Chapter 2 : Let's Go!

60 9 8
                                    

Lightia? Tempat apa itu? Aku bahkan tak pernah mendengarnya sebelumnya,” tanya Milo heran. Seorang gadis asing bernama Petra tiba-tiba datang ke kamarnya dan ingin membawanya ke suatu tempat yang tidak diketahuinya bernama Lightia? Milo masih tidak percaya akan semua ini. Ia bahkan tak bisa membedakan ini mimpi, ilusi, atau kenyataan.

Jika ini mimpi, bangunkan aku segera. Jika ini ilusi, sadarkan aku segera. Dan jika ini kenyataan, sungguh aku masih tidak percaya, gumamnya dalam hati.

“Ayolah, Milo. Ini tidak lucu dan aku sedang tidak bercanda.” Petra memutar bola matanya malas.

“Aku juga tidak,” jawab Milo dengan wajah serius. Petra mengernyitkan dahi. “Aku benar-benar tidak tahu,” lanjutnya.

Petra mendekatkan wajahnya ke wajah Milo sambil menatapnya lekat-lekat. Milo mundur dengan cepat. “Apa-apaan kau ini?”

“Hanya memastikan kau tidak berbohong. Tapi sepertinya aku tidak bisa. Kau sulit dibaca, Milly,” ucap Petra santai.

“Milly? Kau pikir aku ini apa? Seenaknya saja mengubah-ubah nama,” kesalnya.

“Anggap saja panggilan khusus dariku,” jawab Petra sambil menaikkan kedua sudut bibirnya. “Ayo, pergi!” Petra mendekat ke arah jendela dan mengintip ke luar.

“Tunggu dulu! Kau bahkan tak memberitahu padaku tujuan kau membawaku ke tempat bernama Lightia itu. Aku butuh alasan yang jelas.” Milo masih bingung pada semua ini. Ia tidak tahu-menahu soal tempat itu. Petra pun berbalik menghadap Milo.

“Jadi begini, Milly. Lightia itu... Apa ya? Tidak bisa disebut kota, desa, ataupun rumah. Mungkin lebih tepatnya markas yang cukup luas. Di sana tempat orang-orang seperti kita untuk mengembangkan kekuatannya untuk mengalahkan Sang Penguasa. Tidak banyak orang di sana. Hanya orang yang melatih dan yang dilatih. Kurasa kau akan suka berada di sana, setidaknya untuk waktu yang tidak sebentar,” jelas Petra. Ia menarik tangan Milo ke ambang jendela.

Milo masih tidak mengerti. Markas, mengembangkan kekuatan, Sang Penguasa? Ia tidak ada hubungannya dengan semua itu. Mengapa dia? Dari mana Petra mengetahui namanya? Tidak sebentar? Jika dia ikut dengan Petra, berarti ia akan pergi untuk waktu lama. Otaknya penuh tanda tanya sekarang.

“Tunggu dulu! Aku belum minta ijin kepada bibi dan pamanku. Katniss juga.” Milo menarik tangannya dari genggaman Petra. Sebenarnya ia bukan hanya ingin meminta ijin. Ia sebenarnya masih ingin mencuci gelas kosong bekas coklat panasnya yang masih tergeletak di meja belajarnya, membereskan kamarnya, memakai jaketnya, dan membawa ponselnya. Milo seorang yang teratur dan mandiri.

Petra melirik pada arlojinya, “Kuberi waktu lima menit untuk bersiap. Tak perlu membawa apapun, Lightia punya segalanya untukmu.” Milo mengangguk cepat. Lima menit cukup baginya.

Dengan cepat ia keluar dari kamarnya sambil membawa gelas kotornya menuju dapur dan mencucinya hingga bersih. Lalu bergegas ke kamar paman dan bibinya, ia memandang ke arah ventilasi. Sudah gelap, paman dan bibinya sudah tidur rupanya.

Ia ke kamar Katniss dan membuka pintunya perlahan. Katniss juga sudah terlelap. Ia mengambil buku karyanya yang sedang dipeluk Katniss dengan perlahan, tak ingin membangunkannya. Mungkin Katniss sedang membacanya tadi sampai ketiduran. Milo menaikkan selimut sebatas pundak Katniss dan mematikan lampu tidurnya.

Ia pun segera ke kamarnya. Petra masih menunggu sambil duduk di ambang jendela. Ia dengan cepat membereskan kasur dan meja belajarnya.

“Jika kau mau mengganti pakaianmu, aku akan menunggu di luar.” Petra berucap tanpa mengalihkan pandangannya pada langit malam.

“Tidak usah, aku hanya perlu hoodie.” Milo memakai hoodie navy-nya dan membuat sedikit catatan. ‘Aku pergi dulu, nanti kuhubungi. Jangan khawatir. Milo.’

The Secret PowerWhere stories live. Discover now