Musim Panas 2020
Asheville, North Carolina
Seminggu setelah kepulanganku ke Asheville, orang tuaku biasanya mengadakan tradisi setiap akhir pekan kita akan pergi ke restoran Jepang atau makan hidangan laut segar. Tradisi itu benar-benar membuatku merasa pulang karena itu yang biasa kami lakukan bertahun-tahun.
Keadaan daerah rumahku masih terlihat sama, begitupula keadaan rumah tetanggaku. Tidak ada perbedaan yang signifikan setelah berbulan-bulan aku meninggalkan kota ini. Berhubung liburan musim panas sudah dimulai, jadi seperti biasa aku akan bertemu dengan teman-teman lamaku di festival musik lokal tahunan.
Senja pun tiba, dan aku sudah mengantri untuk memasuki festival. Dentuman alunan musik terdengar dari pengeras suara yang berasal dari panggung, sorotan lampu yang mengarah ke panggung sehingga membuat sang musisi berkilau, membuat tubuhku sedikit bersemangat. Aku sudah bersama Vivian dan Dylan.
Sudah lama sekali aku tidak melihat tanda-tanda kehidupan Shane, bahkan aku tidak berharap melihatnya malam ini. Kalaupun memang dia ada, aku tidak perlu repot-repot merasa berdebar-debar atau berharap dia akan menciumku secara spontan.
Hingga skenario yang tak terduga, Shane yang menawan dengan mata birunya yang bergelimang baru saja terlihat mengantri bersama teman-temannya jauh di depanku. Tampilan menawannya masih terlihat sama pada saat terakhir kalinya aku melihat di kelulusan SMA.
Ia terlihat lebih berkarisma. Bola mata biru lautnya begitu indah dipandang, dan bahkan ia terlihat lebih keren daripada sebelumnya. Entah kenapa aku bernafas lega, karena ia terlihat tidak sedang bersama seorang cewek yang bisa jadi mungkin pacarnya.
Setelah bebas dari antrian, aku, Vivian, dan Dylan langsung menuju BeerPoint untuk mendapatkan segelas Beer.
"Yo, aku tiba-tiba saja ngidam makan Taco. Habis festival kita sempatkan yuk ke Taco Bell?" Dylan mengajak.
"Hng.. aku tidak tahu bisa ikut, aku semacam punya jam malam sekarang." Vivian menyaut seraya memutat bola matanya.
Aku tergelak. "Sejak kapan kau punya jam malam? Apakah Mr. Harlington mencidukmu memakai narkoba?"
Vivian menggerutu, dan Dylan tertawa. "It's not that! Kehidupanku di LA agak lepas aturan... Dan ayahku tau, jadi dia memperketat aturannya ketika aku pulang."
"Huh. Sangat disayangkan. Sudah seharusnya kau mendengar saranku untuk ikut ke New York. Aku yakin ayahmu akan lebih tenang kalau kau bersamaku." Jawabku.
"Betul. Atau setidaknya ke Stanford bareng aku? Kan masih sama-sama di California." Dylan menyaut, sambil menyeruput Beernya.
"That's sweet guys, thank you. But LA has been giving me so much fun, you know?" Vivian menjawab.
Perbincangan ini membuat aku mengingat kembali momen-momen diterimanya kami di universitas impian. Vivian pergi ke UCLA, dan Dylan pergi ke Stanford. Aku merasa sangat amat bangga pada sahabat-sahabatku yang menjadi pilarku saat SMA.
Di tengah perbincangan, aku bisa merasakan ada seseorang yang tengah memperhatikanku dari jauh. Aku tidak mau terlalu percaya diri, namun jelas aku bisa merasakannya. Entah kenapa jantungku jadi berdebar kencang bukan main mengetahui itu Shane. Kenapa dia memperhatikanku? Aku harap dia hanya memperhatikan Vivian karena rambutnya cantik malam ini.
Oh tidak, dia berjalan ke arahku. Aku harus bagaimana ini? Aduh aduh A-
"Hey Blake!" Suara berat nan seksi menyapaku, aku bisa melihatnya setengah berlari ke arahku. Aku bergetar namun aku harus memainkannya dengan tenang dan pura-pura tersenyum girang.
YOU ARE READING
Better Knowing Than Not Knowing (Re-published)
Short StoryBlake Howard, seorang pemuda yang tinggal satu area dengan tetangga yang menawan, harus menerima kenyataan bahwa tetangganya sendiri merupakan pujaan hatinya. Blake menyadari kalau perasaannya hanya cinta satu arah. Masa-masa SMA nya dipenuhi dengan...
