3. Perlahan (Membingungkan Hati)

Beginne am Anfang
                                    

     "diantara kedua kakak kembar lo, siapa yang paling deket dengan lo?"

     "sebenarnya dekat dengan keduanya, tapi kalau secara emosional lebih condong dengan kak Rika, karna dia lebih paham juga mengerti apa yang gue mau tanpa harus diomongin, trus bisa pengaruhin kak Bian bila kami berantem ntuk ngalah ama gue. Lo sendiri? Bukannya gue pernah dengar lo punya kakak cowok kan?"

     "Lo gak deket ama ortu jadi lari ke kakak?"

     Dua kali. "Ortu gue kebetulan dokter di rumah sakit, jadi agak susah cari waktu luang, cuman mereka gak abaikan gue kok, malah tiap pagi wajib sarapan dirumah sebelum pergi dan tukar cerita gitu. Lo sendiri?"

     Pertanyaannya normal, kan? Batinnya saat Ando memilih berdiri sambil membuang gumpalan tisu ke bak sampah. "Trimakasih atas kuenya, Lista."

     Hah?

     Ia bisa saja bertingkah seperti seorang aktris yang mengejar actor – pasangannya dalam suatu film ditengah hujan lalu berpelukan seolah 1 menit kemudian terjadi kiamat, tapi ini dunia nyata, tak bernafsu ntuk mengetahui makna ucapan Ando. "Dasar cowok aneh."



     Kepalanya sakit karna membentur stir mobil berulang kali. Jawaban serta ekspresi bahagia Lista seakan menghajar akal sehatnya, menimbulkan perasaan yang dikiranya sudah mati setelah 3 tahun lalu. Ah... dia benci merasa iri akan sesuatu yang mustahil dimiliki.

     Bagaimana rasanya dicintai? Itulah yang membuatnya pergi begitu saja saat Lista memberondongnya balik, tak peduli sorot terkejut dari binar mata uniknya, tersenyum miris saat 4 potong pastry strawberry berlapis tisu disertai secarik kertas bertuliskan selamat makan yang sangat rapi saat ia pergi ke kantin ntuk makan siang, pura – pura tak peduli saat menyadari Lista meliriknya dari balik bahu.

    "mau kemana dia?" ia keluar dari mobil ntuk mengejar Lista kini berusaha menyetop angkot. Rupanya bakat mengawasi tanpa banyak tanya sudah musnah sejak menjadikan gadis itu sebagai pacarnya. "Lista!"

     Gue pikir dia udah pulang. "Apa?"

     Ia tak sempat menjauh saat Ando menarik pergelangan tangan kanannya, ntuk bernaung diantara pepohonan depan sekolah. "Gue aja antar lo pulang."

     "Gak usah. Gue mau naik angkot aja."

     "Lista.." lepas dong! "Kita searah juga kok. Yuk.."

     "Gak ma..." ucapannya terputus karna ia setengah diseret kea rah parkiran mobil cukup jauh dari sekolah, dengan genggaman cukup kuat, anehnya tak menyakitkan, apalagi menakutkan.

     Malah ia merasa dilindungi.

     Wake up, Lista. "Lo terbiasa maksa, yah?"

     Ando membukakan pintu mobil ntuknya, dan tersenyum. "Tergantung siapa yang gue hadapin."



     "Jadi," Lista menatap sepasang anak kecil yang berkejaran di taman sembari bermain gelembung sabun. Ia paling suka berada di taman dekat komplek rumahnya, terasa menenangkan, seolah berada di tengah hutan. "gue seharusnya ke sekolah pake sepeda kayak biasa, Cuma dicegat ama kak Bian didepan pagar sambil ngotot ntuk antar – jemput gue mulai hari ini hingga lulus. Gue gak mau  karna tau jadwal kuliah dia itu padat banget, jauh pula jaraknya dengan sekolah gue, Cuma dia maksa dan kami bertengkar hebat hingga kak Rika turun tangan dengan mengacungkan spatula  ntuk misahin kami, memohon gue ntuk mengalah dengan kak Bian."

Be Yours?! DAMN!Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt