Dia datang

5.8K 1.2K 86
                                    

Sorenya, aku sama bunda lagi nyiram bunga dihalaman depan. Sementara ayah lagi baca koran sore ditemani kedua adikku yang sibuk masing-masing.

Bunda suka bunga, suka tanaman hias. Makanya halaman rumah selalu indah dengan koleksi kesayangannya. Kalau aku sih cuman suka bunga mawar sama tulip aja. Ga niat buat ikut menanam kaya yang bunda lakuin.

"Uyong, matiin airnya!"

"Iya, bun." aku langsung bergegas ke tempat kran air lalu memutarnya.

"Bunda masuk dulu, ya. Mau masak makan malam."

Aku hanya mengangguk. Walau ada bibi, urusan memasak tetap bunda turun tangan. Katanya, percuma dia jadi chef kalo ga masak buat keluarganya sendiri.

Baru saja aku hendak duduk kursi dekat ayah, ada suara mobil yang berhenti tepat didepan rumah.

"Siapa, Uyong?" tanya ayah sembari membetulkan letak kacamatanya.

"Ga tau, yah."

Setelah itu turun lah sesosok pria yang tak asing bagiku. Seokjin.

"Assalamualaikum, om!"

"Walaikumsalam!" ayah berdiri dan menutup korannya. Beliau tersenyum ramah menyambut kedatangan pacarku itu.

Seperti biasanya, Seokjin mencium tangan ayah dan memeluknya. Dia juga menyapa kedua adikku.

"Hai, Sungyoung!"

"Hai!" aku menyapa dan tersenyum lebar. Walau aku akui bahwa yang kulakukan tidak berasal dari hati. Rasanya kini aku adalah aktris yang tengah menjalankan peranku sebagai protagonis didepannya.

"Uyong, panggil bunda dan bikin minum buat Seokjin."

"Iya, ayah."

Lalu aku berjalan ke dapur, meninggalkan mereka sejenak. Ya pasti ayah basa-basi bertanya tentang bagaimana Seokjin kemari dan lain-lain. Kemarin padahal bunda bilang dia sedang dijalan, tapi tak kunjung datang. Aku pikir dia tak jadi kemari, ternyata akhirnya dia datang juga.

"Bunda, ada Seokjin di depan."

"Seokjin? Udah datang?"

"Iya. Aku mau bikin minum dulu buat dia, bun."

"Ya udah. Bunda temuin dia dulu, ya!"

Bunda matiin kompor lalu rapihin bajunya buat nemuin Seokjin.

Ya memang baik orang tuaku dan orang tuanya sudah tahu tentang hubungan kami. Mereka setuju, apalagi jika kami berniat meneruskannya ke jenjang yang serius. Tapi aku masih sangat ragu jika harus menikah dengannya. Jangan tanya mengapa! Sudah kujelaskan bukan?

Niatnya aku mau membuat teh hangat untuknya, tapi dering ponselku menghentikan niatku itu. Ada telepon dari nama yang aku suka. Mingyu.

"Hai, Uyong!"

Aku langsung senyum begitu dengar suaranya. Ga ngerti lagi deh aku lagi kenapa.

"Hai juga."

"Sibuk?"

"Engga kok."

"Yah! Kenapa ga sibuk aja?"

"Memang kenapa?"

"Biar aku gangguin. Lalu kamu kesel."

"Kalo kesel emang kenapa?"

"Aku suka liat muka kesalmu. Lucu."

Aku tertawa kecil.

"Tapi tentu aja lebih senang liat kamu senyum. Manis, aku bisa kena osteoporosis."

"Ko osteoporosis? Bukannya diabetes ya?"

"Iya kan senyummu manis, banyak gulanya. Aku ga kuat nahannya, makanya kena osteoporosis."

"Haha. Apaan sih, Mingyu? Ga jelas deh!"

"Ga jelas gini juga nanti kamu cinta sama aku."

"Ga! Geer!"

"Mau taruhan?"

"Ga ah! Haram tau. Sama aja judi."

"Oh iya ya hehe."

Yang bisa kulakukan hanya senyum-senyum sendiri.

"Uyong.."

"Iya?"

"Ini bukan kayanya atau mungkin lagi."

"Maksudnya?"

"Aku cinta sama kamu."

Deg!

Mingyu... Sedang mengungkapkan perasaannya?

"Telepon dari siapa, Sungyoung?!"

Ya tuhan!

Seokjin...

Berdiri disana..

Dengan muka dinginnya..

Mingyu 2017 ✔✔Where stories live. Discover now