Hampir Pergi, Kemudian Pulang

Start from the beginning
                                    

"Kenapa pergi hm? Kenapa pergi dan membiarkan ayah beserta mama menangis? Bukankah Fabianku adalah anak yang baik?" Wanita itu mengelus sayang kepala puteranya, membuat sang putera memejamkan mata dan menikmati setiap sentuhan dari sang bunda yang begitu dirindukannya.

Jere mengerutkan keningnya dalam-dalam. Ayahnya? Menangis? Mustahil! Lelaki tua gila kerja itu, bahkan sudah tak menganggapnya sebagai anak dan mengusirnya sehingga ia pergi. Tapi mamanya, ya.. Jere menyesali hal itu. Ia benar-benar tak bermaksud membuat sang mama bersedih.

"Ayah yang menyuruhku pergi, aku hanya mengikuti keinginannya. Lagi pula, ayah memang tak pernah menyayangi kita bunda. Yang ia sayangi dan cintai hanya pekerjaannya. Dan tentu, ia tidak mungkin menangisi kepergiank. Untuk masalah mama, aku minta maaf bunda"

Sang bunda tersenyum. Senyum tulus yang begitu cantik, bahkan ibu peri dari negeri dongeng kalah akan kecantikan bundanya!

"Dengar sayangku, semua yang kamu tuduhkan kepada ayahmu itu tidak benar adanya.."

"Tapi bunda..."

"No.. No.. No, sayang. Dengarkan bunda dulu, baru boleh protes. Jangan memotong pembicaraan, itu tidak baik" Sang bunda menarik pelan bibir Jere menggunakan telunjuk dan ibu jarinya sehingga mebuat Jere terlihat imut.

"Ayahmu adalah seorang suami yang sangat mencintai bunda, dan seorang ayah yang sangat amat menyayangi kamu. Kenapa kamu berpikiran bahwa ayah tidak mencintai kita?"

"Ayah tidak pernah ada saat bunda sakit, ia sibuk kerja. Saat aku membutuhkannya, ia sibuk kerja. Sudah ku kerahkan segenap jiwa dan ragaku untuk menarik perhatiannya dengan segudang prestasi yang kumiliki, tapi ia bahkan tak meresponku. Ayah tetap sibuk kerja. Saat aku berbuat ulah, maka aku akan mendapat perhatiannya. Ya, perhatian dan amukannya. Saat bunda berulang tahun... " Jere tak melanjutkan keluh kesahnya, ia bangkit dari baringnya dan terdiam sembari menangis menatap sang bunda. Dengan kedua tangannya ia meraba wajah cantik milik bundanya.

"Hey, sayangku... Kenapa kembali menangis?" Tanya bundanya, sembari menghapus air mata Jere yang kembali mengalir dengan deras.

"B-bunda.. Benarkah ini bundaku?" Jere memeluk sang bunda erat-erat, ia takut bundanya akan pergi kalau tidak dipeluk erat.

"Fabian Jeremy sayangku, bunda akan mengatakannya sekarang dan mohon dengarkan baik-baik. Waktu bunda sakit dan sekarat ayah memang sibuk bekerja, bekerja dan bekerja. Tapi taukah kamu setiap tengah malam ia selalu datang ke kamar inap bunda dan memeluk bunda sambil menumpahkan air matanya? Ayah selalu meminta maaf kepada bunda karena uangnya tak dapat mengembalikan kesehatan bunda, Ayah selalu mengatakan bahwa ia sangat teramat mencintai bunda dan alasannya semakin giat bekerja disaat kondisi bunda drop adalah karena ia sedang mengumpulkan uang yang banyak untuk dapat membeli nyawa dari Tuhan atau setidaknya menukarnya. Bunda begitu senang sekaligus sedih mendengarnya, bunda senang karena bunda tau ayah sangat mencintai bunda. Tapi bunda sedih karena bunda, ayah bahkan hampir kehilangan kewarasannya"

Jere terkejut mendengar fakta baru yang tak pernah diketahuinya seumur hidupnya.

"La-Lalu, kemana dia saat..." Jere tak mampu melanjutkan kalimatnya, seakan apabila ia melanjutkannya, bundanya akan kembali tak terlihat.

Wanita cantik berhati malaikat itu kembali tersenyum sembari menghapus sisa-sisa air mata yang menghiasi pipi anaknya.

"Bunda tau dia disana. Saat bunda berada dirumah sakit untuk yang terakhir kalinya, ia disana mengamuk kepada dokter dan staff rumah sakit sambil menghamburkan uang yang dibawanya didalam delapan koper besar. Ia berteriak mengatakan ingin membeli nyawa baru dan bertanya dimana ia dapat membelinya, tapi tentu saja itu tidak mungkin kan? Dan saat pemakaman, ia hanya berada didalam mobilnya karena ia tak mau seorang pun tau bahwa ia tengah mengalami suatu goncangan hebat dalam hidupnya"

Daddy's Enemy 2Where stories live. Discover now