Seiring pertanyaan-pertanyaan itu berputar-putar di kepalanya, ia menyentuh pipi kirinya perlahan. Dan "Aw!" ia meringis begitu kulitnya terasa perih. Itu membuktikan bahwa semuanya bukanlah mimpi. Rasa sakit bekas tamparan itu masih ada dan benar-benar terasa nyata. Kini pertanyaan lain terlintas di benaknya: siapa sosok barusan?

Drrtt... Drrtt... Drrtt...

Ia sedikit tersentak kaget mendapati ranjangnya bergetar. Helaan napas lega mencelos keluar dari mulutnya begitu menyadari bahwa itu adalah ponselnya. Buru-buru ia merogoh kantong celananya, mengambil ponselnya yang masih ada di sana sejak kemarin, lantas membuka pesan yang masuk.

Dari: Manager
Kwon Jane, dimana kau? Kau terlambat.

Dan dengan membaca itu berhasil membuat gadis itu melompat turun dari ranjangnya lantas melesat masuk ke kamar mandi bak tengah dikejar setan.

* * *

Pria bertubuh kecil itu merogoh kantong depan apronnya, berusaha mengambil pemantik api di sana, yang tertimbun di antara ponsel, kunci rumah dan kertas-kertas tidak penting lainnya. Sepuntung rokok terjepit di antara bibirnya sembari tangan satunya membuka pintu belakang. Di depan pintu, dua orang pria telah menantinya. Membuatnya tertegun sejenak, meneliti kedua tamu tak diundangnya itu.

"Mencari ini?" tanya salah satu di antara kedua pria itu, yang paling tinggi, sambil menjentikkan jarinya dan tiba-tiba sepercik api muncul di ujung jarinya. Tanpa ijin, pria itu lantas mendekatkan api ciptaannya pada ujung rokok si pria berapron, menyalakan gulungan tembakau itu.

"Kau yakin dia orangnya?" tanya temannya, yang juga sama sekali tak ada niat untuk mengalihkan sedikitpun tatapannya dari si pria kecil.

Setelah terdiam cukup lama, pria kecil perokok akhirnya berkata, "Aku terkejut kau bisa menemukankuㅡ"

Ia kemudian menyematkan rokoknya di antara jemarinya lalu menghembuskan asapnya dengan pelan lewat mulut. Wajah kagetnya berubah lebih tenang, malah kelewat datar. "ㅡdi antara makhluk-makhluk ini," lanjutnya.

Si pria tinggi tersenyum menyeringai. "Aku bisa mencium bau jiwamu yang mati itu," ujarnya. Matanya meneliti pria di hadapannya dari ujung kaki hingga ujung kepala. Kedua netranya itu kemudian berhenti pada name tag yang disematkan di apron yang si pria kecil kenakan.

"Byun... Baekhyun? Itu namamu sekarang?" tanyanya setelah membaca tiga silabel yang tertulis pada name tag itu.

"Nama pemilik tubuh ini," koreksi si pria kecil.

"Atau...," si pria tinggi menggantungkan kalimatnya. Sebuah seringai kembali tumbuh di bibirnya. "Haruskah aku memanggilmu Yㅡ"

"Baekhyun! Sebenarnya apa yang sedangㅡ" seorang gadis tiba-tiba membuka pintu, namun seruannya terpotong begitu melihat pria yang ia kenal bernama Baekhyun itu tengah bersama dua orang asing. "Umm, kau punya tamu?" tanyanya kemudian.

Baekhyun buru-buru menjatuhkan rokoknya ke tanah lantas menginjaknya dengan ujung sepatunya. Ia mengulas sebuah cengiran. "Ah, maaf, aku akan segera kembali, keberatan menggantikanku sebentar saja?" pintanya sambil mengusap-usap tengkuk.

Gadis ituㅡJaneㅡmenghela napas. "Jangan lama-lama, oke? Kafe sedang ramai," katanya.

Gadis itu baru saja akan kembali, menghilang di balik pintu, namun tangan si pria tinggi mencegahnya. Jane menghentikan langkahnya dan mau tidak mau melihat ke arah pria asing itu yang mencekal tangannya itu.

"Apa... kita pernah bertemu sebelumnya?" tanya pria itu sambil mengerutkan dahi.

Mata Jane sontak membulat getir. Sekujur romanya berdesir hebat. Ketakutan yang luar biasa mendadak menggerayanginya. Sepotong demi sepotong ingatan tentang kejadian semalam kembali terbesit dalam kepalanya. Itu si pria pemarah menyeramkan di klub. Pria yang mencengkram kerahnya, mengangkatnya, membentaknya dan... matanya berubah merah.

"Chanyeol, kau membuatnya takut," kata temannya, mengusik keheningan yang terjadi di antara mereka.

Bersamaan dengan itu, Jane menepis cengkraman tangan Chanyeol lantas menundukkan kepalanya. "K-kau pasti salah orang," katanya dengan suara bergetar. Ia lantas buru-buru membalikkan badan dan angkat kaki dari situ.

"Kau mengenalnya?" tanya Baekhyun pada Chanyeol setelah Jane menghilang di balik pintu. Cengiran manisnya hilang, kini berganti menjadi ekspresi datar itu lagi.

"Entahlah, sepertinya aku pernah bertemu dengannya," jawab Chanyeol sambil memandangi pintu belakang kafe yang masih terbuka-tertutup sendiri dengan pelan setelah Jane melewatinya.

Si pria satunya menghela napas. "Itu pelayan di klub yang kau bentak kemarin malam," katanya.

Chanyeol menoleh ke arah temannya itu. "Oh, benarkah, Kai?"

Kai mengangguk. Ia mengusap-usap dagunya sambil memejamkan mata. "Gadis cantik yang malang. Kau membuatnya takut,"

Chanyeol mendecakkan lidah. Ia kemudian kembali mengalihkan perhatiannya pada Baekhyun. Wajahnya berubah serius. Ia berdehem. "Aku yakin kau sudah tahu kedatanganku kemari," katanya.

"Tentu," jawab Baekhyun cepat. Sudut bibir kanannya terangkat, menciptakan sebuah senyum lebar yang aneh. Mungkin senyum paling menyeramkan yang pernah diulas oleh manusia. "Dan kau datang ke orang yang tepat,"

[ t o b e c o n t i n u e d . . . ]

etherealWhere stories live. Discover now