting, tapi ia memang tidak suka dengan hal-hal seperti ini.

Jimbrun menggeleng, terlihat bingung. "Bu-bukan! Aku..." ia menggaruk tengkuknya, kikuk.

"Aku matikan aja, ya?" tanya Arini yang langsung dijawab seruan 'tidak' dari Jimbrun.

"Jangan, please... aku mau ngobrol sama kamu," kata Jimbrun dengan wajah memelas. Cowok itu menatap Arini dengan tatapan sendu, memohon secara tidak langsung agar ia tidak mematikan sambungan mereka.

Arini mendesah pelan. "Kamu bisa ngobrol sama aku di tempat kerja nanti," ucapnya. Bodo deh, yang penting dia matiin dulu ini telepon, gue laper.

Mata Jimbrun terlihat berbinar dengan ucapan itu. "Serius? Nanti ada pacar—"

"Pacarku lagi di luar kota," ucap Arini memotong cepat. "Udah, ya. Aku matikan dulu, bentar lagi mau berangkat kerja soalnya." Setelah mengatakan itu, Arini langsung memutuskan sambungan secara sepihak tanpa menunggu balasan dari sebrang. Ia kemudian melempar ponselnya ke atas kasur, lalu melanjutkan aktivitasnya yang tertunda.

***

Arini sampai ke tempat kerjanya lebih awal dari biasanya. Cewek itu memang sengaja memilih untuk datang satu jam sebelum jam kerja di mulai, itu lebih baik daripada ia harus berada di kost sendirian dan tidak tahu ingin melakukan apa.

Setelah absen, cewek itu langsung berjalan menuju ruang karyawan. Arini mengeluarkan barang-barang yang selalu menjadi temannya; ponsel, rokok, dan pematik. Ia berjalan keluar ruang karyawan, duduk di bangku yang ada di samping bar.

Arini mengeluarkan satu batang gulungan tembakau dari bungkusan kotak itu, menyalakannya dengan pematik. Baru saja ia ingin menghembuskan asap rokok yang masih berada dalam paru-parunya, seseorang muncul di hadapannya dengan senyum lebar dan membuat Arini tersedak karena asap rokok itu.

"Hai, Ri," Jimbrun tersenyum lebar, sedikit mengerutkan kening karena Arini terbatuk beberapa kali. "Kamu nggak papa?" tanyanya, mengambil duduk di hadapan cewek itu dan menatapnya dengan khawatir.

Arini mengangkat tangannya, menandakan jika dirinya belum bisa berbicara. Setelah merasakan asap rokok itu tidak lagi mencekik lehernya, Arini menarik napasnya dalam untuk mengisi paru-parunya dengan oksigen.

Hey, I!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang