[5]

1.2K 238 17
                                    

Wonwoo rasanya ingin menangis saking bahagianya. Tunggu, ini bukan prank dari teman-temannya yang usil bukan? Bahkan, pada saat seperti ini ia masih mampu berpikir negatif bahwa mungkin tetap saja ada yang tega membaca isi dari buku hariannya dan tanpa perasaan menulis surat palsu mengatasnamakan Mr. Kim untuk diselipkan ke dalam bukunya sebagai permintaan yang terkabulkan.

Benar, jika benar begitu adanya, maka Wonwoo tidak akan mau datang ke kantor guru untuk menemui Mr. Kim. Itu hanya akan mempermalukan dirinya sendiri.

Tapi....

Tulisan yang merangkai kata-kata menjadi kalimat yang melelehkannya itu benar-benar mirip dengan tulisan Mr. Kim yang selama ini terpampang di papan tulis. Ia hanya masih tidak bisa berpikir jernih kenapa Mr. Kim bisa-bisa melakukan ini?

Bukan, bukan ia tidak terima. Ia sangat sangat menerimanya jika benar Mr. Kim yang menulis surat yang selama ini ia damba-dambakan. Lagipula, ia menulis kalimat itu di buku hariannya, semata-mata untuk menunjukkan bahwa ia menyukai guru Bahasa Inggrisnya. Bukan karena benar-benar memberi kode untuk sang guru. Ia bahkan tidak mengizinkan siapapun untuk membuka buku hariannya, jadi mana mungkin ia berharap lebih bahwa Mr. Kim akan benar-benar membalasnya dengan menyelipkan surat itu.

"Ah, aku bisa gila," desis Wonwoo yang isi kepalanya hampir mau meledak.

Sampai akhirnya, pelajaran pertama yang sangat Wonwoo tidak sukai, yaitu Fisika, membuatnya sedikit teralih dari apa yang baru saja terjadi.


;;;


Wonwoo meragukan setiap langkahnya menuju ruang guru. Ya, pada akhirnya dia memutuskan untuk memberanikan dirinya bertemu langsung dengan Mr. Kim, sehabis jam pelajaran periode pertama, tepat seperti apa yang Mr. Kim tulis di dalam surat.

Di dalam sakunya, Wonwoo menyimpan surat itu untuk berjaga-jaga. Ia gusar dan terus-terusan membenarkan kacamatanya sepanjang perjalanan di koridor.

Sampai ia berada di depan pintu ruang guru, ia membersihkan sebentar tangannya dari keringat yang sedari tadi sudah membasahi telapak tangannya sebelum menggeser pintu tersebut dan masuk ke dalam.

Ruang guru tampak sepi, karena para guru juga mungkin sedang berada di pantry atau kafetaria untuk menghabiskan waktu istirahat mereka. Hanya terhitung ada empat guru lain selain Mr. Kim di sana, dengan posisi duduk yang saling berjauhan dan sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing. Begitu juga dengan Mr. Kim yang sedang sibuk di depan layar laptopnya sebelum pekerjaannya tersebut diinterupsi oleh kedatangan Wonwoo.

Baru saja Wonwoo mau mengucap salam, Mr. Kim sudah mendahuluinya dengan menyambut kedatangannya terlebih dahulu.

"Ah, Wonwoo, ya?"

Wonwoo mengangguk canggung sebelum membungkuk hormat.

"Kebetulan kau datang ke sini, karena aku sudah mengisi nilai ulangan harian kelas kalian dan siap untuk dibagikan, tunggu sebentar...."

Mendengar itu entah kenapa, hati Wonwoo sedikit terluka dan merasa kecewa--walau sebenarnya ia tak pantas. Sejak awal harusnya ia tahu, bahwa ia tak usah datang ke ruang guru karena mungkin ia memang hanya sedang dipermainkan oleh orang lain.

Karena, lihat? Mr. Kim tampak tidak mengulas sedikit pun tentang surat itu dan malah memberinya tumpukan kertas ulangan milik kelasnya yang siap dibagikan. Tahan, Wonwoo tak boleh menangis karena malu akan dirinya sendiri sekarang.

Mr. Kim memegang setumpuk kertas yang merupakan hasil ulangan harian milik kelas Wonwoo dan menengadah, menatap salah satu muridnya itu yang tampak menatapnya dengan tatapan hampir kosong.

"Wonwoo?" Mr. Kim melambaikan tangannya di depan Wonwoo, membuat Wonwoo kembali sadar pada realita.

"A- ah, maafkan aku, Mr. Kim."

"Apa kau baik-baik saja?"

"Tentu. Dimana kertas ulangannya? Akan aku bagikan kepada mereka," ujar Wonwoo sembari mengulas senyum yang cukup untuk menegarkan dirinya sendiri. Mr. Kim ikut membalas senyumnya dan meraih selembar kertas ulangan sebelum memberikan tumpukan kertas itu pada Wonwoo.

"Wah, seperti biasa, kau memang hebat, Jeon Wonwoo. Kau lagi-lagi mendapat nilai 100 untuk ulangan kali ini," puji Mr. Kim yang ternyata kertas yang sedang dipegangnya ialah kertas ulangan milik Wonwoo.

"Terimakasih, Mr. Kim," balas Wonwoo membungkuk sopan.

Mr. Kim tersenyum bangga, lalu meletakkan kembali kertas ulangannya ke tumpukan semula. Memandang muridnya tersebut untuk waktu yang cukup lama dalam diam, dan Wonwoo merasa pipinya memanas diperhatikan begitu.

Melihat gelagat salah tingkah sang murid, Mr. Kim kemudian tertawa kecil lalu memangku dagu memandang ke arah Wonwoo yang masih berdiri di hadapannya.

"Jeon Wonwoo...."

"Ya?"

"Apa kau sudah menerima suratnya?" bisik Mr. Kim yang sontak membuat Wonwoo berusaha mencerna kalimat tersebut di antara kemungkinan-kemungkinan buruknya tadi.

Sangat jelas bahwa Wonwoo sedang menahan malu sekarang di hadapan guru kesayangannya itu, sembari menunduk dan menggigit bibir. Ia tak sanggup bertemu mata dengan iris indah milik Mr. Kim.

"Hei, aku bertanya padamu. Kenapa kau tidak jawab?"

"A- aku menerimanya."

Wonwoo menjawab dengan nada yang tak kalah rendah sambil tetap menatap ke bawah.

Mr. Kim tak kuasa melihat tingkah muridnya yang menggemaskan itu. Ia masih tak menyangka bahwa murid yang dingin saat berbaur dengan teman sekelasnya dan tidak banyak tingkah itu mempunyai sisi yang manis--ia berspekulasi seperti itu sejak membaca isi buku harian sang murid.

"Kalau begitu, bagaimana perasaanmu?" tanya Mr. Kim.

"Terimakasih. Aku senang."

"Ayolah, Wonwoo. Kau tidak perlu bertingkah sekaku itu. Hei...."

Mr. Kim meraih pergelangan kurus Wonwoo, yang membuat Wonwoo seperti tersengat alus listrik saat merespon sentuhan tak terduga itu. Mr. Kim membawa Wonwoo mendekat dan pada akhirnya mata mereka bertemu.

"Sebagai hadiah untuk nilai sempurnamu..., ayo berkencan."

love letter ;;meanie ✔Where stories live. Discover now