Bab 09 Perubahan

11.8K 1.1K 15
                                    

BAB 09
PERUBAHAN

“Beneran Fan?” Di depanku ada Bella dan juga Retno. Karyawan bagian keuangan yang kini ikut duduk di depanku. Siang ini aku berada di kantin kantor. Dan menceritakan apa yang terjadi semalam. Aku tidak mau mengambil resiko lagi tubuhku di lecehkan. Akhirnya aku mengenakan celana panjang dan blazer hitam yang aku kancingkan sampai sebatas dada.

“Iya. Gue ngeri. Itu tangan bukan cuma nepuk tahu tapi juga meraba.”Aku masih begidik ngeri saat membayangkan tangan itu menggerayangi tubuhku.
Bella kini menyesap teh hangatnya. Retno memakan gado-gadonya tapi masih menunggu ceritaku. Suara riuh rendah orang-orang yang ada di sekitar kami memang membuatku fokus untuk mendengarkan ucapan Retno dan Bella. Aku paling tidak suka sebenarnya istirahat di sini, tempatnya sempit dan menu makanannya tidak sesuai dengan selera lidahku. Tapi apa boleh buat, siang ini waktu istirahat kami akan dipersingkat karena aku akan visit ke outlet.

“Mbak Fani sih pakai bajunya seksi-seksi.”Aku langsung melihat Bella menyenggol kaki Retno Dan membuat gadis itu tersipu karena malu.

“Eh maaf loh mbak Fan.” Retno. Dia memang suka blak-blakan kalau ngomong. Meski usianya lebih muda dariku, tapi bisa terlihat kalau wanita di depanku ini tidak gentar kepada siapapun.

Aku hanya mengangkat bahu. “Bukan salah gue juga dong gue kayak gini.” Tapi kemudian Bella menatapku.

“Tapi ada benarnya loh Fan. Nah kayak gini kamu tambah cantik tuh.”
“Apalagi kalau berhijab, wah pasti kayak putri-putri dari timur tengah. Mbak Fani kan hidungnya mancung tuh.”

Aku tersenyum malah mendengar celetukan Retno. Benarkah itu?

“Ya udah nanti pulangnya aku antar deh Fan. Biar kamu gak ketakutan lagi.”

Aku menganggukkan kepala. Lalu teringat pembicaraanku dengan Bella tempo hari.

“Owh iya Bel, buku Salman ketinggalkan di meja kamu ya?”
Bella langsung mengangguk dan kini tersenyum. “Iya kemarin kamu buru-buru. Tuh aku simpan di laci meja.”
Retno langsung menatapku antusias saat aku menyebut nama Salman.
“Owh Mbak Fani jug baca bukunya Mas Salman to? Wah keren loh bukunya. Aku punya koleksinya di rumah. Aku fans beratnya Mas Salman. Boleh to Mbak Bella kalau aku berharap bisa jadi calon adik iparnya?”

Tentu saja celetukan Retno itu membuat aku melongo. Tidak percaya dengan pendengaranku sendiri. Lalu mengerjap ke arah Retno.

“Kamu ngefans sama Salman?”Retno langsung menganggukan kepalanya dengan antusias. Matanya berbinar dan senyumnya mengembang saat ini.

“Lah Mbak Fani tuh piye to? Orang Mas Salman itu calon iman sejati. Surga dia itu. Cakep kan, alim lagi. Ibadahnya bagus. Ahh Mbak Bel, aku mau dong di jodohin sama Salman.”

Bella langsung tertawa mendengar ucapan Retno. Dan aku hanya menghela nafas. Pria seperti Salman? Tidak salah?

“Salman lagi mencari bidadari surga yang menjadi jodohnya.” Bella sedikit melirikku ketika mengatakan itu. Tapi aku hanya mengangkat bahu. Toh itu urusannya Salman.

“Aku lagi gak berniat bahas masalah jodoh-jodohan. Lagi patah hati. Benci sama semua laki-laki di muka bumi ini.”

Tentu saja ucapanku membuat Bella dan Retno membelalak. “Eh ya ndak to Mbak Fani tuh. Buktinya masih banyak pria yang gak jahat. Tuh Mas Salman buktinya.”

Retno bersungut-sungut saat mengatakan itu. Kemudian Bella juga menatapku dengan serius.

“Iyalah. Aku nih Mas Vinoku pria sejati.”

Nah udah deh. Aku jadi menghela nafas lagi. Mungkin yang jahat Cuma Bimo ya? Sia-sia waktuku selama 5 tahun ini. Yang akhirnya nyesek kalau ditinggal nikah kayak gini.

“Iya-iya percaya deh sama kalian.” Akhirnya Bella dan Retno sama-sama tersenyum puas. Tahu sudah menggoyahkan keyakinanku. Tapi aku masih belum bisa move on dari Bimo untuk saat ini.
*****
“Kecantkikan seorang wanita itu bila dia menutup auratnya. Apalagi menjaga aurat itu hanya untuk muhrimnya sama suaminya.”

Aku terhenyak saat membaca buku Salman ini. Membaca berulang kali bait demi bait dan semuanya membuka mataku. 35 tahun aku baru tersadar kembali seperti dibangunkan dari tidur panjang.

Salman menuliskan ada peraturan yang memang tertulis di QS. An-nur [24]: 31berbunyi:

“Katakanlah kepada wanita yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya,dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang [biasa]tampak dari padanya.Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka. Atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara lelaki mereka, atau putra-putra sadaura perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laaki-laki yang tidak mempunyai keinginan [terhadap wanita] atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang –orang yang beriman supaya kalian beruntung.”
Entah kenapa membaca buku Salman ini membuat hatiku tenang. Buku setebal 300 halaman ini memang menyita waktuku. Aku jadi mengerti hukum orang pacaran yang memang haram. Dan utamanya menikah.
Kuhela  nafasku. Kini bersandar di lengan sofa. Duduk sendirian di ruang tamu rumah ini Tampak sepi. Apa yang akan kulakukan untuk saat ini? Usiaku sudah 35 tahun, dan tidak ada calon suami. Bimo sudah menyakitiku lebih dalam. Apa yang dilihat pria dari perawan tua sepertiku? Bimo saja yang sudah menjalin hubungan denganku lebih dari 5 tahun saja akhirnya menyerah. Bagaimana dengan pria lain? Apa mereka juga hanya menatap indahnya tubuhku saja? Aku mulai begidik lagi. Tadinya aku senang memakai pakaian seksi dan di puji oleh banyak pria. Tapi sekarang aku semakin berlumur dosa. Ini salah kan?

Aku mulai beranjak dari dudukku. Melangkah ke  dalam kamar dan langsung membuka lemari pakaian. Mencari sesuatu yang bisa aku pakai. Aku harus berubah. Setidaknya untuk hidupku yang sudah sia-sia ini. Aku masih bisa mendapatkan pengampunan.

Kuambil kerudung yang tempo hari aku pakai ke sunatannya keponakan Bella. Beringsut ke depan kaca yang menempel di lemari. Kali ini aku merapatkan kerudung itu. Tidak hanya menyampirkannya begitu saja di atas kepala. Aku langsung mencari peniti. Yang aku temukan ada disela-sela tumpukan bajuku. Mencoba mematut diri, dan mencoba memakai kerudung seperti yang di pakai Bella. Meski hasilnya masih belum memuaskan. Tapi aku melihat pantulan di cermin membuatku tersenyum. Ini aku yang baru.


Bersambung

NIKAH YUK!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang