X. Nobody But You

23 7 3
                                    

Mata bermanik putih itu naik-turun membaca profil-profil yang kupilih dari hasil pengamatan media sosial, para pion-pion terpilih. Allegra bersama Riri dan Zian saling berpandangan setelah menuntaskan pembacaan.

"Well, pertanyaan besarnya adalah... apa orang-orang ini mau bekerja sama? Mereka didominasi oleh para pendiam... yang mungkin tak mau bersusah payah terlibat dengan kita, apalagi... kita tak didukung oleh guru." Riri membolak-balik kertas profil yang kususun, gadis imut itu seolah menyuruhku mencari alternatif lain.

"Kalau mereka tak mau, kita akan berakting!" Allegra menyeloroh dengan cengiran lebar. Kata kita yang diucapkannya membuatku bergidik ngeri, aku tak mau bertindak di depan layar, tidak cocok. "Terserah, kau berakting... aku merekrut pion." Suaraku menegas, Allegra menyeringai bak serigala. Trap!

"Gitu dong, Blueray! Kau tidak boleh cuma melampirkan hasil analisis, tapi... ambil aksi dengan merekrut! Karena imejmu sebagai anak teladan, kemungkinan besar para pion itu mau membantu." Pujian Allegra sama sekali tidak menyenangkan untukku, dia pasti cuma mau menggerakkanku sebagai pion. Harusnya aku menjaga jarak, entah kenapa malah lebih terlibat.

Kami berempat melanjutkan diskusi, bagaimana cara kami merekrut para pion, rencana setelah perekrutan, dan cara alternatif yakni Allegra akan berpura-pura sebagai Kpopers garis keras, ia ingin menjebak bu Y dan bu S. "Urusan rekrut anak IPS, aku akan minta bantuan Gama. Ah! Kurasa Gama bisa jadi pion kita." Allegra mengambil profil anak-anak IPS yang kupilih sebagai pion. Sudah lama aku tak mendengar nama Gama, yang dicurigai teman-teman sebagai teman lelaki yang paling akrab dengan Allegra. Menurut kabar aka Zian, Gama menjadi tutor privat sehingga dia jarang terlihat di tempat nongkrong murid-murid, dia juga tidak terlihat bersama Allegra seperti sebelumnya.

Allegra membubarkan rapat kecil kami, aku memanfaatkan waktu istirahat yang tersisa sedikit untuk pergi ke kelas X.B, bertemu Djoko. Seolah aku adalah orang aneh, sepanjang koridor mata-mata memperhatikan. Mungkin mereka heran, aku yang hampir tidak keluar kelas tiba-tiba muncul, dan mencari seseorang. Sembari memperoleh tatapan bingung orang lain, aku memasuki kelas X.B dan mengetuk meja kayu di bagian belakang kelas. Djoko sibuk dengan game ponsel dan tidak sadar pada kehadiranku. "Kak Arsha?"

Aku meminta dia mengikuti ke luar kelas. Kujelaskan dengan singkat tentang proyek Allegra. "Jadi, aku berperan jadi agen yang merekam dan bersaksi pada kasus kekerasan dan pengencetan baik yang dilakukan guru ataupun murid, dengan penilaian netral dan objektif? Tapi, aku... korban..."

"Apa ada teman atau guru yang bisa bersaksi pada kasusmu? Apa ada bukti? Bagaimana kalau mereka memutarbalikkan fakta? Menyudutkanmu? Kau harus menjadi pahlawan untuk keadilan terutama untukmu sendiri. Kalau kau menjadi korban lagi, kau harus punya bukti untuk memperkuat diri di peradilan. Peradilan yang kumaksud bisa berupa guru BP, KPAI, atau bahkan polisi. Ketika kau berani mengambil bukti, teman-teman lain yang mengalami hal serupa juga akan bertindak. Pengencetan dan kekerasan harus dilawan." Entah mengapa aku bisa berkoar panjang lebar, seolah sebagian dari kemampuan debat Allegra terkopi ke dalam mulutku.

"Aku akan coba."

Tepat di saat bel masuk berbunyi, aku memberikan nomor ponselku pada Djoko. "Identitasmu sebagai agen proyek ini adalah rahasia. Kau bisa percayai aku, Allegra, Riri, dan Zian. Jika ada sesuatu, hubungi kami."

****

Pulang sekolah, setelah kelas bubar, kelompok kecil kami kembali sibuk membahas proyek Allegra. Allegra masih memikirkan langkah agar bu Y dan bu S bisa dijebak. Namun, karena bu Y dan bu S tidak mengajar di kelas kami, kesempatan itu mungkin tidak akan pernah ada. Menunggu tangkapan dari para pion, entah kapan. Ngomong-ngomong soal pion, mereka bertiga berhasil merekrut semua profil yang kupilih. Jika dibuat struktur proyek Allegra, ada 22 orang menjadi pion, ditambah kami berempat... jumlah semuanya 26 orang.

"Eh, untuk bulan bahasa... bakal ada lomba dance cover Korea di SMA X. Bagaimana kalau para Kpopers ini kita suruh ikut? Kalau menang... mereka bisa diangkat sebagai salah satu kelompok yang membanggakan sekolah!" Riri mengeluarkan pocky cokelat, menyodorkannya ke kami satu per satu.

Zian menyomot pocky sambil mengernyit, berpikir. "Coba kita data para Kpopers di SMA kita... yang menjadi korban bully tujuh orang, belum yang diam-diam suka... lalu, pertanyaan gentingnya, apa mereka bisa dan mau menari? Bisa saja mereka malu, tak percaya diri untuk menunjukkan kegemaran mereka gara-gara digencet."

Aku mengeluarkan tablet PC, mengklik suatu dokumen excel dan menyuruh mereka bertiga membacanya. "Wow! Data para Kpopers di SMA kita?! Gila! Sampai akun-akun yang memakai identitas lain pun ada! Kau benar-benar berbakat jadi orang kepo! Jangan-jangan... dewan kehormatan di Lambe Turah?"

Kuabaikan omongan Allegra dan menikmati wajah-wajah kagum mereka terhadap hasil kerjaku. Apa boleh kubanggakan hasil data seperti itu?

Berangkat dari data para Kpopers yang kukumpulkan, kami berempat menyebar pesan yang berisi informasi lomba cover dance dan kesediaan mereka untuk mewakili sekolah. Dari sekian banyak pesan yang dikirim, yang tidak merespons sangat banyak, sementara yang merespons cuma berkata, "tak mau" –termasuk para korban ejekan. PR untuk kami adalah menemukan Kpopers yang mau ikut lomba dan menang.

"Kalau tidak ada yang mau... kita saja yang ikut."

"Hah?!" aku berteriak paling kencang terhadap usulan ngaco dari Allegra. Teman-teman sekelas spontan menoleh dan bertanya kenapa aku histeris. "Allegra dan ide gilanya membuatku histeris," keluhku yang ditanggapi dengan tawa kecil. Tak ada satu pun teman sekelasku yang menganggap omonganku serius, mereka hanya geleng-geleng dan berpesan pada Allegra agar melanjutkan kegilaan.

Kuamati Riri dan Zian, mereka di mode serius, melontar pertanyaan, "Kita akan cover dance lagu apa?"

Cih! Satu-satunya yang waras mungkin hanya aku di antara kami berempat, tidak... di kelas ini. Kenapa semua orang menganggap Allegra gadis yang normal? Dia gila!

"Aku kurang tahu tentang dunia Kpop, tapi... yang paling membekas untukku adalah... I want nobody nobody but you! I want nobody nobody but you! Na na na na..." Allegra berpura-pura menjadi salah satu anggota girlband, kedua tangannya membentuk pistol dan mengarahkannya padaku. Riri dan Zian tertawa kecil, lalu mengekor Allegra, "I want nobody nobody nobody nobody!"

"Bukannya Wonder Girls itu berlima? Dan, semuanya perempuan?" aku berusaha untuk tidak terlibat, yang benar saja... aku tak mau menari!

"Itulah seni kreatifnya! Kita berempat cukup kok, aku dan Riri di tengah... kalian berdua di belakang kami. Kostum... kita bisa pinjam dari anak teater saja, bisa juga pakai batik dan kebaya biar ada paduan IndonesiaxKorea gitu." Allegra menyambar, matanya mulai mengintimidasi.

"Lucu! Aku mau coba dance." Zian mengangguk-angguk, mudah sekali baginya yang seorang anak band berganti haluan jadi nari? Nari girlband pula! Cinta memang membutakan?

Ketiga orang itu lantas kompak menyelidik ke retinaku, mereka pasti tahu aku keberatan pada rencana tersebut. "Aku akan cari lima orang untuk ikut dance cover, yang jelas... bukan aku." Aku menekan kata-kata, masa bodoh dengan percikkan tatapan Allegra yang lebih memilih opsi kami yang dance cover. Setidaknya, selagi ada waktu, aku mau menyelamatkan diriku dari kegilaan.

Catatan:

Lagu 'Nobody' milik Wonder Girls ternyata sudah berumur satu dekade! Waktu berjalan begitu cepat T_T. Saya sebenarnya bukan Kpopers tapi punya teman-teman Kpopers dan kalau karaoke, mereka kadang nyanyi lagu Korea (girlband/boyband).

Ngomong-ngomong soal Korea, musisi Korea favorit saya adalah Ailee (makanya ada novel saya yang judulnya nama Ailee), jatuh cinta sama Ailee sejak denger "Heaven" di acara TV kabel pada tahun 2012 atau sebelumnya (lupa). Sebelum Ailee, saya suka BoA (pertama denger di Inuyasha lewat lagu Every Heart). Sisanya... saya suka ost drama Korea seperti Dong Yi, Full House, Princess Hour, Princess Man, dsb.

FYI, saya tidak punya jadwal khusus untuk mengupdate Allegra karena riset untuk novel ini cukup menyita waktu. Masih ada setumpuk buku mengenai psikologi dan depresi yang harus saya babat demi menghadirkannya di Allegra. Semoga Allegra dan kegilaannya menghibur dan memberi manfaat bagi teman-teman sekalian yang menyempatkan diri membaca tulisan acakadut ini.

Terima kasih, ya!

Nobody nobody but you!

AllegraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang