Tentang Amal dan Syahid #1

22 0 0
                                    

Bandung, 2014

Perkenalkan, aku Amalia Puteri, biasa dipanggil Amal, mahasiswi semester 7 prodi Sastra Jepang. Banyak yang bilang, kemampuan menulisku mampu mencuri setiap pasang mata yang meliriknya. Tapi percayalah, itu bukan satu-satunya alasan, mengapa aku akan menjadi seorang Sarjana Humaniora yang lulus dari prodi Sastra Jepang.

.

Kampusku, cukup jauh dari kota kelahiranku. Takdir membawaku untuk menuntut ilmu di kota ini. Bagusnya, aku tak sendirian. Akan ku perkenalkan kepada kalian salah seorang temanku, namanya Syahid, juga kuliah di kampus yang sama denganku. Mendengar namanya, jujur saja, aku tak lagi asing. Gedung sekolahku saat SMP dan SMA, telah menjadi saksi bahwa namaku dan nama temanku yang satu ini pernah ada dalam satu daftar presensi yang sama.

.

Bedanya, kali ini kami tidak lagi ada dalam daftar presensi yang sama. Karena dia kini tercatat sebagai mahasiswa aktif lagi berprestasi di prodi Teknik Sipil.

.

Walaupun almamater dan ijazah kami selalu sama sejak SMP, ini bukan berarti kami banyak menghabiskan waktu bersama. Boro-boro, deh. Waktuku didominasi oleh menumpuknya tugas terjemah di kelas, belum lagi kalau ada orderan untuk menerjemahkan dokumen-dokumen penting. Sedangkan dia, -dengar-dengar- dirinya sibuk dengan tugas gamtek yang selalu menyita waktu tidurnya setiap hari. Belum lagi, dia juga harus menjadi mahasiswa multitalenta karena tuntutan status mahasiwa berprestasi yang kini ia sandang.

.

Pernah suatu momen, aku terjebak satu pertanyaan yang mampu membuat setiap jiwa muda memaknainya dengan dalam: "Kamu, mau menikah dengan siapa nanti, Mal?"

Pernyataan jenis ini kadang geli, tetapi, mau tidak mau, pertanyaan ini meminta haknya untuk kita jawab dengan kesadaran yang mendalam.

.

"Hmm, gak tahu, deh. Selama ini aku terlalu fokus dengan studiku. Aku belum pernah mikir sejauh itu. Teman cowokku juga tidak terlalu banyak. Aku juga tidak telalu yakin, apakah mereka semua mengenalku dengan baik atau tidak."

.

Kemudian, tiba masanya, studiku akan segera selesai. Ujian sidangku tinggal menunggu hitungan beberapa hari lagi. Aku berniat mengabari semua orang-orang terbaik dalam hidupku, termasuk teman-temanku, dan tentunya, temanku yang namanya sudah aku sebutkan di atas.

.

"Syahid, sudah ujian sidang, belum?"

"Belum, Mal. Kamu kapan?"

Aku tertegun. Kita berasal dari kota yang sama, dan kata 'aku-kamu' menjadi agak sedikit asing untuk diucapkan dengan teman sebaya, apalagi ke lawan jenis, inilah aturan alam anak muda di kota asal kami berdua.

"Lusa, hehe."

.

Sidangku berjalan dengan lancar dan aku tidak melihat kehadiran Syahid. Ah ya, aku dengar, dewan akademik sedang mengadakan perhelatan untuk mahasiswa bereprestasi. Mungkin, Syahid ada di dalamnya.

.

Aku mendapatkan undangan wisuda dari fakultas. Aku bergegas kembali mengabari semua orang-orang terbaikku. Termasuk Syahid.

"Selamat ya, Amal. Segala yang terbaik untukmu."

Ucap Syahid dalam balasan pesan yang ia kirimkan padaku.

.

Hari wisudaku tiba. Aku tak menyangka, usahaku untuk fokus dengan studiku semasa kuliah tak sia-sia. Predikat Cumlaude ternyata menjadi hadiah terbaik bagi kedua orangtuaku di hari itu. Saat prosesi seremonial telah selesai, aku bergegas mengabadikan momenku dengan orang-orang terbaik yang membersamaiku di hari itu.

Tentang Amal dan Syahid #1Donde viven las historias. Descúbrelo ahora