Hampir Pergi, Kemudian Pulang

960 145 24
                                    

Emosi Nicholas meluap sampai ke ubun-ubun saat pagi ini, dirinya melakukan pengecekan rutin rekaman cctv yang ada disetiap sudut rumahnya.

"BODOH! Bukankah kalian kugaji untuk mengawasi pemuda yang tengah berbaring santai di salah satu kamar dirumahku ini HUH?!" Tangan kekar milik Nicholas menggebrak kuat controlling table yang ada dihadapannya, membuat enam orang berbadan tegap yang menjadi sasaran amukannya pagi itu tertunduk semakin dalam.

"Maaf atas kelalaian kami tuan" Ucap salah satu dari mereka.

Nicholas memejamkan matanya erat-erat, rahangnya mengetat sampai-sampai gemelatuk giginya terdengar diruangan itu. Ia sedang berusaha menghilangkan pikiran-pikiran buruknya tentang apa yang kira-kira dilakukan oleh anak gadisnya dan pemuda gondrong itu di dalam kamar tamu, saat dini hari tadi.

"KELUAR! Menghilang dari hadapanku sesegara mungkin, sebelum kalian kujadikan daging kaleng untuk disantap para anjingku" Aura mematikan Nicholas yang sudah lama ia kubur, seketika bangkit kembali. Dan kali ini, bahkan jauh lebih menyeramkan dari sebelum-sebelumnya.

Tak ada satu patah katapun yang keluar dari mulut para penjaga yang tengah menjadi sasaran amukan tuan besar mereka. Para penjaga itu hanya dapat membungkukkan badan tanda meminta maaf, dan menuruti saran tuan besar mereka untuk segera meninggalkan ruangan tersebut.

"Beraninya anak itu menyentuh putriku saat berada dirumahku! Besar sekali nyalimu anak muda!" Geram Nicholas, sembari melangkahkan kakinya lebar-lebar meninggalkan ruang controlling dirumahnya menuju kamar tempat anak lelaki pemberani itu tengah berbaring santai bahkan disaat hari hampir siang.

"Sial! Si kriting itu benar-benar ingin membuat diriku terkena penyakit stroke!" Nicholas mengumpat sepanjang jalan, menumpahkan secara perlahan emosinya yang tengah meluap-luap.

"Habislah kau anak muda!" Ucap Nicholas, sesaat sebelum dirinya mendobrak penuh emosi pintu kamar dihadapannya itu seakan-akan pintu itu adalah wajah dari Fabian Jeremy Peterson.

~•~•~•~

Jere menatap bingung sekelilingnya. Ia sedang berpikir keras akan apa yang terjadi pada dirinya, sehingga ia bisa berada ditempat seperti ini.
Jere terperangkap di sebuah taman bermain, dengan berbagai wahana serta fasilitas yang benar-benar lengkap. Taman bermain itu didukung dengan berbagai kecanggihan teknologi yang membuat seorang Jere berdecak kagum.

"Fabian..." Lelaki yang tengah asyik mengagumi kecanggihan yang ada di taman bermain itu seketika menegang ditempatnya. Janntungnya berpacu dengan kuat, ia ingin berbalik tapi seakan ada yang memaku kakinya ditempat.

Jere kenal suara lembut nan merdu itu! Dan dia sedang teramat merindukannya sekarang.

"Fabian Jeremy, anak baiknya bunda.."

Tes! Setetes cairan bening, jatuh bebas dari mata pemuda itu saat ia kembali mendengar suara yang begitu dirindukannya. Secara perlahan ia membalikkan badannya yang terasa amat berat. Dan betapa bahagianya ia saat sosok itu nyata dihadapannya, wanita itu tersenyum amat cantik padanya. Dan ya! Dia adalah bunda Jere, bukan kembarannya. Jere sangat amat dapat membedakan kedua wanita kesayangannya itu.

"Kenapa menangis hm?" Wanita cantik itu mendekat kearah Jere dan menghapus air mata lelaki itu yang semakin deras.

Jere memejamkan matanya, kedua tangannya ia arahkan untuk menggenggam tangan sang bunda yang tengah mengapus air matanya.

"Jere rindu bunda" Tiga kata. Hanya tiga kata itu yang dapat ia katakan, tiga kata yang mengandung sejuta makna.

Wanita cantik itu menuntun anak semata wayangnya untuk duduk disalah satu bangku terdekat yang ada di taman bermain itu. Dan dengan manjanya Jere meletakkan kepalanya di atas paha sang bunda, sembari memeluk bundanya lama. Menghirup aroma yang sangat ia rindukan.

Daddy's Enemy 2Where stories live. Discover now