"Lihat, betapa lemahnya dia."

"Mana mungkin dia punya tenaga lagi, pasti tadi malam tenaganya sudah terkuras untuk melayani om-om mesum di pinggir jalan."

Suara tawa kembali terdengar.

"Akh, aku kesal. Kenapa dia diam saja."

"lempar saja ia dengan telur busuk."

"Atau air comberan, aku sudah membawanya."

Jaemin semakin menundukkan wajahnya, bersiap untuk menerima lemparan telur ataupun siraman air. Namun beberapa saat ia menunggu, semua itu tidak terjadi. Perlahan-lahan ia mendongakkan wajahnya dan saat itulah ia bertemu pandang dengan seseorang yang telah menghalangi niat mereka untuk mengerjainya. Lee Jeno, ketua osis di sekolahnya.

Jeno membungkukkan badannya ke arah Jaemin, namun Jaemin segera beringsut menjauh. "Mau apa kau? Apa kau ingin mengerjaiku juga... aku tidak..." ucapan Jaemin tertunda saat tangan Jeno berada di pipinya dan mengusap noda bekas minuman dan juga tepung yang menempel di sana.

"Kau jelek dengan wajah seperti ini."

Jaemin tersenyum sedih, "Tak perlu mengatakannya lagi, aku tahu kalau aku memang tidak sebanding dengan kalian semua." Jaemin menepis tangan Jeno dan berusaha untuk berdiri, ia meringis ketika merasakan lututnya berdenyut sakit.

Jeno tersenyum tipis, "Apa kau selalu merasa rendah diri seperti ini? Dan apa karena itu pula kau membiarkan mereka menghinamu?"

Jaemin mendengus pelan, "Memangnya kau pikir aku bisa melawan mereka? ah, aku lupa bukankah kau juga bagian dari mereka," ucapnya dengan nada sinis.

"Jeno-ya, jangan dekati dia, kau tahu dia mungkin saja akan berusaha merayumu untuk mendapatkan uangmu."

Jaemin mendengus pelan mendengar ucapan teman Jeno, tapi ia tidak berkomentar apapun, hanya menatap sekilas ke arah Jeno sebelum melangkah pelan meninggalkan lelaki itu bersama teman-temannya.

Baru beberapa langkah ia berjalan, langkahnya sudah terhenti karena merasakan adanya tangan yang melingkari pinggangnya. "Lee Jeno..."

"Biarkan aku membantumu."

"Tidak usah, apa kau tidak mendengar ucapan teman-temanmu? Aku bisa saja merayumu dan menghabiskan seluruh uangmu."

Jeno tersenyum tipis, "Kalau begitu lakukan saja, kalau kau bisa, Nana."

.

.

.

.

.

.

.

Sehun menghapus jejak air mata di pipinya dan matanya terus menatap ke arah luar jendela. Membayangkan apa saja yang mungkin sekarang di lakukan oleh mantan kekasihnya dengan istri dan juga anaknya diluaran sana. Seulas senyuman getir menghiasi wajah Sehun saat ia mengingat bagaimana anaknya nampak begitu bahagia bersama dengan keluarganya yang baru.

'Ku mohon Jongin, hiks.... jangan bawa anakku...'

'Jangan keras kepala Sehuna, aku akan tetap membawanya pergi, dia anakku juga.'

'Ku mohon Jongin... aku tak bisa berpisah dengannya...'

'Kau sudah berjanji padaku, Sehuna. Dan sekarang kau harus menepatinya...'

Sehun menundukkan kepalanya, berusaha keras untuk tidak menangisi lagi apa yang telah terjadi kepada dirinya. Semua ini salahnya, salahnya yang telah berjanji kepada Jongin untuk melahirkan seorang anak untuknya.

Love ScenarioWhere stories live. Discover now