"Serah lo yang penting lo bahagia," jawab Revan akhirnya.

💦💦💦

Sepulang sekolah Arlita, Revan, Dika, Nada dan Sri memutuskan untuk belajar di perpustakaan kota. Sebenarnya yang sungguh-sungguh belajar hanyalah Arlita dan Revan, karena Nada dan Sri malah asik membicarakan tentang drama Korea yang baru saja keduanya tonton minggu lalu, dari aktornya yang tampan sampai lagunya yang bikin baper padahal mereka tidak mengerti arti lagunya apa, semuanya mereka bahas hingga tuntas, sedangkan Dika malah asik menjelajahi dunia mimpi berbantalkan dua tumpuk buku yang dia ambil secara asal dari rak-rak buku yang menjulang tinggi di belakangnya.

"Lo ngegunain rumus yang salah Arl, ini jangan dikali sama ini, tapi harusnya dibagi dulu," jelas Revan, pulpen yang dia pegang menunjuk-nunjuk deretan angka yang ada di lembar buku tulis Arlita.

"Itu nggak sesuai sama rumus yang diajarin Pak Vinus," sanggah Arlita tidak terima.

Revan menghembuskan napas frustasi, Arlita benar-benar tipe murid yang keras kepala, "Terserah lo, kalau lo nggak mau nurutin apa kata gue yaudah nggak usah belajar bareng gue."

"Ih kok gitu, iya deh iya ini aku pake rumus dari kamu."

Arlita terlihat serius mengerjakan setiap soal yang Revan berikan. Revan sendiri iseng mendengarkan percakapan antara Nada dan Sri yang masih saja heboh menceritakan tentang drama korea.

"Pokoknya pas di adegan itu aku nggak bisa nahan nangis. Sweet banget. Apalagi lagunya bikin baper," ucap Nada menggebu-gebu.

"Sama aku juga nggak bisa berhenti nangis. Dia ganteng banget yah di drama itu. Jadi makin cinta sama dia," sahut Sri tidak kalah semangat, "Andai aku jadi pacarnya. Bahagia dunia akhirat."

Sebelah alis Revan terangkat naik saat mendengar segala percakapan antara Nada dan Sri, "Nada, Sri." tiba-tiba dia menyela obrolan antara Sri dan Nada.

Sontak Sri dan Nada menatap ke arah Revan.

"Apa Van?" tanya Sri.

"Kenapa kalian nggak pake kerudung kaya Arlita?"

Mendengar itu sontak Arlita mengangkat kepalanya, sekilas dia menatap ke arah Revan. Dia tidak menyangka kalau Revan akan mengajukan pertanyaan itu pada Sri dan Nada.

"Belum siap Van," jawab Nada sambil cengengesan.

"Belum siap?" Mata Revan menyipit, menatap Nada dan Sri dengan tatapan bingung, "Setahu gue hukum pake kerudung itu wajib bagi seorang muslimah yang sudah baligh. Kalian berdua sudah balighkan? Apa masih bocah?"

Sri melemparkan tisu yang dia genggam ke wajah Revan, "Apaan sih Van?Nggak banget tahu omongan lo!"

Revan melipat tangannya di depan dada, "Sorry kalau omongan gue nyinggung lo pada. Gue cuma mengemukakan apa yang ada di dalam otak gue," Revan menunjuk bagian kanan kepalanya dengan jari telunjuknya, "Bukannya Allah berfirman, Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat". Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung."

Arlita menatap Revan dengan tatapan tidak percaya. Dia tidak menyangka kalau Revan menghafal arti Qur'an surah An Nur ayat 30 dan 31, hal yang sama pun ditunjukkan oleh Nada dan Sri, mata mereka membulat sempurna bahkan mulut keduanya terbuka lebar, tidak menyangka kalau akan mendapat ceramah gratis dari Revan.

Dika terbangun dari tidurnya. Dia merenggangkan tangannya ke atas, merilekskan lehernya, "Ekspresi kalian berdua jelek banget sih," dahi Dika berkerut saat melihat ekspresi yang diperlihatkan oleh Nada dan Sri yang jauh sekali dari kata cantik.

Revan beranjak dari duduknya. Mengabaikan ekspresi terkejut dari Arlita, Nada dan Sri, "Udahan yah belajarnya. Gue mau balik sekarang."

"Van," Arlita ikut beranjak dari duduknya. Dengan cepat dia memasukkan segala peralatan tulisnya ke dalam tas, sebelum mengejar Revan yang sudah lebih dulu pergi meninggalkan perpustakaan.

"Kenapa sih? Gue ketinggalan berita bagus yah?" tanya Dika pada Sri dan Nada saat melihat Arlita berlari mengejar Revan, "Tumben banget si Revan pergi terus dikejar sama si Arlita, bukannya biasanya Arlita yang pergi terus Revan yang ngejar? Atau jangan-jangan pas tadi gue tidur ada kejadian ajaib yah? Si Arlita nembak Revan, terus Revan tolak?" cerocos Dika semakin ngaco.

Nada dan Sri diam tak menjawab, membuat Dika merasa kesal.

"WOY PUNYA MULUT NGGAK!!!!!" teriak Dika pada Nada dan Sri yang tak kunjung mau menjawab segala pertanyaannya, "Gue ngomong lo berdua malah ngacangin gue. Tahu nggak rasanya tuh sakit banget tapi nggak berdarah."

Nada dan Sri kompak melotot pada Dika, "Mulut kamu kaya cewek," ucap Sri dan Nada. Keduanya beranjak dari duduknya, meninggalkan Dika dengan perasaan kesal.

"Sadis banget mereka berdua masa mulut gue dikatain kaya cewek. Mulut gue kan...." perkataan Dika terhenti saat dia menatap ke sekitar, dia baru sadar kalau hampir semua pengunjung perpustakaan kini tengah menatapnya dengan tatapan sadis. Dika menelan ludahnya, berusaha membasahi tenggorokannya yang tiba-tiba terasa kering, "Gila gue ditinggalin di kandang singa seorang diri," dengan rikuh Dika mulai beranjak dari duduknya, sebisa mungkin dia memasang wajah cool, "Aduh panas banget yah nih cuaca padahal lagi musim hujan," ucapnya mulai ngaco, dengan percaya diri kakinya mulai melangkah melewati meja demi meja berharap agar harga diri yang dia punya tidak berserakan di atas lantai yang dia pijak. Dia bener-bener merasa malu.

💦💦💦

30 Jumadal Ula 1439H

HUJAN | ENDWhere stories live. Discover now