Janji

9.5K 1.4K 106
                                    

Dua puluh enam minggu terlewati dengan berat, beberapa kali Ten harus masuk IGD karena pendarahan yang terjadi. Taeyong merasa hidupnya berada di ujung jurang saat Minseok, dokter yang menangani kehamilan Ten mengatakan bahwa Ten mungkin saja mati jika ia mengalami pendarahan di bulan ke tujuh.

Dan tiga minggu yang lalu Taeyong berhasil menjalani operasi ligamen dengan baik dan akhirnya Taeyong percaya bahwa Taeil adalah dokter ortopedi muda yang patut dibanggakan.

"Ten, berhenti mengangkat itu." Kata Taeyong posesif.

Ten menghela napas kesal, "Demi Roh Kudus! Ini hanya satu loyang kue!!"

"Tapi kau terlalu sering mengangkatnya." Kata Taeyong jegah saat melihat Ten sibuk dengan berbagai krim rendah gula warna-warni.

"Ini ringan hyung jadi jangan khawatir. Oh! Ya! Aku harus mengantarkan kue ini ke rumah Doyoung."

"Kenapa?"

"Apanya yang kenapa? Aku hanya ingin berbagi."

"Bukan itu maksud ku, kenapa wajah mu itu ceria sekali saat menyebut nama Doyoung."

Ten tersenyum dan mendekati Taeyong, tangan rampingnya menarik koran pagi yang sedang dibaca Taeyong.

"Taeil hyung tidak cerita jika ia akan memiliki dua wolfie?"

Taeyong terdiam dan menggeleng kaku namun tak lama ia berdecak.
"Ah! Si tua itu!"

Ten tertawa kecil dan menepuk bahu Taeyong. "Sudahlah hyung, aku mau mengantarkan kue ini dulu. Jangan lupa ke rumah sakit dan bawakan kue itu untuk Taeil hyung dan Yuta hyung."

Taeyong mengangguk memberi izin dan kembali sibuk dengan koran pagi yang tadi dibacanya.
"Ya ya, lima belas menit lagi."

Ten berdecak namun ia tak peduli dan lebih memilih melangkah menuju pintu.

........

Suasana sepi terasa asing di antara mereka. Saat Ten tiba, rumah Doyoung telah sepi seperti ini. Taeil sudah ke rumah sakit pukul empat pagi karena ada banyak korban kecelakaan yang harus dioperasi, kata Doyoung ada pasien yang tiga rusuknya patah dan melukai hati, cerita pagi yang mampu membuat Ten meringis.

Dan disinilah mereka, balkon penuh bunga daffodil yang terhubung dengan ruang keluarga yang hanya dibatasi sekat kaca. Ten menatap Doyoung yang duduk manis di kursi lembut berlapis bulu domba sintetis. Angin musim gugur menerpa wajah manisnya yang lebih dewasa dan hal itu membuat Ten memikirkan banyak kenangan.

"Tidak terasa ya?"

Doyoung tersenyum jenaka dan menatap Ten yang duduk di sampingnya. "Apanya?"

"Yaa.. Tidak terasa saja, seingat ku baru kemarin aku merusak laptop Taeyong hyung, masih bermanja-manja dengan ibu dan ayah ku bahkan masih saling pukul dengan mu tapi-"

Ten menghela napas dan menatap langit yang cerah tak berawan. "Sekarang kita akan memiliki keluarga kecil. Akan menjadi 'ibu', mengurus bayi, mengurus suami dan itu terasa menyenangkan sekaligus menakutkan."

Doyoung tertawa pelan. "Benar juga, seingat ku baru kemarin aku dicubit mama ku, dimaki dosen pembimbing, mengomentari betapa tampannya setiap alpha yang lewat atau bahkan berebut es krim dengan mu. Aku rindu masa-masa seperti itu."

Mereka bertatapan dan tertawa lepas.

"Entah kenapa ini lucu, aku tidak menyangka akan bersahabat dengan mu begitu lama." Kata Ten.

Doyoung merengut. "Yak! Seharusnya aku yang berkata seperti itu! Sialan!"

"Hahahaha!!!" Ten tertawa lepas diikuti Doyoung.

Begin - TaeTenWhere stories live. Discover now